Karya Sastra Indonesia di Era Komik

Karya Sastra Indonesia di Era Komik
info gambar utama

Perkembangan lambat sastra Indonesia dinilai dari kurangnya karya Indonesia yang diterjemahkan di negara-negara luar. Padahal, Indonesia cukup banyak menerjemahkan karya-karya sastra luar. Tentunya kelambatan tersebut sangat berbanding terbalik dengan perkembangan digital. Oleh kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Dadang Sunendar, seperti dilansir Republika dirasa perlu ada penyiasatan berupa perencanaan kebijakan bahasa dan sastra Indonesia di era digital. Selain itu Dadang merasa perlu menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang kaya dan populer, baik di dalam negeri mau pun di luar negeri.

Era digital saat ini benar-benar mengubah hampir segala aspek kehidupan, khususnya di Indonesia. Hal tersebut juga mampu menambah inventaris kosakata bahasa Indonesia. Pada era digital ini, kebiasaan membaca pun telah berganti menjadi membaca media sosial dan buku elektronik. Berbagai macam buku dan literatur, termasuk kamus dan komik, telah didigitalisasi sehingga dirasa praktis karena hanya perlu mengunduh melalui smartphone. Pun kebiasaan literasi turut berubah dari berupa tulisan dan angka menjadi gambar dan bahkan video.

Potensi tersebut dapat dimanfaatkan untuk menyiasati perkembangan sastra Indonesia. Namun, apakah komik termasuk dalam jenis sastra? Menurut Bonnef (1998) seperti yang dikutip oleh Binus, komik juga termasuk ke dalam karya sastra, yaitu sastra bergambar.

Komik sendiri merupakan susunan gambar yang bertujuan memberikan informasi. Di Indonesia, sejarah komik dapat ditemukan pada candi dan wayang. Seiring waktu, media gambar informatif tersebut juga berubah. Adapun komik termasuk ke dalam jenis sastra dikarenakan terdapat unsur intrinsik dan ekstrinsik, seperti tema dan penokohan yang dipengaruhi oleh kebudayaan dan ideologi sekitar, yang juga ada di karya sastra seperti novel dan lainnya.

Saat ini, komik menjadi hal yang digandrungi pemuda Indonesia dari berbagai kalangan. Banyak ditemukan penyedia-penyedia layanan membaca komik digital, baik yang legal mau pun illegal. Penyedia layanan membaca komik yang legal misalnya adalah Webtoon. Perangkat lunak besutan perusahaan Korea ini tengah diminati oleh para penyuka cerita bergambar tersebut. Selain praktis dan terdiri dari banyak genre pilihan cerita, Webtoon banyak menerbitkan komik buatan anak-anak Indonesia, yang tentunya memiliki cerita yang familiar dengan kehidupan asli Indonesia dan mudah dipahami.

Komik-komik tersebut misalnya Si Juki (Faza Meonk), Ghosty’s Comic (Raden Fajar Hadria Putra), Tahilalats (Nurfadli Mursyid), Sekotengs (Lifina) dan juga tema-tema romantis misalnya Pasutri Gaje (Annisa Nisifhani), Study Room 304 (Felicia Huang) juga Eggnoid (Archie The RedCat). Total 36 judul komik Indonesia dirilis di Webtoon, dengan lima judul komik Indonesia merupakan terfavorit sedunia karena memiliki pembaca terdaftar (subscriber) sebanyak 1 juta orang per tahun 2016. Populer di tanah air dan juga di mancanegara, komik-komik besutan penulis Indonesia berkembang sangat pesat.

Komik-komik Indonesia tersebut juga banyak diterjemahkan ke bahasa lain, misalnya Inggris dan Arab, menyusul banyaknya penggemar komik dan cerita dari penulis Indonesia. Fenomena tersebut tentu menjawab permasalahan sastra Indonesia di atas. Diharapkan era komik digital ini dapat menginisiasi perkembangan sastra dan budaya Indonesia, misalnya dengan memasukkan unsur budaya khas Indonesia di komik-komik tersebut, dan menginisiasi dominasi karya-karya sastra Indonesia di ajang festival buku dan sastra tingkat internasional.


Sumber: DW | Detik

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini