Mengenal Suku Bajo, Para Pemburu dan Penjaga Lautan Nusantara

Mengenal Suku Bajo, Para Pemburu dan Penjaga Lautan Nusantara
info gambar utama

Lautan merupakan kekayaan alam yang dimiliki Indonesia. Sebagai negara kepulauan, alam laut adalah sumber penghidupan bagi jutaan orang yang hidup di Nusantara. Termasuk bagi para suku Bajo yang dikenal sebagai para pemburu dari lautan.

Suku Bajo merupakan masyarakat yang memiliki tradisi yang berbeda dibandingkan dengan masyarakat lainnya. Suku ini memutuskan untuk tinggal dan hidup di lautan mulai dari lahir hingga akhir hayat. Hal inilah yang kemudian menjadi daya tarik suku Bajo laut karena mereka mampu beradaptasi dengan lautan bahkan mampu untuk menyelam di kedalaman laut untuk berburu tanpa menggunakan peralatan penyelaman seperti pada umumnya.

Berkat kemampuan mereka tersebut, dunia internasional menaruh perhatian khusus terhadap suku Bajo. Mulai dari para peneliti hingga jurnalis yang ingin mendengar cerita maupun bagaimana cara mereka bisa bertahan hidup di lingkungan yang ekstrim.

Ilmuwan bahkan mengatakan bahwa tingkat adaptasi para suku Bajo telah mencapai tingkat adaptasi biologis yang artinya kemampuan mereka beradaptasi dengan lautan terus diturunkan dari generasi ke generasi. Hal ini sangat berbeda dengan manusia pada umumnya yang adaptasinya terjadi karena lingkungan daratan seperti makanan ataupun iklim.

"Mereka adalah orang yang asing dengan daratan," kata ahli Antropologi dari University of Hawaii, Rodney C. Jubilado seperti dkutip dari New York Times.

Suku Bajo saat ini dapat ditemukan dibeberapa tempat seperti Indonesia, Malaysia dan Filipina. Namun yang cukup terkenal adalah masyarakat Bajo yang berada di Indonesia. Mereka tinggal di rumah-rumah panggung di atas perairan dangkal dan menggunakan perahu atau sampan sebagai alat transportasi dan mencari buruan.

Cara masyarakat Bajo untuk berburu juga sangat berbeda dengan manusia darat. Mereka berburu ikan dengan menggunakan tombak tembak. Layaknya pemburu di hutan belantara, mereka harus bisa mengendap-endap untuk mendapatkan buruannya. Namun bedanya, mereka harus bisa melakukan pengintaian buruan di dasar laut sembari menahan nafas selama mungkin.

Penelitian Melissa Ilardo seorang peneliti dari University of Copenhagen pada tahun 2015 menemukan bahwa masyarakat Bajo di Sulawesi memiliki organ dan kemampuan reflek menyelam yang khas.

Dari sisi organ, masyarakat Bajo dinilai memiliki ukuran limpa yang 50 persen lebih besar dari orang Saluan yang menjadi sampel penelitian Dr. Ilardo. Organ limpa memiliki fungsi untuk menyaring darah dengan efektif. Semakin efektif darah untuk mengangkut oksigen maka seseorang akan semakin mampu menahan nafasnya.

Sementara dari reflek menyelam, masyarakat Bajo mampu memperlambat detak jantungnya sehingga mengurangi sirkulasi darah. Sirkulasi darah yang lambat akan memperlambat aktifitas paru untuk meminta suplai udara.

Meski memiliki kemampuan yang berbeda dari manusia pada umumnya, masyarakat Bajo tetaplah manusia biasa. Resiko dari cara hidup mereka tetap ada seperti pecah gendang telinga dan mati tenggelam. Dua hal tersebut adalah resiko yang harus dihadapi oleh para pemburu sekaligus penjaga lautan tersebut.

Mereka sebagai pemburu lautan, percaya bahwa laut adalah anugerah Tuhan yang harus dijaga kelestariannya. Itu sebabnya mereka berusaha untuk tetap mencari penghidupan dengan menggunakan cara-cara tradisional yang tidak merusak alam. Karena mereka juga percaya bahwa Pengngorong Sappa (penjaga karang) akan marah bila manusia merusak lautan.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini