Manusia Kerbau Meriahkan Tradisi Adat Asal Banyuwangi

Manusia Kerbau Meriahkan Tradisi Adat Asal Banyuwangi
info gambar utama

Desa Alasmalang Kecamatan Singojuruh Banyuwangi memiliki sebuah tradisi adat yang bernama Kebo-keboan. Tradisi adat tersebut berlangsung meriah hari ini (23/09/18) dengan raihan apresiasi langsung dari Dirjen Kebudayaan Kemendikbud RI, Hilmar Farid.

Kebo-keboan digelar setiap bulan Suro penanggalan kalender Jawa dengan masyarakat yang sudah menanti-nanti kehadirannya untuk disaksikan bersama proses ucap syukur kepada Tuhan oleh masyarakat Alasmalang. Tradisi ini juga merupakan doa, agar proses tanam di tahun depan dapat menghasilkan panen yang melimpah.

Seorang warga yang berdandan layaknya kerbau saat beraksi dalam acara Ritus Kebo-keboan di desa Alasmalang, Singojuruh, Banyuwangi, (11/2). TEMPO/Fully Syafi
info gambar

Tradisi tersebut dinamakan kebo-keboan melainkan karna salah satu prosesinya terdapat puluhan manusia kerbau yang berkeliling di empat penjuru mata angin disertai pula Dewi Sri sebagai simbol kesuburan masyarakat agraris, yang ditandu mengikuti manusia kerbau diarak.

Dikutip dari Tempo.co, "nilai dari budaya ini mempunyai makna, festival kebo-keboan ini dalam rangka menyambut kehidupan mengenal alam, dan menjadi tradisi yang memiliki nilai besar bagi masyarakat. Dan saya salut, warga berhasil melestarikan, bahkan semua swadaya dan bergerak bersama. Satu kata untuk Alasmalang, hebat," ujar Hilmar Farid.

Menurutnya juga dari satu kegiatan ini Banyuwangi berhasil membuatnya spesial atas gabungan pariwisata, sosial, pendidikan, dan juga tentunya kebudayaan yang terkandung di dalamnya.

"Pendapatan masyarakat juga tumbuh dan ini seiring semangat yang terus tinggi demi menjaga kebudayaan di kampung-kampung Banyuwangi. Maka pantaslah saya menyebut ini event nasional karena tujuannya bukan hanya untuk Alasmalang dan Banyuwangi, tapi juga untuk Indonesia," ucap Hilmar.

Ritual kebo-keboan | Sumber: Arteri News
info gambar

Ada dua desa yang memiliki tradisi yang hampir sama. Namun di dua desa itu, Pemkab hanya mengemas tanpa mengubah dan mengganggu ritual adat aslinya.

"Banyuwangi memiliki cara memberi penghargaan kepada masyarakat melalui tradisi budaya, dengan dihormati maka masyarakat akan berkembang dengan sendirinya," ujar Abdullah Azwar Anas selaku Bupati Banyuwangi.

Sementara itu, Ketua Panitia Indra Gunawan menjelaskan tradisi ini merupakan selamatan desa sebagai ucapan syukur masyarakat tani atas hasil limpahan panen dan doa buat musim tanam di tahun depan. Dulu, kata Indra Gunawan, acara ini hanya sebatas kegiatan ritual biasa di desa di sekitar sawah dan perkampungan. "Namun dengan sentuhan pemkab, acara ini dikemas kolosal yang bisa meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar," ujarnya.


Sumber: Tempo.co

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini