Krisis Nilai-Nilai Keanekaragaman Bangsa

Krisis Nilai-Nilai Keanekaragaman Bangsa
info gambar utama

Bumi merupakaan tempat atas rumah-rumah yang tersusun atas berapa hikma (makna), salah satu dari beberapa rumah yang berbaris megah di bumi ini, ada bumi manusia, yang di berikan bonus pujangga akan budaya dan alamnya, yang sering di sebut Indonesia, yang merupakan rumah yang besar dan kaya akan alam di bangun dalam pondasi-pondasi yang kokoh yang mampu bertahan hingga dewasa saat ini. Keanekaragaamaan merupakan salah satu susunan material pondasi yang di kuatkan oleh tukang-tukang bangsa terdahulu yg tersusun dalam muatan material utama yaitu enam sila yang melambangakan acuan utama dalam bermasyarakat dan bernegara, sebuah rumah di rancang mampu untuk melindungi pemilikinya dari panas,dingin dan ancaman dari luar rumah, yang diharpakan oleh setiap pemiliknya adalah tempat yang nyaman yang dapat mencurahkan isi hati yang terbelenggu akibat reaksi fisik antara satu dengan yang lain.

Pemiliknya diciptakan oleh the one dengan ciri fisik yang berbeda-beda dan sifat yang bermacam-macam pula. Perbedaan tersebut bukanlah suatu kesalahan, namun pemilik nya sendirilah yang kadang membuat perbedaan tersebut menjadi suatu permasalahan sehingga muncul sikap yang saling membedabedakan antara satu dengan yang lainnya. Permasalahan tersebut muncul karena adanya sebuah prasangka negatif sehingga perasaan tidak suka yang disebabkan adanya perbedaan antara satu sama lain itu pun muncul. Dalam hal ini, perbedaan yang dimaksudkan adalah perbedaan warna kulit hitam dan kulit putih. Menimbulkan sebuah reaksi . Orang dengan warna kulit hitam “dicap” sebagai keras, orang bodoh, kurang beradab, dan terbelakang.

Sebuah rumah yang indah bagi sebagian orang yang berada pada low standing bertambah kecewa dan pupus akan nilai pondasi yang di pertahankan oleh tukang-tukang bangsa terdahulu, yang tergiris oleh waktu di dalam pengimplemtasian atas reaksi pemilik rumah satu dengan pemilik rumah lainya. Yang di selimuti oleh Media massa yang merupakaan salah satu medium pesan yang memiliki posisi strategis dalam persebaran budaya populer. Media massa yang menarik dan memikat perhatian khalayak media di gunakan sebagai senjata yang menjatuhkan pemilik rumah lainya dalam konteks prinsip social yang membentuk paradigma intimidasi. Intimidasi yang di gunakan oleh seseorang untuk menjatuhkan mental orang lain dan membuatnya merasa inferior dihadapan orang yang mengintimidasi sehingga intimidasi dapat mendorong seseorang untuk melakukan tindakan rasis terhadap orang lain. Orang negro atau orang kulit berwarna diasumsikan sebagai orang yang tidak memiliki kemampuan dan tidak mampu mencetak prestasi karena kulitnya yang kotor, dia juga dianggap sebagai orang yang kotor pula, sehingga orang negro atau orang kulit berwarna tidak pantas dijadikan seorang pemimpin. Seseorang yang memiliki kulit berwarna atau kulit hitam selalu dianggap tidak layak menjadi seorang yang pantas diandalkan, tetapi hanya pantas dijadikan sebagai orang cadangan saja, meskipun sebanarnya orang kulit hitam memiliki kemampuan untuk mencapai sebuah prestasi. Perspektif social dewasa ini. Manusia berkulit berwarna menunjukkan bahwa keberadaan mereka sangat dibedakan dari orang lain hanya karena perbedaan fisik mereka yaitu warna kulit, dan hal itu menandakan bahwa mereka dipandang negatif oleh orang-orang di sekitar mereka yang memiliki fisik lebih baik daripada mereka yang tidak berkulit berwarnna.

Malang, (1/7/18), menanggapi peristiwa dinoyo, mahasiswa Papua yang di usir dan mengakibatkan bentrok antara warga Dinoyo Malang dengan mahasiswa Papua, banyak media memberikan opini publik yang mengkait-kan perstiwa tersebut dengan Oraganisasi Papua Merdeka (OPM) sebagai sarana pembenaran atas aksi masyarakat terhadap mahasiswa papua. Ini menandakan salah satu isu yang patut memperoleh perhatian bangsa Indonesia yakni pendidikan berwawasan kebangsaan. Boleh jadi isu ini terasa klise karena ketika negara masih menjadi “proyek politik”-nya para kaum elite yang berkepentingan atas ego masing-masing, maka wawasan kebangsaan disosialisasikan secara indoktrinatif yang tujuan utamanya mengkooptasi masyarakat demi pelestarian dan kemapanan kekuasaan. Akan tetapi kalau kita mencermati perkembangan situasi di tanah air yang penuh diwarnai dengan hiruk-pikuk politik dan ancaman disintegrasi bangsa, agaknya isu tersebut terasa urgensinya. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa negara kita sekarang ini sedang kehilangan kesadaran kolektif sebagai bangsa Indonesia yang bersatu. Konflik-konflik yang berlatar belakang SARA terus berkobar secara susul-menyusul yang disertai jatuhnya korban jiwa. Bersamaan dengan itu, tuntutan Aceh merdeka, kemudian menyusul Papua yang ingin memisahkan diri dari wilayah negara kesatuan Republik Indonesia terus menguat sebagai bentuk protes atas keganduhaan hati atas ketidak puasan dan ke tidak adilan yang di peroleh.

Malang, (1/7/18), terjadi perstiwa yang mencengangkan di kota pendidikan yang bertepataan dengan 47 tahun Organisasi Papua Meredeka (OPM) yaitu perstiwa bentrok antara warga dinoyo malang dan mahasiswa papua, yang disebabkan oleh permasalahaan sepele, berkaitan dengan penyampaian informasi media yang kurang tepat kepada public (masyarakat) yang mengakaitkan OPM Organisasi Papua Merdeka sebagai tindakan pembelaan kebenaraan atas tindakan, akhirnya berdampak luas terhadap mahasiswa Papua lainya, yang disebarkan demi mencari kepentingan atas tulisanya, di dalam respon masyarakat, tanpa melihat dampak yang di akibatkan secara luas di masyarakat, mulai perspektif yang salah dengan menandai orang timur sebagai bibit atas kekacaun, sebagai orang yang ta berintegritas, turunya kepercayaan masyarakat, kedudukan mahasiswa papua dan perasaan terancam dengan doktrin yang di sebarkan yang di gunakan sabagai panutan atau pandangan bermasyarakat terhadap mahasiswa timur di kota malang sebagai kota pendidikan.

Sebagai seorang terpelajar kita mesti belajar bijak sejak sudah di dalam pikiraan. Mendekonstruksi ulang bangunaan dasar rumah kita sebagai tempat yang nyaman dan indah membuat garis haluan perspektif social antara manusia yg komune atau seimbang tanpa ada poros social yang menengelamkan salah satu pihak, pemilik rumah yang baik adalah pemilik rumah yg bijaksana yang selalu membersihkan rumahnya dari beberapa kotoran yang membuat tidak nyaman dengan ber asas-kan pembibitan sikap nasionalisme yang tidak akan terbentuk jika tidak ada sikap gotong royong yang baik dalam beberap segi mulai ekonomi maupun social, Konsep gotong royong ini yang akan memberikan pengaruh positif dalam menimbulkan nasionalisme tersebut, sebab ketika konsep ini menjadi sebuah sistem dalam kehidupan berumah tangga , maka konsep ini akan menjadi kuat dan membentuk nasionalisme. Bangsa yang besar adalah bangsa yang saling menghargai ras budaya maupun agama, menjadi satu kesatuan dalam perbedaan.


Sumber: Andian sumartha

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini