Dulu, Penyelenggaraan Asian Games 1962 di Indonesia Diibaratkan Lonceng Kematian

Dulu, Penyelenggaraan Asian Games 1962 di Indonesia Diibaratkan Lonceng Kematian
info gambar utama

Hampir setiap warga Asia saat ini sedang ramai membicarakan seputar Asian Games 2018 yang diselenggarakan di Jakarta dan Palembang, Indonesia.

Baik mengenang acara pembukaan yang spektakuler, jalannya pertandingan dan perolehan medali, hingga acara penutupan yang sangat menghibur dan pecah!

Ajang olahraga multicabang akbar ke 18 ini resmi ditutup. Namun, semangat, kemeriahan dan historinya akan selalu teringat di benak masyarakat Indonesia, khususnya.

Para petugas sukarelawan, kru, staf dan petugas-petugas transportasi dan kebersihan patut bangga akan kontribusi mereka yang tidak hanya membanggakan Indonesia tetapi juga Asia

Dibalik semua pencapaian tersebut, siapa yang menyangka bahwa perhelatan Asian Games 2018 akan semegah dan semeriah ini? Bahwa sebenarnya Indonesia bukanlah tuan rumah olimpiade yang ditunjuk langsung, namun hanya kandidat, yang akibat dua negara pesaingnya mengundurkan diri, jadilah Indonesia sebagai tuan rumah.

"Sampai bulan Maret 2015, sejak Vietnam mengundurkan diri sebagai tuan rumah Asian Games 2018 pada September 2014, Keputusan Presiden Republik Indonesia mengenai kepanitiaan Asian Games 2018 tersebut belum juga turun", kata Asep Kambali.

Pun awalnya, yang mengajukan dari Indonesia adalah kota Surabaya. Namun perlahan diberikan kepada Jakarta sebagai ibukota dan Palembang yang tahun lalu sukses dengan penyelenggaraan SEA GAMES, ajang olahraga multicabang se-Asia Tenggara.

Dilihat-lihat, kondisinya kurang lebih sama seperti penyelenggaraan Asian Games 1962 lalu, Indonesia saat itu belum siap, sepenuhnya. "Bahkan ada ungkapan dulu itu, 'lonceng kematian dari Jakarta telah berbunyi'", tambah Amin Rahayu, menggambarkan suasana menegangkan saat itu dalam persiapan Asian Games keempat tersebut.

Bagaimana tidak, kala itu Indonesia masih belum punya fasilitas yang memadai dan representatif untuk arena tanding mau pun akomodasi. Hotel Indonesia dan Gelora Bung Karno baru dibangun juga kala itu.

Bukan hanya fasilitas, kondisi ekonomi dengan inflasi ratusan persen dan pemberontakkan di sana-sini menjadi alasan negara-negara lain awalnya meragukan Indonesia. Bahkan bukan hanya negara lain, Muhammad Hatta, sang wakil presiden Republik Indonesia ikut membujuk sang presiden.

Tapi, presiden tetap ngotot! Bersikeras bahwa Indonesia mampu dan siap menjamu tamu-tamu negara dan para atlet. Semangatnya makin dibujuk makin menggelora.

Terlebih, surat perintah yang dikirimkan oleh Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia tersebut, kepada para gubernur se-Indonesia saat itu, berupa surat perintah perang tertinggi!

Ya, Indonesia kala itu harus berjuang melawan rasa malas dan egois demi mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia di mata dunia melalui ajang Asian Games 1962.

Tentunya harkat dan martabat bangsa merupakan taruhan tertinggi sang presiden pertama dan juga seluruh rakyat Indonesia. Bila penyelenggaraan terbukti gagal, maka habis sudah kepercayaan dunia kepada sang tuan rumah.

Penggusuran harus dialami warga Senayan ke Tebet dan pinggiran kota, untuk membangun sebuah kompleks olahraga yang kelak menjadi yang terbesar di Asia Tenggara.

Warga Kedu, Jawa Tengah, juga diminta mengirimkan satu gerbong lembu untuk keperluan Asian Games 1962 di Jakarta.

7000 peti minuman soda Coca Cola dihabiskan untuk keperluan konsumsi tamu-tamu negara dan para atlet selama penyelenggaraan, mulai dari 24 Agustus sampai 4 September 1962.

Namun semua terbayar dengan keberhasilan penyelenggaraannya. Memang terdapat beberapa hambatan, namun bukanlah hambatan dalam hal fasilitas dan sarana prasarana, namun politik dengan dunia luar, yang kemudian memicu terjadinya Games of the New Emerging Forces (Ganefo) yang diprakarsai oleh Soekarno.

Bahkan dengan Ganefo tersebut, dunia luar makin memperhitungkan kemampuan Indonesia. Pembangunan-pembangunan di Jakarta saat itu menjadi bekal bagi penyelenggaraan Asian Games 2018.

Dengan demikian pada penyelenggaraan Asian Games 2018 ini, target pemerintah adalah bukan hanya sukses penyelenggaraan dan sukses prestasi, tapi juga sukses administrasi, sukses promosi dan sukses histori, seperti yang disimpulkan oleh Asep Kambali dan Amin Rahayu pada talkshow Napak Tilas Asian Games 1962 di Museum Sejarah Jakarta, Sabtu (19/08) lalu.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini