Tepat pada 5 April 1964, pukul 23.00, KRI Dewa Ruci tiba di Pelabuhan Djibouti, Somalia. Di sana turut muncul para pekerja pelabuhan, yang berdiri berkelompok sembari memandangi tiang-tiang Dewa Ruci juga tali-temali yang memenuhi geladak. Mereka kemudian pergi ke haluan. Beramai-ramai memperdebatkan patung Dewa Ruci yang memasung kokoh di bawah cocok.
Dalam kesempatan tersebut turut terjadi komunikasi dalam bahasa Inggris yang sangat kaku. Kemampuan bahasa Inggris awak Dewa Ruci memang belum begitu bagus. Namun kendati begitu, melalui isyarat tangan dan bahasa tubuh universal terlihat bahwa komunikasi mampu berjalan baik.
Melalui Historia, disebut oleh Cornelis Cowaas dalam Dewa Ruci: Pelayaran Pertama Menaklukan Tujuh Samudra bahwa mereka, para awak Dewa Ruci, tidak begitu hafal tentang Indonesia. Mereka justru mengira bahwa Indonesia ialah Indochina.
Anehnya, ketika Cornelis menyebut bahwa Indonesia merupakan Jakarta mereka tetap tidak paham. Akan tetapi, ketika disebut nama Soekarno mereka barulah terkejut.

Saat mendengar nama Soekarno, mereka justru memunculkan wajah berseri sembari beteriak. Rupanya diketahui bahwa nama Soekarno lebih populer daripada Indonesia. Atau bisa disebut bahwa Soekarno merupakan Indonesia dan Indonesia ialah Soekarno.
Para awak Dewa Ruci menganggap bahwa Indonesia di bawah kepemimpinan Soekarno merupakan bentuk salah seorang anak bangsa yang mampu berjuang dengan kekuatan sendiri. Ia bahkan disebut berhasil menghancurkan belenggu penjajahan dengan semangat merdeka atau mati. Dengan kegigihan tersebut, Soekarno dapat menggalang kekuatan baru untuk memerdekakan bangsa-bangsa yang masih dalam cengkraman penjajah.

Kehadiran Soekarno memberikan sebuah pandangan baru untuk terus berjuang dan bersemangat dalam melawan penjajah. Hal itulah yang rupanya mengilhami masyarakat Somalia yang juga tengah berupaya memperjuangkan kemerdekaan ketika itu.
Sumber: Historia
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News