[Foto] Begini Uniknya Micro Blood Moon Terlama yang Terjadi Seabad Sekali

[Foto] Begini Uniknya Micro Blood Moon Terlama yang Terjadi Seabad Sekali
info gambar utama

Hari ini, 28 juli 2018 , menjadi tanggal yang tidak terlupakan. Karena merupakan hari di mana terjadi gerhana bulan terlama di abad ini , yaitu 1 jam 43 menit, dengan proses selama kurang lebih hampir enam jam, yaitu mulai dari 00.30 sampai kurang lebih jam 06.00 WIB.

Gerhana bulan total kali ini terjadi karena bulan berada pada titik Apogee, atau titik terjauh dari Bumi. Gerhana bulan total ini disebut sebagai micromoon karena penampakannya yang kecil, kebalikan dari gerhana bulan total yang terjadi pada Januari lalu, atau Super Blue Blood Moon di mana ukuran bulan terlihat lebih besar dan cerah.

Puncak dari gerhana bulan total ini sedikit lebih lama ketimbang gerhana bulan total biasa, yakni terjadi di pukul 03.23 WIB. Hal ini wajar karena memang kondisi Bulan sedang berada di titik paling jauh dari Bumi. Jarak Bulan dan Bumi yang menyebabkan terjadinya gerhana bulan total Micro Blood Moon ini sejauh 406.223 kilometer.

Puncak gerhana bulan micro blood moon dimana bulan berwarna merah darah pada Sabtu (28/7/2018) | Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia
info gambar

Menurut Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin, gerhana bulan total kali ini berwarna merah darah. Warna tidak akan terlihat pada saat terjadi saat gerhana bulan sebagian, dan hanya di gerhana bulan total saja. Hal inilah yang membuat gerhana bulan total disebut blood moon.

Blood moon terjadi karena atmosfer Bumi membiaskan cahaya dari Matahari. Cahaya matahari tertutup sempurna oleh Bumi saat gerhana bulan total, namun atmosfer Bumi tetap membiaskan cahaya merah yang datang dari matahari. Hal ini membuat bulan justru berwarna merah dan tidak gelap.

Puncak gerhana bulan micro blood moon pada Sabtu (28/7/2018). Gerhana bulan ini merupakan yang terlama dalam abad ini yaitu 1 jam 43 menit, dengan proses sekitar enam jam | \Foto: Anton Wisuda/Mongabay Indonesia
info gambar

Selain itu, Bulan memiliki lapisan debu ultra halus di atmosfernya, yang akan memberi efek pantulan cahaya pembiasan matahari dari atmosfer Bumi sehingga di gerhana bulan total warna bulan akan semakin merah.

Kondisi ini adalah kebalikan dari gerhana matahari total, di mana Bulan menutup cahaya matahari ke Bumi, sehingga Bulan hanya terlihat seperti bayangan di Bumi. Terlebih lagi, Bulan tak memiliki atmosfer yang mampu membiaskan cahaya matahari hingga tampak di Bumi.

Saat gerhana bulan sesaat sebelum bulan berubah warna menjadi merah darah (blood moon) pada Sabtu (28/7/2018) dilihat di Taman Ismail Marzuki, Jakarta | Foto: Anton Wisuda/Mongabay Indonesia
info gambar

Gerhana bulan kali ini pun menjadi istimewa karena bertepatan dengan gejala alam yang disebut ‘prosesi planet’ yang membuat warga di Bumi bisa melihat Planet Venus, Jupiter, Saturnus, dan Mars.

Tetapi secara khusus, Mars akan terlihat lebih terang dan lebih besar saat bayangan Bumi menimpa Bulan. Mars terlihat sebagai satu titik terang, tidak jauh dari bulan berada. Sebelumnya, fenomena di mana gerhana bulan total berdekatan dengan Mars yang berada di oposisi matahari terjadi pada 6 Agustus 1971, atau 47 tahun yang lalu.

Planet Mars (kiri) berdampingan dengan Bulan yang sedang mengalami micro blood moon pada Sabtu (28/7/2018) dilihat dari Taman Ismail Marzuki, Jakarta | Foto: Anton Wisuda/Mongabay Indonesia
info gambar

Fenomena ini tidak disia-siakan oleh sekitar 1000 orang yang sejak Jumat malam (27/7/2018), berkumpul di planetarium Taman Ismail Marzuki, Jakarta, bersama-sama menonton salah satu fenomena unik yang terjadi di abad ini.

Di lokasi sudah disediakan 11 teleskop yang bisa digunakan bersama-sama menikmati blood moon. Dilansir Space.com yang mengutip buku “The Five Millennium Canon of Lunar Eclipses: 1999 to +3000″, gerhana bulan total dengan durasi selama ini, kembali akan kita jumpai pada 9 Juni 2123 mendatang.

Proses gerhana bulan sesaat setelah bulan berwarna merah (blood moon) yang dilihat dari Jakarta, Sabtu (28/7/2018) | Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia
info gambar


Sumber: Diposting ulang dari Mongabay Indonesia atas kerjasama dengan GNFI

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini