Sumpah Setia Tradisi Angngaru Makassar

Sumpah Setia Tradisi Angngaru Makassar
info gambar utama

Angngaru berasal dari kata dasar aru, yang artinya adalah sumpah. Sedangkan angngaru (bersumpah) adalah ikrar yang diucapkan orang – orang Gowa pada jaman dulu. Tradisi ini biasanya diucapkan oleh abdi raja kepada rajanya, atau sebaliknya, oleh raja kepada rakyatnya.

Pada saat tampil dihadapan Sombayya (Raja/Pemerintah), tubarani yang akan angngaru berlutut dengan posisi badan yang tegap. Tangan kanan memegang badik yang terhunus. Dengan wajah yang menatap ke arah depan dengan kemantapan dan keyakinan hati, sebagai tanda kesetiaan kepada sombayya.

Pada jaman dahulu, angngaru dilakukan sebelum prajurit berangkat ke medan perang. Para prajurit terlebih dahulu harus mengucapkan sumpah aru (sumpah setia) di depan sombayya. Prajurit bersumpah untuk mempertahankan wilayah kerajaan, membela kebenaran, dan tak akan mundur selangkah pun sebelum mengalahkan musuh yang dihadapi.

Tradisi angngaru ini dapat membakar semangat prajurit sebelum berlaga di medan perang. Tradisi ini akan menumbuhkan jiwa ksatria pada tiap individu. Begitulah tradisi angngaru dilakukan pada masa peperangan.

Selepas masa perang berakhir, tradisi ini masih dilakukan. Para pejabat kerajaan yang baru dilantik harus melakukan tradisi ini. Pejabat baru mengucapkan sumpah di depan sombayya. Bahwa mereka akan bersungguh – sungguh dalam melaksanakan tugas – tugas pemerintahan kerajaan dan menjunjung tinggi kemuliaan raja.

Beberapa sumber ada yang menyebut Angngaru sebagai tarian, karya sastra, dan tradisi.

Tradisi ini berisi pesan moral, penjagaan terhadap bahaya, dan kesiagaan perlindungan. Pesan yang dibawa tercermin dari gerakan pangraru (pelaku angraru) yang disertai dengan ucapan lantang.

Hanya orang – orang tertentu yang bisa membawakan tradisi ini. Tidak sembarang orang bisa membawakan tradisi ini, karena dibutuhkan keahlian khusus. Dalam pementasannya, pelaku angngaru juga memainkan senjata khas Sulawesi Selatan. Senjata yang digunakan yakni Badik. Dalam filosofinya badik dianggap sebagai simbol penjagaan dan perlindungan.

Pada masa sekarang, angngaru sering dipertunjukkan dalam kegiatan adat, kegiatan pemerintahan, maupun dalam penyambutan tamu – tamu kehormatan. Bahkan dalam upacara pernikahan pun angngaru sering ditampilkan.

Ritual ini menyampaikan simbol jika tamu yang berkunjung akan dijamin keselamatan dan kenyamanannya selama berada di daerah yang dikunjungi.


Sumber: makassarguide.com | makassar.terkini.id

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini