Nathan Rusli, Remaja Kreatif yang Menulis Buku Mengenal Ular Jabodetabek

Nathan Rusli, Remaja Kreatif yang Menulis Buku Mengenal Ular Jabodetabek
info gambar utama
Nathan Rusli, Remaja Kreatif yang Menulis Buku Mengenal Ular Jabodetabek : Mongabay.co.id
info gambar

Remaja ini sedari kecil menyukai reptil mainan dan melihat buku-buku satwa, khususnya ular. Doktrin negatif tentang ular dari keluarganya, justru membuatnya penasaran. Dari rasa ingin tahu yang berubah menjadi suka, Nathan Rusli (19), menorehkan sukses dengan membuat buku perihal ular. Judulnya, Mengenal Ular Jabodetabek.

Buku hasil pendataan ular bersama tim Patroli Ular Ciliwung ini berisi data-data ular yang masih ditemui di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Dilengkapi juga berbagai foto eksklusif hasil jepretan remaja kelahiran 31 Oktober 1998 itu. Setelah bukunya diluncurkan pada Festival Amfibi Reptil Kita di Museum Zoologi, Bogor, 23 Juli lalu, Nathan pun diundang untuk presentasi di @amerika Pacific Place, kawasan Sudirman, Jakarta, 16 Agustus 2016.

Nathan menceritakan hobi dan pengalamannya menemukan ular-ular tersebut. Rasa ingin tahunya yang menggelitik membuat dia ingin memelihara ular di rumah. Namun, keluarganya tak mengizinkan. “Saat usia 12 tahun, diam-diam saya memelihara ular di lemari, dua tahun kemudian saya sudah punya 50 hingga 60-an ular tanpa sepengetahuan mereka. Saya pelihara di kontrakan,” ujarnya.

Nathan keranjingan dengan ular-ular tersebut. Dia pun aktif di komunitas Ciliwung dan komunitas reptile. Dia membudidayakan dan mengoleksi beberapa jenis ular sekaligus jual beli untuk mendanai hobinya tersebut. Ular pertama yang dikoleksinya adalah ular tambak (Cerberus rynchops) yang banyak terdapat di rawa, dekat rumahnya di daerah Kapuk, Jakarta Utara.

Saat masih memelihara, sepulang sekolah dia membersihkan kandang ular. Setiap dua pekan sekali dia memberi makan ular-ular tersebut sesuai jenisnya. Ada yang makan tikus, ikan, cicak, ular dan sebagainya. Makin lama, sulung dari dua bersaudara ini menyadari bila caranya ini bukan langkah tepat untuk mempelajari ular. Karena itu, Nathan lebih fokus mempelajari satwa melatan ini bukan di kandang, tapi mengamati dan memotret langsung di habitatnya.

Ular pucuk (Ahaetulla prasina) yang habitatnya di hutan primer dan sekunder dataran rendah, semak, kebun, dan taman sekitar rumah | Foto: Ciliwung Reptile Center
info gambar

Nathan kemudian mendirikan Ciliwung Reptile Center (CRC) di Bojong Gede, Bogor, sebagai pusat edukasi masyarakat tentang reptil dan amfibi. Dia mendirikan komunitas tersebut dan mengundurkan diri dari komunitas reptil sebelumnya karena ada perbedaan pandangan tentang kesejahteraan satwa dan cara kerjanya.

Remaja ini melihat, kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai reptil dan amfibi di Indonesia, karena itu dia coba melakukan edukasi. Dengan membuat reptile center, ia melakukan edukasi ke sekolah dan desa, juga membuat buku.

Reptil dan amfibi memiliki peran penting dalam ekosistem. Keduanya merupakan bagian dari keragama hayati Indonesia yang harus dilestarikan. “Edukasi itu kunci konservasi. Dengan memperkenalkan satwa ini dan mengapa mereka penting, orang akan memahami dan mungkin bertindak untuk melamelestarikan. Misal, tidak membunuh ular yang masuk rumah, juga tidak membuang sampah sembarangan agar tidak mengotori habitat katak,“ paparnya, akhir pekan ini.

Buku Mengenal Ular Jabodetabek karya Nathan Rusli
info gambar

Buku untuk edukasi

Nathan mulai melakukan pendataan dan pengamatan ular sejak 2014 bersama tim CRC. Caranya, mengamati ular sekaligus wawancara dengan masyarakat sekitar. Mereka turun ke satu daerah untuk melihat jenis apa yang ditemui. “Dengan informasi tersebut, saya melakukan pemetaan dan menjadikannya data untuk buku.”

Dia menjelaskan, persebaran ular bergantung pada setiap wilayah. Ular yang berada di dataran tinggi biasanya tidak ditemukan di dataran rendah. Setiap daerah, kata remaja yang bercita-cita menjadi ahli herpetologi ini, memiliki keragaman ular yang berbeda. Namun demikian, Nathan menemukan ular yang biasa ditemui di dataran tinggi hingga dataran rendah, yaitu ular pucuk (Ahaetulla prasina).

Ular ini dia sering ditemukan di kawasan mangrove Jakarta Utara, Depok, maupun di pegunungan di Bogor. Ular pucuk cukup umum di kebun atau perumahan. Namun, bergantung pada lokasi perumahannya juga.

Dia mencontohkan di kawasan perumahan BSD, Tangerang-Tangerang Selatan cukup sering ditemukan ular tanah (Calloselasma rhodostoma) di perumahan warga. Sedangkan di perumahan Cimanggu, Bogor hampir tidak pernah dilihat ular tersebut.

Ular pelangi (Xenopeltis unicolor) | Foto: Ciliwung Reptile Center
info gambar

Nathan juga ‘berguru’ pada Riza Marlon, ahli fotografi satwa liar sekaligus ahli ular (penulis buku 107+ Ular Indonesia). Riza juga yang menyunting bukunya. Nathan pun berkonsultasi dengan pakar herpetologi seperti Mirza Kusrini dari Fakultas Kehutanan IPB, Amir Hamidy dan Irfan Sidik dari LIPI, serta Tri Maharani RECS (Remote Envenomation Consultancy Services) Indonesia.

Remaja yang berencana masuk jurusan Herpetologi, Universitas Bangor, Inggris, ini rupanya punya pengalaman lucu ‘berburu ular’. Menurutnya, ketika dicari, ular susah. Giliran tak dicari malah banyak dilihat. “Saya sudah lama mengincar ular cabai (Calliophis intestinalis) yang sulit ditemukan. Beberapa kali saya mencari di hutan, tidak ketemu.Tapi, ketika di Bogor malah ada di teras rumah orang,” ujarnya geli.

Ular cabai ini menurutnya unik, ular berbisa paling kecil di Jabodetabek. Warna dan coraknya cukup menarik. Badannya kecil, kepalanya juga kecil yang sedikit pipih. Punggungnya kehitaman dengan jalur garis tipis berwarna jingga, kuning atau putih membujur di atas tulang belakang hingga ekornya. “Sisi perutnya putih kekuningan dengan belang-belang hitam. Di bagian bawah ekornya berwarna merah terang,” papar Nathan.


Sumber: Diposting ulang dari Mongabay Indonesia atas kerjasama dengan GNFI

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini