Kayanya 252 Ragam Sate Indonesia

Kayanya 252 Ragam Sate Indonesia
info gambar utama

Kekayaan kuliner Indonesia yang beragam tak hanya melulu tentang rendang yang terkenal di dunia atau nasi goreng kecintaan banyak manusia. Sebuah studi baru-baru ini menyatakan bahwa Indonesia juga memiliki 252 jenis sate.

Murdijati Gardjito, seorang profesor di bidang teknologi pangan dan sains di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki 252 jenis sate - hidangan tradisional yang terdiri dari potongan-potongan kecil daging yang dipanggang di tusuk sate dan disajikan dengan saus kacang atau pedas dan sayuran segar.

Sate Lilit Ikan | Foto: Sri Wahyuni / Jakarta Post
info gambar

Dari 252 jenis sate yang ada, 175 di antaranya bisa dilacak asal usulnya. Sisanya tidak dapat dilacak dan merupakan hasil dari resep yang ada.

“Mengingat bahwa itu sate terdapat dimana saja, sate layak untuk untuk dijadikan kuliner nasional Indonesia,” ungkap Murdijati dalam sebuah forum diskusi di festival kuliner dua hari nasi goreng dan sate, yang diadakan di Universitas Gadjah Mada pada hari Selasa dan Rabu.

Mengutip dari penelitian yang ia lakukan mengenai sate Indonesia dan menggunakan Database Kuliner Indonesia yang dia kerjakan dari 2014 hingga 2017, Murdijati mengatakan 175 jenis sate ditemukan di hampir seluruh pelosok nusantara kecuali di Lampung dan Mandar.

“Setelah program [database] selesai, saya hanya perlu memasukkan data,” katanya seperti yang dikutip dari Jakarta Post.

Sate Bebek | Foto: Sri Wahyuni / Jakarta Post
info gambar

Yogyakarta adalah wilayah di mana jenis sate paling banyak ditemukan - 21. Diikuti oleh Semarang dengan 12 jenis sate dan Bali dan Pekalongan dengan masing-masing 11 jenis sate.

Dari segi bahan, daging masih yang paling populer, dengan daging sapi peringkat pertama diikuti oleh ayam dan kambing.

Dengan bumbu yang kebanyakan terdiri dari garam dan bawang putih serta bawang merah, ketumbar, dan gula merah.

Saus kacang berada di peringkat pertama untuk perihal saus, sedangkan bumbu pelengkap yang paling populer adalah kecap manis, irisan bawang, cabai, tomat, dan bawang goreng.

Murdijati, yang juga seorang peneliti di Pusat Studi Gizi dan Makanan Universitas Gadjah Mada (PSPG), mengatakan hasil dari penelitian ini juga menunjukkan definisi sate baru sebagai lauk yang terbuat dari daging atau sayuran yang dimasak dalam bumbu-bumbu sesuai dengan daerahnya masing-masing.

Sate Padang | Foto: Sri Wahyuni / Jakarta Post
info gambar

“Yang unik adalah ada varian sate yang tidak memenuhi definisi umum sate. Yakni sate godog dari Aceh, yang direbus bukan dipanggang, ”tambahnya.

Pada festival tersebut, pengunjung juga menemukan jenis sate lainnya yang tidak memenuhi definisi umumnya, seperti sate sempol ayam, yang digoreng bukan dipanggang.

Di Yogyakarta, biasanya ditemukan sate goreng yang biasanya disajikan tanpa tusuk sate, tetapi, seperti sate panggang, juga disajikan dengan sayuran, seperti irisan cabai, bawang, dan kubis bersama dengan pilihan kacang atau kecap manis.

Berbagai macam sate juga dihadirkan di bazar festival tersebut untuk dinikmati oleh pengunjung.

Dari ragam sate tersebut, termasuk di antaranya sate jamur, cumi, ikan, dan bakso serta sate bunthel (sate daging cincang), sate klatak (sate kambing yang dipanggang di atas api terbuka, yang disebut klatak dalam bahasa Jawa), sate maranggi (sate daging yang diasinkan), dan sate kere (sate tahu).

Sate Ikan Tuna | Foto: Sri Wahyuni / Jakarta Post
info gambar

Festival ini juga menyoroti nasi goreng khas Indonesia, mulai dari seafood, domba, dan Padang hingga nasi jagung goreng.

Murdijati mengatakan, penelitian yang juga ia lakukan terhadap berbagai macam nasi goreng di Indonesia menemukan bahwa ada 104 jenis yang berbeda di seluruh nusantara. Di antaranya, hanya 36 yang asal-usulnya dikenal, sedangkan sisanya dikembangkan dari resep yang ada.

Dia menambahkan bahwa asal-usul nasi goreng yang diketahui semuanya ditemukan di Jawa dan Sumatra, yang mewakili 50 persen daerah kuliner di Indonesia. "Kebanyakan jenis nasi goreng ditemukan di Jawa," kata Murdijati.

Ketua panitia penyelenggara festival, Retno Indrati, mengatakan festival itu diselenggarakan bersama oleh Sekolah Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada, PSPG, dan Direktorat Layanan Masyarakat bekerja sama dengan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf).

“Festival ini bertujuan untuk memperdalam pengetahuan dan pemahaman kita tentang makanan Indonesia, terutama sate dan nasi goreng,” tambah Retno.

Program lain termasuk seminar tentang sate dan nasi goreng, sarapan dengan sang ahli; kelas master dengan koki ternama Indonesia, William Wongso; teknik pemotongan daging dan sate dengan chef Yanto Budidarma; food-styling dengan Rochmat Septiawan; fotografi makanan dengan Agung Portal, dan parade sate dengan koki Sisca Soewitomo.

Direktur riset dan pengembangan Bekraf, Wawan Rusiawan, mengatakan industri kuliner telah memberikan kontribusi besar bagi sektor ekonomi kreatif namun pertumbuhannya hanya sekitar 4 hingga 5 persen per tahun. “Tantangan di masa depan adalah meningkatkan jumlah itu.”

Tantangan lainnya, kata Wawan, termasuk mendorong penggunaan e-commerce di sektor ini, yang sejauh ini hanya mencapai 38 persen.

Namun, fakta bahwa 90 persen praktisi bisnis kuliner Indonesia belum memiliki status badan hukum membuatnya lebih menantang, mengingat fakta bahwa industri kuliner negara telah menyediakan lapangan pekerjaan bagi 7,9 juta pekerja.


Sumber: Jakarta Post

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini