Marco Polo dan Catatan Penjelajahannya di Sumatra

Marco Polo dan Catatan Penjelajahannya di Sumatra
info gambar utama

Sebelum berdirinya Republik Indonesia, kepulauan nusantara yang terletak di antara benua Asia dan benua Australia dengan wilayah utama daratan yang terbentuk dari dua ujung Superbenua Pangaea di Era Mesozoikum (250 juta tahun yang lalu), namun bagian dari lempeng benua yang berbeda ini sejarahnya merupakan sebuah wilayah kerajaan.

Sekitar pada abad ke-4 terdapat dua kerajaan besar yakni Sriwijaya dan Majapahit. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra.

Ilustrasi Marco Polo | Sumber: The Mariner's Museum
info gambar

Namun ternyata pada era yang lebih tua telah terdapat kerajaan-kerajaan lain sebelum Sriwijaya yang dicatat oleh Maro Polo, seorang pedagang, penjelajah, dan penulis. Catatan tersebut dituliskan berdasarkan pengalaman perjalanannya bersama sang ayah dan pamannya yang juga merupakan pedagang asal Venesia.

Marco Polo pernah mendeskripsikan pesisir utara Sumatra kepada Eropa yang relatif akurat meski banyak yang tidak mempercayai kisahnya tersebut.

Peninggalan kerajaan Sriwijaya | Sumber: wowasiknya.com
info gambar

Marco Polo menyebut daerah di Asia Tenggara yang ia tinggali cukup lama pada 1290-an tersebut (Pulau Sumatra) sebagai "Jawa Kecil". Kunjungan keluarga Marco Polo kala itu bertepatan dengan pembentukan negara pelabuhan Islam pertama di sepanjang pantai utara Pulau Sumatra.

Marco Polo hanya menjelaskan empat kerajaan di catatannya dari delapan kerajaan yang ada di Pulau Sumatra yang memiliki bahasa masing-masing yang ia singgung di awal catatannya.

Kerajaan pertama adalah Kerajaan Ferlec atau Perlak. Penduduk Kerajaan Perlak menyembah berhala. Seiring dengan seringnya melakukan kontak dengan pedagang Saracen yang berlabuh disana, para penduduk kota menganut ajaran Muhammad, sedangkan penduduk desa masih hidup seperti binatang.

Kemudian kerajaan kedua ialah Kerajaan Basman atau Peusangan. Penduduknya mengaku setia pada Kubilai Khan. Namun, mereka tak mengirim upeti kepada kaisar Mongol itu. Lokasi mereka yang terpencil sulit terjangkau oleh utusan Mongol. Mereka hidup tanpa hukum dan menganut hukum binatang buas dan kejam.

“Tak ada satu pun tempat di seluruh Hindia atau pun di wilayah lain yang lebih liar pernah ditemukan manusia yang begitu kecil sebagaimana yang ada di sini,” catat Marco Polo.

Ketiga, Kerajaan Sumatra atau Samudera, yang kemudian dikenal sebagai Pasai. Bersama sang ayah dan paman, Marco Polo tinggal di sana selama lima bulan, sembari menunggu cuaca yang lebih bersahabat untuk melanjutkan perjalanan. Penduduk di sana memuja berhala dan orang-orangnya liar. Mereka punya raja yang kaya dan sangat berkuasa. Sang raja pun menyatakan dukungan pada Khan Yang Agung.

Keempat, Kerajaan Dragoian atau Pidie. Kerajaan ini punya raja dan bahasa sendiri. Masyarakatnya juga menyatakan dukungan pada Khan Yang Agung. Mereka menyembah berhala.

Ilustrasi Ibn Battuta | Sumber: Famous People
info gambar

Kemudian Ibn Battuta , seorang ahli geografi dan penjelajah asal Maroko sampai di Kerajaan Samudera Pasai pada 1345 dan keadaan Pulau Sumatra sudah berubah. Kota yang dia catat dengan nama Sumutra itu, sudah diperintah seorang sultan. Mereka punya kadi dan ahli hukum. Sang sultan juga rajin sembahyang Jumat.

“Sebuah kota yang besar dan indah, yang dikelilingi dinding dan menara-menara kayu,” ujar Batuta dalam catatannya yang disusun sepuluh tahun kemudian dalam perjalanan kembali ke Maroko.


Sumber: Historia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini