Lahan NTT Disiapkan untuk Penuhi Kebutuhan Garam Nasional

Lahan NTT Disiapkan untuk Penuhi Kebutuhan Garam Nasional
info gambar utama

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno, menginginkan Indonesia swasembada garam.

Hal tersebut diungkapkan Rini setelah memanen garam di Bipolo, Kupang, Nusa Tenggara Timur, Selasa (14/8/2018).

Rini menyampaikan keinginannya bukan tanpa alasan. NTT dianggap daerah yang potensial untuk memproduksi garam yang unggul. Lahan yang sangat luas di NTT dan iklim yang sesuai bisa membantu petani garam menghasilkan garam berkualitas.

PT Garam (persero) merupakan salah satu produsen garam di sana. Memiliki lahan seluas 300 hektar. Dalam sekali panen, lahan seluas itu bisa menghasilkan 30.000 ton garam.

Keinginan Rini akan diikuti dengan pembuatan program inti plasma. Dengan program itu diharapkan nantinya akan membantu petani – petani garam di NTT. Program yang dibuat semoga bisa membantu perekonomian masyarakat sekitar.

"Nah ini kalau bisa kita manfaatkan dengan program inti plasma. Sebagian masyarakat di sini belum punya lahan, jadi mereka kalau kita bikin inti plasma mereka bisa dapat lahan juga. Mereka bukan lagi sebagai buruh, tapi bisa punya lahan juga," ucap dia kepada kompas.com.

Kebutuhan garam nasional seperti diketahui mencapai 4,2 juta ton tiap tahunnya. Kebutuhan tersebut mencakup kebutuhan untuk industri maupun rumah tangga.

Menurut Direktur Utama PT Garam (persero) Budi Sasongko, Untuk memenuhi angka kebutuhan yang besar itu diperlukan setidaknya lahan seluas 40.000 hektar.

"Sementara data KKP (lahan) milik PT Garam yang di Madura 5.000 hektar dan ditambah (lahan) nasional hanya 30.000 hektar. Jadi harus membuka lagi minimal 15.000 hektar. Itu baru (bisa) swasembada," ujar Budi kepada kompas di Kupang, Nusa Tenggara Timur, Selasa (14/8/2018).

Budi menambahkan, untuk garam konsumi rumah tangga Indonesia masih bisa dipenuhi. Namun untuk memenuhi garam industri, Indonesia masih melakukan impor.

NTT diharapkan bisa menjadi salah satu lumbung garam Indonesia. Namun kendala terjadi saat pembebasan lahan, karena kebanyakan lahan yang ada merupakan tanah adat.

"Menurut saya kendala kalau enggak clear and clear kita bisa dengan rakyat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Pertimbangan bupati barangkali masih memandang itu ulayat, kita ikuti ajalah apa yang direkomendasi bupati," pungkas Budi.

Sumber: kompas.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini