Lutung Jawa Ini Hidup Bebas Kembali di Kondang Merak

Lutung Jawa Ini Hidup Bebas Kembali di Kondang Merak
info gambar utama

Pepohonan tinggi menjulang. Kicau burung bersautan saat memasuki hutan lindung Kondang Merak, Sumbermanjing Kulon, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Para relawan dan perawat satwa (animal keeper) dari Javan Langur Center (JLC) membangun rumah jaring seluas lapang bola voli. Dalam jaring, tiga lutung jawa (Trachypithecus auratus) tengah bergelayut di ranting pohon.

Ketiga lutung ini terdiri dari Aspen, jantan dewasa repatriasi dari Kebun Binatang Howletts, Inggris. Juga dua lutung dewasa betina yakni Mayang dan Kunyit, translokasi dari pusat rehabilitasi primata Jawa di Patuha Bandung. Lutung menempati rumah jaring sejak lima hari lalu untuk beradabtasi sebelum dilepasliarkan.

Lutung Jawa merupakan satwa endemik Pulau Jawa tersebar di sejumlah hutan yang tersisa di pulau ini. Secara spesifik lutung di Jawa Timur, berbeda dengan lutung Jawa di Jawa Barat. Lutung di Jatim memiliki bulu berwarna hitam keputih-putihan, secara genetik ada yang berwarna oranye, seperti kunyit. Lutung di Jabar dan Banten bulu berwarna hitam legam (eboni).

Menjelang siang, Kamis (20/9/18) itu, perawat satwa JLC, Anang Eko Priyanto, membuka papan sebagai pintu keluar rumah jaring. Setelah pintu terbuka, ketiga lutung tetap bermain bergelantungan di dahan pohon.

Tiba Aspen melompat, merayap batang menuju pintu keluar.

Mayang dan Kunyit, asyik bermain di rumah jaring. Keduanya bergantian mencari kutu, aktivitas yang biasa dilakukan lutung di alam liat sebagai koloni. Setelah ditunggu selama 20 menit, bergantian Mayang dan Kunyit, keluar rumah jaring. Ketiganya bergelantungan di sekitar rumah jaring, sembari memakan aneka daun muda pepohonan.

“Saat siang biasa mencari kutu dan beristirahat,” kata Anang.

Lutung Jawa, yang baru lepas liar. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia
info gambar

Biasanya, lutung cepat beradabtasi dengan lingkungan alami. Selama tiga bulan, dia bersama lima perawat satwa JLC akan memonitoring lutung-lutung ini. Pengamatan intensif, katanya, untuk melihat sosialisasi kelompok lutung dan perilaku di alam.

“Sampai sealamiah mungkin, seperti di alam liar,” katanya.

Sucipto, perawat satwa JLC mengatakan, selama tiga bulan akan mengawasi lutung yang dilepasliar. Setiap pagi, katanya, lutung berpindah tempat. Awalnya, berada di sekitar kandang atau rumah jaring, namun terus bergerak menjelajahi hutan lindung. Jelajah alamiah lutung, katanya, sekitar empat sampai lima hektar.

Untuk mengamati, Sucipto bersama perawat satwa lain berdiam di dalam hutan. Dia membawa bekal makanan instan selama pengamatan.

Hasil pengamatan dicatat untuk data perkembangan perilaku lutung di alam.

Pelepasliaran JLC yang didukung The Aspinall Foundation ini ada dua kelompok. Kelompok kedua terdiri dari jantan dewasa Celery, repatriasi dari Inggris dan Mingky, betina dewasa sitaan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BB-KSDA) Jawa Timur.

Berbeda dengan Aspen, yang terlihat lama keluar rumah jarring, Celery dan Mingky, langsung merayap, melompat keluar rumah jaring. Kedua lutung langsung bertengger di pepohonan dan melahap dedaunan muda. “Di sini melimpah bahan makanan lutung, dedaunan dan buah,” katanya.

Berbagai pohon yang menyimpan pakan alami seperti daun budengan, laban, bendo, kaliadra dan serut. Lima perawat satwa JLC ini selama sepekan mengamati dan memilih lokasi pelepasan dan membuat rumah jaring.

***

Sebelum lepas di alam, lutung menjalani berbagai tahap persiapan yang panjang dan rumit. Tahap awal, lutung yang masuk JLC di Coban Talun, Bumiaji, Kota Batu, menjalani serangkaian pemeriksaan kesehatan meliputi penyakit menular seperti TBC, hepatitis, HIV dan herpes. Lantas lutung dilatih mengenal pakan alami seperti dedaunan dan buah.

Selanjutnya, dibentuk kelompok lutung lebih dulu dalam kandang sosialisasi. Tak mudah menyatukan lutung dalam satu kelompok. Kadang ada lutung menolak kehadiran anggota baru dengan peringai bermusuhan dan berkelahi.

Kandang lutung di JLC terbuat dari tiang penyangga berbahan bambu dan jaring. Kandang utama setinggi delapan meter, panjang 15 meter dan lebar sembilan meter. Di tengah kandang dibangun lorong terhubung dengan kandang adaptasi berukuran 4×4 meter. Di bagian dalam ada berbagai jenis ranting dan pepohonan untuk pijakan.

“Mengenalkan lutung terhadap tekstur batang kayu, untuk pijakan kaki dan ayunan tangan,” kata Iwan Kurniawan, manajer JLC. Lutung yang lama dipelihara manusia perilaku tak alami lagi. Bahkan kadang memakan sayur, nasi, dan ubi. Di alam, katanya, lutung makan daun dan buah.

Setelah terbentuk kelompok, lutung belajar cara bertahan hidup di hutan liar. Berkelompok hidup mencari pakan dan menghindari predator berupa elang, macan tutul dan kucing hutan.

Hutan lindung Kondang Merak merupakan habitat macan tutul, merak hijau, kukang Jawa, bintarong, piton, babi hutan, kijang, elang Jawa dan kucing hutan. Kondang Merak dipilih, katanya, karena kondisi relatif bagus.

Kondang Merak, merupakan wilayah kelola Perum Perhutani Resor Pengelolaan Hutan (RPH) Sumbermanjing Kulon sekitar 2.000 hektar. Sayangnya, belakangan kawasan terbelah (terfragmentasi) Jalan Lintas Selatan (JLS) dan wisata pantai, diperkirakan tersisa sekitar 1.200 hektar.

“Berkurang 30%,” kata Iwan.

Tiga dari lima lutung Jawa, yang lepas liar Kondang Merak. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia
info gambar

Ada perkembangan?

JLC terus mengevaluasi daya dukung habitat lutung Jawa. Analisisnya, menemukan perkembangan populasi lutung cukup baik. Pada penelitian 2009-2010, JLC tak menemukan lutung Jawa dalam kelompok besar.

“Satu kelompok hanya tiga dan dua. Populasi sekitar 50,” katanya.

Bahkan, ada populasi prematur, kelompok tak memiliki pejantan. Ada lutung sendirian, tak memiliki kelompok. Kondisi ini, dia perkirakan karena perburuan, pejantan dan induk lain ditembak.

Selama empat tahun terakhir, berkembang sekitar 270 lutung Jawa. JLC melepaskan delapan kali, total 48. Hasil monitoring menemukan, lutung dilepasliarkan bergabung dengan kelompok liar. Pejantan mendapat betina liar banyak dan masuk ke kelompok liar. “Dinamika sosial di alam, beranak pinak. Ada 37 bayi lahir di alam,” katanya.

Pelepasliaran lutung, kata Iwan, penting untuk menambah populasi di alam juga fresh blood yang berfungsi memperkaya genetika. Genetika bagus dan beragam agar reproduksi meningkat. Reproduksi lutung terhambat selain penyakit dan pakan juga perkawinan sedarah atau inses.

Satwa langka

Kuswana, Kepala Resor Konservasi wilayah Malang BB-KSDA Jawa Timur, menjelaskan, sejak 1999 spesies lutung Jawa masuk kategori satwa langka dalam Appendix II. Ia dilarang diburu dan diperdagangkan. The International Union for Conservation of Nature (IUCN) memasukkan lutung Jawa dalam daftar merah satwa terancam punah.

Empat tahun kemudian berubah jadi rentan dengan kondisi populasi menyusut dan habitat rusak. Selama 36 tahun terakhir atau tiga generasi populasi lutung Jawaterus menyusut. Usia rata-rata lutung 12 tahun.

JLC memonitoring populasi lutung Jawa 10 tahun lalu di Jatim. Hasilnya, populasi lutung sekitar 2.700 tersebar di sejumlah lokasi. Sekitar 60% menempati taman nasional, suaka marga satwa dan taman hutan raya sebagai habitat aman. Data akan diperbarui kembali untuk mengetahui ancaman kepunahan.

Lutung Jawa ini lepas liar di hutan lindung Kondang Merak. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia
info gambar


Sumber: Diposting ulang dari Mongabay Indonesia atas kerjasama dengan GNFI

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini