Belajar Dari Kalimantan Barat Kelola Gambut

Belajar Dari Kalimantan Barat Kelola Gambut
info gambar utama

Siswa Sekolah Menengah Atas 4 Desa Limbung, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya, Kalimatan Barat, heboh. Sekolah ini kedatangan tamu penting. Ada Kepala Badan Restorasi Gambut, Nazir Foead, serta Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Barat, Inspektur Jenderal Didi Haryono.

“Tahun lalu, sekolah ini hampir terbakar Pak. Siang-malam Polisi dan pemadam kebakaran melawan api. Asap memenuhi ruangan sekolah,” kisah Aisyah, kepala sekolah. Api berasal dari pembersihan lahan pertanian. Kabupaten Kubu Raya, merupakan salah satu daerah dengan titik api tinggi karena kebakaran lahan gambut.

Hadir dalam pertemuan tersebut petani Desa Limbung dan sekitar. Kecamatan Sungai Raya merupakan daerah transmigrasi pertama di Kalimantan Barat tahun 1955. Mereka datang dari berbagai tempat di Pulau Jawa. “Dulu belum ada aturan gambut, kini jika membakar kami diancam penjara,” ujar seorang petani, kepada para pejabat.

Keluhan ini diamini puluhan petani lain. Pembukaan lahan dengan prosedur mekanisasi pertanian tak mampu mereka lakukan. Biayanya mahal, tak tertutupi dari hasil panen. Komoditi pertanian yang merupakan andalan Kabupaten Kubu Raya, harganya tak stabil. Belum lagi jika panen tak maksimal karena anomali cuaca.

Lahan gambut, harus bijak mengelolanya | Foto: Rhett Butler/Mongabay.com
info gambar

Kepala Kepolisian Kalimantan Barat, Inspektur Jenderal Polisi Didi Haryono, tak ingin berbenturan dengan masyarakat. Tindakan represif terhadap pelaku pembakaran, adalah hal terakhir yang ditempuh kepolisian. Penyadartahuan kepada warga terhadap ancaman pengolahan lahan yang tidak berkesinambungan lebih dikedepankan. Bhabinkamtibmas pun menjadi ujung tombak dalam sosialisasi pengolahan lahan tanpa bakar.

“Harus diingat, asap hasil pembakaran lahan bisa menyebabkan gangguan kesehatan seperti Infeksi saluran pernafasan akut,” katanya. Munculnya gangguan kesehatan baru terasa 10 hingga 15 tahun mendatang.

Polda Kalbar juga telah mengeluarkan maklumat kepada perusahaan sawit agar tidak melakukan pembakaran lahan. Perusahaan harus mengaktifkan embung-embung penyimpanan air di musim kemarau. Selain berguna untuk memadamkan api jika terjadi kebakaran lahan, juga sebagai metode agar gambut selalu basah.

Tahun ini, Polda Kalbar berharap jumlah titik api turun, jika memungkinkan nihil. Polda Kalbar melansir, jumlah titik api di 2015 sebanyak 2.724 titik. Tahun berikutnya, terdeteksi 1.022 titik, dan menurun di 2017 sekitar 640 titik.

Danau yang berada di lahan gambut | Foto: Rhett Butler/Mongabay.com
info gambar

“Nanti bakal ada fasilitator desa yang mendampingi bapak-bapak semua, membimbing teknik pembukaan lahan tanpa bakar,” ungkap Nazir Foead. Petani diyakinkan, teknik ini memberikan manfaat sampingan, selain mencegah kebakaran lahan. Beberapa metode tanpa bakar bahkan memberikan tambahan unsur hara dan menjaga keasaman lahan normal.

Ada beberapa pilihan, menggunakan dekomposer, dengan alat berat, atau pembakaran dalam wadah. Metode dilakukan berdasarkan kesepakatan warga. Penggunaan dekomposer, sudah dilakukan di Kalimantan Tengah. Caranya, lahan diberikan larutan organik yang dapat mempercepat proses dekomposisi tanah. Dengan proses ini, pembersihan lahan memerlukan waktu tiga minggu.

Metode lain, pembakaran dalam wadah tertentu. Caranya, tanaman kering dimasukkan ke drum untuk pembakaran dengan cerobong asap di atasnya. Proses ini memerlukan waktu satu bulan. “Pengolahan lahan tanpa bakar, dalam jangka panjang akan menjamin kesinambungan ekonomi dan ekologi,” jelas Nasir. Pengolahan lahan tanpa bakar juga mengantisipasi kemungkinan terjadinya kekeringan yang berdampak langsung pada penurunan produksi tanaman. Metode ini juga bermanfaat untuk pemulihan kualitas lingkungan yang berbasis pembangunan berkelanjutan.

Lahan hutan gambut yang masih baik di Kalimantan | Foto: Rhett Butler/Mongabay.com
info gambar

Desa Peduli Gambut

Desa Limbung hanya salah satu tapak program Desa Peduli Gambut di Kalimantan Barat. Program pembentukan desa peduli gambut merupakan bagian sosialisasi dan edukasi restorasi gambut agar masyarakat memahami pengelolaan gambut berkelanjutan.

Begitu juga dengan Desa Olak-olak, Kabupaten Kubu Raya, yang juga kawasan transmigrasi. Rata-rata penduduknya, mengandalkan pertanian sebagai mata pencaharian utama. Ada 1.031 kepala keluarga di sana. Nurul Qadriah, punya harapan besar untuk desanya. Perempuan muda berkacamata ini merupakan generasi ke empat di desa tersebut.

“Tahun lalu, sudah ada petani yang tanam padi dua kali setahun,” tukas sekretaris Desa Olak-olak itu. Pertengahan Mei lalu, beberapa desa yang masuk program Desa Peduli Gambut mengikuti Lokalatih Perencanaan Desa terkait Restorasi Gambut, yang digelar BRG dan Kemitraan. Program ini menurutnya, menjadikan desa sebagai pemegang keputusan. Bukan hanya mendapatkan manfaat semata.

“Kami dibantu membuat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa. Sekaligus memantapkan pembentukan Badan Usaha Milik Desa,” tukasnya. Nurul adalah pemuda desa yang bertekad membangun tempat asalnya. Desa yang hanya bisa ditempuh melalui jalur sungai dari dermaga Rasau Jaya.

Masyarakat pun mempelajari penanggulangan kebakaran hutan dan lahan. Saban tahun, jika hujan tak turun dua minggu saja, lahan kerap dikepung asap. “Warga jadi paham fungsi hutan dan tidak lagi membuka lahan dengan membakar,” katanya. Bahkan, sebagai bentuk kemandirian, warga memasukkan anggaran penanggulangan kebakaran hutan dan lahan dalam Dana Desa. Badan Restorasi Gambut dan Kemitraan memberikan bantuan 20 unit sumur bor.

Kebakaran hutan di Kalimantan Barat merupakan persoalan besar yang harus diwaspadai | Foto: Rhett Butler/Mongabay.com
info gambar

Siti Rohani, tokoh perempuan desa itu juga merasakan cara pandang masyarakat yang mulai berubah. “Program (desa) kami tidak hanya menyentuh alam, namun juga manusia. Misalnya, pengenalan gambut kepada anak-anak melalui berbagai kegiatan menarik,” katanya. Selaku tim penggerak PKK desa, Siti berencana mengembangkan potensi gambut dengan bercocok sayuran. “Kami sudah punya 10 galangan, ini jadi demplot lahan pertanian sayur,” katanya.

Lain halnya di Desa Pemangkat, Kecamatan Simpang Hiliir, Kabupaten Kayong Utara. Ini daerah pemekaran dari Kabupaten Ketapang. Daerah yang terbakar hebat pada 2013. Pemangkat adalah satu dari enam desa yang masuk dalam kesatuan hidrologis gambut.

“Masih ada beberapa desa yang belum terpapar program. Kalau desa lain belum komitmen, susah juga program berjalan. Dampak kebakaran hutan di desa sebelah bisa terjadi juga di desa kami,” ungkap Firnan, kepala Desa Pemangkat.

Desa yang dihuni 1.792 jiwa, dengan 530 kepala keluarga tersebut kini sudah merasakan berkurangnya lahan gambut yang terbakar. Tahun 2015, Yayasan Palong membantu pembentukan hutan desa. Di tahun yang sama, desa ini telah membangun sekat kanal untuk mencegah kebakaran dan pembasahan gambut. Kini, kanal bertambah empat buah.

“Masih perlu tujuh titik, serta sumur bor,” ujar Firnan. Desa Pemangkat telah memiliki tata ruang dengan pemetaan spasial yang diharapkan mempermudah warga mengelola daerahnya.

Kepala BRG Nazir Foead saat kunjungan kerja ke Desa Limbung, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, dalam program Desa Peduli Gambut, Maret 2018 lalu | Foto: Aseanty Pahlevi/Mongabay Indonesia
info gambar

Pelaku utama

Badan Restorasi Gambut Daerah dalam programnya, menitikberatkan agar pemerintahan desa dan masyarakat lokal menjadi pelaku utama. Terlibat langsung dalam perencanaan dan pelaksanaan restorasi gambut berbasis desa dan kawasan.

“Perencanaan Desa Peduli Gambut (DPG) bertujuan meningkatkan kesejahteraan sosial-ekonomi masyarakat dan ketahanan lingkungan. Yaitu, melalui peningkatan kemampuan masyarakat dalam pemanfaatan sumber daya ekosistem gambut dan pengembangan potensi ekonomi lokal berkelanjutan,” papar Hermawansyah, koordinator Badan Restorasi Gambut Kalimantan Barat.

Perencanaan DPG dilaksanakan di tingkat desa dan antardesa. Sebagaimana mandat Perpres 1/2016, BRG melakukan pemulihan gambut selama lima tahun di tujuh provinsi dengan target 2,4 juta hektar. Sejak tahun 2017, BRG telah melaksanakan program DPG di 16 desa yakni 8 desa di kabupaten Mempawah dan 8 desa Kubu Raya.

Tahun 2018 ini, program DPG dilaksanakan di 27 desa di Kalbar. Ada 10 desa di Kabupaten Kayong Utara, 11 desa di Kubu Raya dan 6 desa di Sambas. “Desa-desa sasaran merupakan bagian kesatuan hidrologis gambut, target prioritas restorasi di Kalbar,” katanya. BRG menempatkan seorang Fasilitator Desa yang membantu masyarakat dan pemerintah desa dalam pelaksanaan restorasi gambut tingkat tapak.

Penguatan peran aktif warga dalam pengambilan keputusan publik, merupakan salah satu bentuk demokrasi. “Keterlibatan warga, sekaligus memastikan program restorasi gambut berlangsung berkelanjutan,” tambah Happy Hendrawan, dari Kemitraan.

Program DPG terintegrasi empat bidang utama yaitu penyelenggaraan pemerintahan desa, pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat secara simultan. Dengan demikian, DPG menjadi bagian sistem perencanaan pembangunan dan penganggaran desa. Termasuk, aspek kebijakan strategis yang dilindungi peraturan desa, seperti penataan ruang, batas desa, dan kelembagaan ekonomi.


Sumber: Diposting ulang dari Mongabay Indonesia atas kerjasama dengan GNFI

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini