Inilah Menteri Peranan Wanita Pertama di Indonesia!

Inilah Menteri Peranan Wanita Pertama di Indonesia!
info gambar utama

Ia adalah Lasijah Soetanto. Perempuan kelahiran Bantul, 13 Agustus 1924 yang sedari kecil memiliki hasrat cukup tinggi dalam ilmu pengetahuan. Sebelumnya ia menamatkan pendidikan dasar di HIS Yogyakarta pada tahun 1937. Kemudian ia melanjutkan pendidikannya di MULO Yogyakarta dan dinyatakan lulus tiga tahun berikutnya.

Saat remaja, Lasijah mengikuti kepanduan yang kemudian disana ia juga bertemu dan berkenalan dengan RM Soetanto Reksopertomo, yang kini menjadi suaminya. Di tahun 1941, Lasijah menjadi guru di Chritselijke Schakel School Wonogiri. Tak lama ia juga mengajar di SD – SMP Puro Pakualaman, SGA Stella Duce, dan SMA Bopkri Yogyakarta.

Di masa Perang Kemerdekaan, Lasijah pernah ikut berjuang dengan menjadi kurir yang menyamar sebagai tukang jamu. Sementara, Soetanto menjadi gerilyawan di gunung. Rupanya pertemuan singkat yang terjalin di antara mereka menumbuhkan bibit cinta yang mendalam.

Usai mengikuti perang, sembari mengajar, Lasijah melanjutkan pendidikan di Fakultas Hukum UGM dan lulus pada tahun 1962. Ia pun menjadi asisten dosen riset Hukum Adat dan menjadi dosen di UGM beberapa tahun setelahnya.

Dikenal sebagai poliglot, Lasijah diminta FKIP dan Fakultas Sastra UGM untuk mengampu mata ajar bahasa Prancis. Keuletan dan keteguhannya membuatnya mendapat beasiswa diploma di tahun 1972. Sepulangnya dari Prancis, ia pun mengajar di Lembaga Pendidikan ABRI dan mendapat penghargaan Satyalancana Dwidya Sistha di tahun 1983.

Memiliki aneka kesibukan yang tak kunjung henti, tak membuat Lasijah meninggalkan gerakan perempuan yang dicintainya. Melalui Historia diketahui bahwa di kantor suaminya, Lasijah menjabat sebagai ketua Ikatan Wanita Kereta Api (IWKA).

Sama seperti organisasi perempuan lain di era itu, IWKA juga masuk dalam Kowani. Kowani sendiri merupakan salah satu organisasi yang telah diakui secara internasional. Oleh sebab itu tak heran jika anggotanya sering pula mendapat undangan konferensi internasional tentang peranan peran perempuan dan kesetaraan gender.

Keaktifan Lasijah juga hadir dalam berbagai kongres internasional yang ia ikuti. Lasijah dikenal kerap mengikuti kongres perempuan internasional di India atau Nairobi (Kenya). Ia pun turut andil menjadi pembicara di UNDP Tahun 1970-an.

Berkat keaktifannya tersebut Lasijah kemudian terpilih menjadi ketua umum Kowani pada 1974. Sejak berada di Kowani, karier politiknya bisa disebut meningkat secara tajam. Bahkan di tahun 1977 ia berhasil terpilih untuk menjadi anggota DPR/MPR dari Golongan Karya.

Di tahun 1978, ketika pemerintah membentuk Kementerian Muda Urusan Peranan Wanita (UPW), nama Lasijah jadi pilihan pemerintah untuk menjadi nahkoda pertama institusi tersebut. Hal itu terjadi sebab banyak orang melihat sepak-terjangnya yang baik dalam gerakan perempuan di Indonesia. Guna memastikan kesedian Lasijah, Nyonya Tien Soeharto mengundang langsung Lasijah untuk hadir di Cendana.

Lasijah yang Menjabat Menteri Peranan Wanita Kabinet Pembangunan III dan IV | Sumber dok: Wikipedia
info gambar

Rupanya Lasijah bersedia. Ia pun menjadi Menteri Urusan Peranan Wanita pertama. Selama memimpin institusinya, ia selalu berprinsip bahwa penanganan perempuan di Indonesia harus dititikberatkan pada integritas wanita dalam pembangunan. Sebab hal tersebut turut sejalan dengan konsep WID (Women in Development) yang pada saat itu menjadi pegangan PBB. Baginya, perempuan harus dibentuk sebagai individu yang mampu berperan ganda, entah itu sebagai ibu rumahtangga juga sekaligus sebagai sumber daya manusia dalam pembangunan.


Sumber: Historia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini