Tradisi Keboan dari Desa Aliyan

Tradisi Keboan dari Desa Aliyan
info gambar utama

Tradisi Kebo-keboan berasal dari suku Osing Banyuwangi, Tradisi ini merupukana bentuk rasa syukur atas panen yang meimpah dan sebagai upacara bersih desa agar seluruh warga desa mendapatkan keselamatan, dijauhkan dari marah bahaya, kesuburan sawah, dan panen yang melimpah. Tradisi Kebo-keboan di gelar setahun sekali pada bulam Muharam atau Suro jatuh pada hari minggu antar tanggal 1 sampai 10 Suro.

Sesuai dengan namanya Kebo-keboan (diambil dari Bahasa Jawa) adalah kerbau jadi-jadian yand diambil dari bahasa daerah. Dalam tradisinya tidak meggunakan kerbau yang asli tapi manusia yang di dandani sepert layaknyai kerbau lengkap dengan tanduk lancip dan kulit hitam legam yang telah dilumuri dari cairan yang terbuat dari oli dan arang, lengkap dengan lonceng yang tergantung di leher. Dengan menarik bajak layaknya kerbau asli, mereka mengelilingi desa dengan di iringi musik khas Banyuwangi.

Kerbau adalah simbol mitra pertanian, karena membantu dalam proses musim tanam hingga panen. Dilansir dari kumparan. Di Banyuwangi, ritual Kebo-Keboan menjadi tradisi yang turun-temurun yang di lakukan oleh dua Desa, yakni Desa Aliyan Kecamatan Rogojampi dan Desa Alasmalang Kecamatan Singojuruh.

Menurut budayawan Banyuwangi Hasnan Singodimayan Terdapat perdaan yang sedikit berbeda oleh Desa Aluyan dan Desa Alasmalang.

Desa Aliyan Tradisi Kebo-keboan dikenal dengan Keboan sedangkan nama Kebo-keboan lebih dikenal di Desa Alasmalang. Manusia Kerbau di desa Aliyan tidak di tentukan oleh Pemuka adat seperti Kebo-keboan di Alasmalang namun arwah leluhur yang memilih siapa yang akan menjadi Keboan.

Ritual ini Diwali dengan kenduri desa yang digelar sehari sebelum acara Keboan. Warga bergotong royong mendirikan sejumlah gapura dari janur yang digantungi hasil bumi di sepanjang jalan desa sebagai perlambang kesuburan dan kesejahteraan.

besoknya warga menggelar selamatan di empat penjuru desa, yang dilanjutkan dengan ider bumi. Para petani di dandani kerbau lalu berkeliling desa mengikuti empat penjuru mata angin. Saat berkeliling para “Kebo-keboan” itu melakukan ritual siklus bebrcocok tanam, mulai dari membajak sawah, mengairi, hingga menabur benih padi.

Para petani itu kerasukan roh gaib, mereka berjalan kerbau yang membajak sawah. Seperti berkubang, bergumul di lumpur. “Warga yang menjadi kerbau di ritual adat ini tidak bisa mengelak karena dipilih langsung oleh roh gaib leluhur. Apabila terpilih maka tindak tanduk mereka akan persis seperti kerbau, keluarga pun harus terus mendampingi selama prosesi agar kebo-keboan ini tidak mengamuk,” kata Sigit Purnomo, Kepala Desa Aliyan. Dilansir dari banyuwangikab


Sumber:kumparan, banyuwangikab

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini