Bagaimana Persiapan Indonesia Menjadi Tuan Rumah Asian Games 1962 Dulu?

Bagaimana Persiapan Indonesia Menjadi Tuan Rumah Asian Games 1962 Dulu?
info gambar utama

Tentunya kita sudah melihat perjalanan persiapan penyelenggaraan Asian Games 2018 yang dilaksanakan di ibukota Indonesia dan juga Palembang. Mulai dari pembangunan dan revitalisasi sarana dan prasarana, sampai dekorasi besar-besaran di sudut-sudut kota dalam menyambut perhelatan olahraga akbar se-Asia tersebut.

Pun sudah tentu pula kita sudah mengetahui bahwa Asian Games 2018 ini merupakan kali kedua diselenggarakan di tanah air, sejak pertama kalinya tahun 1962. Berarti sudah 56 tahun lamanya sejak penyelenggaraan pertama di Jakarta.

Melihat seremoni pembukaan serta megahnya Jakarta dan Palembang terkait penuansaan Asian Games tersebut, apakah pernah terpikir, bagaimana penyelenggaraan Asian Games di Indonesia 56 tahun yang lalu? Mengingat 5 dekade bukanlah waktu yang sebentar, tentu banyak sekali perubahan-perubahan yang dialami baik dari segi sistem penyelenggaraan hingga fasilitas dan sarana prasarana.

Meski pun pada tahun 1947 sudah terbentuk Komite Olimpiade Indonesia (KOI) yang diketuai oleh Sultan Hamengkubuwono sebagai persiapan Olimpiade 1948, namun fasilitas, sarana dan prasarana hampir belum tersedia sepenuhnya kala itu.

“kalau bicara soal Asian Games tahun 1962, kita belum ada apa-apanya, kita belum punya lapangan sepak bola kecuali satu, yaitu IKADA. Hanya 15 ribu kapasitas penonton dan saya yakin, lapangannya seadanya di zaman itu”, jelas Asep Kambali, pada talkshow yang diadakan di Museum Sejarah Jakarta, Minggu (19/08) lalu.

“kalau lihat foto-fotonya juga, dulu orang-orang yang nonton masih pakai sarung”, tambah sang founder Komunitas Historia tersebut pada talkshow yang bertajuk “Semangat Asian Games 1962 dalam Suksesnya Asian Games 2018”.

Ditambah lagi, kata Asep, saat itu inflasi ekonomi mencapai 630-660%. Uang saat itu, selain sebagai persiapan Asian Games 1962, juga untuk menumpas pemberontakkan. Saat itu negara kita dihina karena kondisi ekonomi dan belum adanya fasilitas apapun.

Bahkan, Hotel Indonesia baru dibangun pada 1962 sebagai hotel pertama yang representatif untuk tamu-tamu negara terkait penyelenggaraan Asian Games. Anggota federasi olimpiade Asia melihat bahwa saat itu Indonesia tidak akan mampu.

Belum lagi pemberontakkan seperti PRRI, Permesta, DI/TII, RMS, Abdul Aziz, APRA dan Westerling yang masih membayangi perpolitikkan Indonesia saat itu. Tentara Indonesia masih sibuk menumpas pemberontakkan di sana-sini.

“untunglah kita waktu itu dekat sekali dengan Uni Sovyet. Oleh mereka, uang mudah sekali diberikan. Untuk membangun Gelora Bung Karno saja, misalnya, membutuhkan 12,5 juta US$ dan langsung diberikan”, jelas Asep. “Biarpun hal tersebut juga menjadi tanda-tanda kehancuran Indonesia di waktu selanjutnya”.

Ketika dipercaya menjadi tuan rumah, Bung Karno sebagai presiden Indonesia berjanji untuk mempersiapkan penyelenggaraan Asian Games 1962 dengan sebaik-baiknya. “taruhannya adalah nyawa saya dan seluruh rakyat Indonesia”, seru Asep mengulang kembali apa yang disampaikan Bung Karno.

Bahkan Soekarno mengeluarkan surat keputusan penguasa perang tertinggi, yang ditujukan kepada para pengusaha dan para menteri serta pelaku BUMN, yang dimaksudkan agar semua rakyat Indonesia ikut mendukung.

Pada talkshow yang dipandu oleh Asep ‘Cepy’ dan juga dihadiri oleh Amin Rahayu, penulis buku “Asian Games 1962” tersebut, dibawakan beberapa dokumen lama berisi berita-berita persiapan Asian Games 1962 dulu.

Diketahui dari dokumen tersebut bahwa Kedu, sebuah kecamatan di kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, ditugasi mengirim satu gerbong lembu untuk persiapan Asian Games 1962. “ketika itu semua orang seperti berperang”, jelas Asep.

Indonesia saat itu tidak memiliki apa-apa, sehingga semua daerah diminta untuk berkontribusi maksimal demi terselenggaranya Asian Games. Dulu, ketua pelaksana Asian Games 1962 adalah Maladi, Menteri Olahraga saat itu, dan wakilnya adalah Soemarno, Gubernur DKI Jakarta saat itu.

Sekitar empat kampung pemukiman warga di sekitar Senayan pun dipindahkan ke daerah Tebet dan pinggir kota, melibatkan dua ribu warga, sehingga Senayan menjadi kompleks olahraga terbesar se-Asia Tenggara hingga saat ini.

Kesuksesan penyelenggaraan Asian Games 1962 memang diakui semua pihak, termasuk GD Sondhi, pemrakarsa Asian Games. Terlihat dari desain temu gelang tanpa tiang di GBK, yang dianggap unik dan cerdas di masanya. Semangat dan pengorbanan demi harga diri bangsa terlihat jelas pada peninggalan-peninggalannya yang hingga saat ini masih berdiri utuh dan megah dan dapat kita nikmati.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini