Melihat Kebaya Encim di Pameran Warisan Peranakan Semarang

Melihat Kebaya Encim di Pameran Warisan Peranakan Semarang
info gambar utama

Semarang Contemporary Art Gallery menjadi tempat dihelatnya sebuah pameran warisan sebagai penanda jejak perjalanan budaya peranakan Tionghoa di Indonesia. Pameran yang dihelat di Kota Semarang, Jawa Tengah ini bertajuk “Pameran Warisan Peranakan, Perjalanan Budaya Tionghoa Indonesia.”

Pameran ini dilaksanakan selama sebulan yaitu dari tanggal 13 Juli hingga 12 Agustus 2018 mendatang. Barang yang dipamerkan pada pameran ini mengisahkan tentang perjalanan budaya kehidupan peranakan Tionghoa di Tanah Air.

Uniknya kita bisa melihat salah satunya adalah kebaya Encim. Kebaya ini merupakan hasil asimilasi budaya Jawa dan Tionghoa. Kebaya ini masih digunakan hingga saat ini terutama pada upacara keagamaan.

Seperti yang kita tahu kebaya merupakan salah satu pakaian khas Indonesia. Dilansir dari Tempo, pada era 1940-an, kebaya dipilih Presiden Soekarno sebagai kostum nasional. Saat itu, kebaya dianggap busana tradisional perempuan Indonesia dan menjadi lambang emansipasi perempuan Indonesia. Hal ini dikarenakan tokoh kebangkitan perempuan Indonesia, Raden Ajeng Kartini kerap memakai kebaya sebagai pilihan busananya.

Pada pertengahan abad ke-18, terdapat dua jenis kebaya yang banyak dipakai masyarakat, yakni kebaya Encim dan Putu Baru. Kebaya Encim sendiri adalah busana yang dikenakan perempuan Tionghoa peranakan di Indonesia. Sedangkan kebaya Putu Baru bergaya tunik pendek berwarna-warni dengan motif, biasanya digunakan perempuan peranakan Belanda.

Pemilik Semarang Contemporary Art Gallery, Chris Darmawan mengatakan bahwa dengan adanya pameran ini dapat menyadarkan kita bahwa benda-benda peranakan yang dipamerkan merupakan benda yang sangat lekat dengan kita hingga sekarang, bukan hanya sebatas masa lalu.

Selain kebaya Encim, terdapat pula beberapa benda seperti beberapa guci dan furnitur pelengkap kamar tidur yang dipamerkan secara detail. Pada pameran ini juga terdapat gamelan buatan Abad ke-XIX dengan ukiran kayu bergaya Jawa, Eropa dan Tiongkok.

Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, ketika membuka acara ini mengatakan pameran ini menyajikan literasi sejarah peranakan di Indonesia sehingga membuat orang mengetahuinya dan semakin bisa menunjukkan sejarah mereka di Indonesia.

Dia berharap agar pameran ini bisa memperkuat rasa Bhinneka Tunggal Ika sehingga dapat membangun Indonesia secara bersama-sama.


Sumber: Tempo, indochinatown.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini