Di Minahasa Terdapat Desa Ekowisata

Di Minahasa Terdapat Desa Ekowisata
info gambar utama

Ratusan warga desa Popareng berkumpul di pesisir pantai, Sabtu (18/8/2018). Di sana, ada anak-anak yang menggambar kehidupan laut, lalu mewarnainya. Ada pula sejumlah nelayan yang menghias perahu. Pada siang hari, ibu-ibu dari desa itu datang membawa makanan dan meletakkannya di beberapa meja yang agak panjang. Kegiatan-kegiatan tadi merupakan bentuk keterlibatan warga dalam memeriahkan Kemerdekaan Republik Indonesia, serta mendukung penetapan “Role Model Ekowisata”.

Desa Popareng, kabupaten Minahasa Selatan, Sulawesi Utara, merupakan bagian dari kawasan Taman Nasional (TN) Bunaken. Ia termasuk salah satu desa, selain desa Poopoh kabupaten Minahasa, yang ditetapkan sebagai role model ekowisata. Beberapa destinasi yang menjadi unggulan desa Popareng adalah wisata menyusuri mangrove, snorkeling dan diving, pengamatan burung, wisata budaya batu tada, batu tumanik, serta waruga.

Balai TN Bunaken, penggagas program itu menetapkan tema “Harmonisasi Alam dan Budaya”. Farianna Prabandari, Kepala Balai Taman Nasional Bunaken mengatakan, lewat tema itu masyarakat setempat diharap dapat mengkombinasikan potensi keindahan laut serta ciri khas budaya setempat, seperti kesenian, kuliner hingga aktivitas melaut. Kemudian, melalui program ini, mereka berharap dapat memacu masyarakat desa Popareng dalam mengembangkan ekowisata.

Role model desa ekowisata merupakan lanjutan dari program Pemberian Akses Area Perikanan (PAAP). Jika sebelumnya warga diberi hak melakukan penangkapan ikan di zona tradisional TN Bunaken, kini otoritas setempat mengembangkan program tersebut ke sektor pariwisata. Program-program tadi diyakini dapat menambah ruang usaha, serta meningkatkan perekonomian warga setempat.

Parade perahu hias di desa Popareng, Minahasa Selatan, Sulut dalam memeriahkan Kemerdekaan Republik Indonesia. Foto : Themmy Doaly/Mongabay Indonesia
info gambar

Sebagai bentuk dukungan pada masyarakat, kata Farianna, Balai TN Bunaken telah menyelenggarakan sejumlah program pemberdayaan. Misalnya, bantuan perahu ketinting, pelatihan kewirausahaan, pengolahan sampah jadi cinderamata, pembuatan produk olahan pangan, hingga pelatihan menyelam.

“Bahkan, pada bulan April 2018, kami telah menyampaikan pembelajaran penting dalam menggerakkan komunitas, khususnya desa Popareng dalam pertemuan BIMP-EAGA di Kinibalu, Malaysia,” terang Farianna kepada Mongabay Indonesia di desa Popareng, Sabtu (18/8/2018). “Harapan kami, khususnya pada pemerintah desa, dapat mendorong serta memanfaatkan potensi-potensi yang ada.”

Setelah desa Poopoh dan Popareng, Balai TN Bunaken berencana akan kembali menetapkan sejumlah daerah sebagai desa ekowisata. Karena, selain konservasi dan rehabilitasi kawasan hutan, pembentukan desa wisata baru merupakan salah satu program dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. “Kami berharap, semua pihak dapat melanjutkan apa yang kami rintis. Selanjutnya, kegiatan-kegiatan yang sudah ada, diteruskan,” ujar Farianna.

Kondisi perairan di desa Popareng, Minahasa Selatan, Sulut. Foto : Balai TN Bunaken/Mongabay Indonesia
info gambar

Frengky Toar, Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Minahasa Selatan mengatakan, pemerintah kabupaten mengapresiasi penetapan desa Popareng sebagai role model ekowisata. Dia menilai, program tersebut sejalan dengan rencana pembangunan pemerintah kabupaten di sektor pariwisata.

“Tadi kami juga memberikan SK Desa Wisata pada pemerintah desa Popareng. Kemudian, pada tahun ini, Pulau Sepatu akan dijadikan daerah pariwisata. Ini untuk mengangkat taraf hidup masyarakat.”

Karena tempat ini jauh dari hotel, kami mendorong warga untuk mendirikan homestay. Kemudian, kami bikin lomba homestay untuk memotivasi warga supaya mengutamakan kenyamanan tamu. Kami juga sudah komunikasi dengan pemerintah desa untuk menjamin keamanan,” ujar Frengky Toar.

Perwakilan lembaga pemerintah, dalam rangkaian kegiatan itu, juga sempat mengunjungi 5 homestay di desa Popareng. Dengan biaya Rp300 ribu wisatawan dapat memanfaatkan jasa penginapan di desa itu.

Kegiatan lain dalam penetapan role model desa ekowisata adalah pembagian bantuan kepada warga setempat. Misalnya, bantuan motor katinting pada kelompok Cahaya Tatapaan dari Balai TN Bunaken dan Dinas Kelautan dan Perikanan Sulut, bantuan bibit tanaman buah-buahan dari Lantamal VIII, serta pemberian alat tangkap jaring ikan dari DKP Minahasa Selatan.

Hutan Mangrove menjadi salah satu destinasi unggulan di desa Popareng, Minahasa Selatan, Sulut. Foto : Balai TN Bunaken/Mongabay Indonesia
info gambar

Partisipasi Warga Desa Popareng

Warga desa Popareng, sebagai bentuk dukungan pada program ekowisata, juga melakukan beberapa kegiatan. Di antaranya, terlibat dalam promosi wisata, pengembangan usaha ekonomi, hingga upaya-upaya menjaga ekosistem di sekitar perairan desa Popareng.

Sem Sambur, Ketua Kelompok Cahaya Tatapaan mengatakan, sejak dua tahun lalu warga desa Popareng sudah melibatkan diri dalam patroli maupun monitoring karang, ikan dan sumberdaya laut. Kini, sebagai upaya mendukung ekowisata, pihaknya bahkan sudah menjalin komunikasi dengan beberapa pelaku usaha pariwisata di Manado dan Jakarta.

“Bahkan kami diminta tandatangan MoU dengan perusahaan wisata di Jakarta, untuk promosi. Misalnya mereka ada tamu, mereka akan arahkan ke sini. Tapi, kami belum terima karena belum launching (role model desa ekowisata),” terangnya ketika diwawancara Mongabay Indonesia.

Yano Lengkong, Kepala Seksi Kesejahteraan Rakyat Desa Popareng menambahkan, warga juga berpartisipasi dalam mengembangkan produk olahan perikanan tangkap. Misalnya dengan membuat produk abon dan bakso tuna.

Menurut dia, ekowisata dapat menjadi solusi untuk mengembalikan kejayaan sektor kelautan dan perikanan di desa Popareng. Dengan menjaga laut dari praktik-praktik perusakan, serta melakukan pengkayaan karang dan penanaman mangrove, maka ikan-ikan di sana akan bertambah banyak. Dampak lanjutannya, keindahan alam dapat menarik minat wisatawan untuk mengunjungi desa tersebut.

“Di sela-sela itu, ibu-ibu bikin usaha seperti abon dan bakso ikan Tuna. Jadi, bapak-bapak kerja di laut, ibu-ibu mengolah hasil tangkapan,” demikian dikatakan Yano. “Di sini kan sering orang snorkeling, produk-produk itu dipajang di sekretariat. Mereka bisa beli. Produknya juga dipasarkan ke pasar lokal.”


Sumber: Diposting ulang dari Mongabay Indonesia atas kerjasama dengan GNFI

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini