Menuju FKPD 2018: Pak Edo dari Kabupaten Aceh Singkil.

Menuju FKPD 2018: Pak Edo dari Kabupaten Aceh Singkil.
info gambar utama

Sederhana dan penuh semangat; itulah kesan pertama yang akan kita dapati saat bertemu dengan sosok inspiratif bernama Slamet Widodo. Pak Edo, panggilan akrabnya, adalah seorang guru muda yang lahir pada 21 November 1988 di Desa Sumber Mukti, Kecamatan Kota Baharu. Putra daerah yang merupakan lulusan S1 Pendidikan Ekonomi Universitas Syekh ini mengaku bahwa awalnya ia kurang memiliki ketertarikan pada dunia pendidikan. Namun, setelah berkecimpung langsung sebagai guru sejak beberapa waktu hingga hari ini, ia justru jatuh cinta pada dunia pendidikan.

Awal keberhasilan Pak Edo dalam memajukan pendidikan adalah ketika ia bertugas menjadi Pengajar Cerdas (PC) angkatan 1 di salah satu Sekolah Dasar yang berada di Kampung Tua Tulang Bawang Barat (Tubaba). Pada kesempatan itu Pak Edo berusaha mencari dan mengembangkan potensi dan bakat yang dimiliki anak-anak di Tubaba.Salah satu bakat yang beliau anggap sangat bisa untuk di explore adalah kemampuan anak-anak berenang. Menariknya, beliau sama sekali tak memiliki keahlian dalam bidang tersebut. Pak Edo tidak menjadikan ketidakmampuan itu sebagai penghalang baginya untuk mengembangkan bakat anak-anak untuk berenang.”Anak-anak sudah punya modal awal. Tugas saya hanya mengarahkan saja agar mampu mencetak prestasi demi prestasi,” ucap Pak Edo dengan penuh kasih.

Sejak berdirinya, sekolah tempat Pak Edo menjadi PC hampir tidak pernah mengikuti perlombaan apapun yang diadakan oleh dinas pendidikan. Ketika dinas pendidikan kabupaten setempat akan menyelenggarakan lomba O2SN, ia mengusulkan kepada Kepala Sekolah agar anak-anak didiknya dapat. Alasan yang ia utarakan, O2SN dapat menjadi sebuah ajang untuk mengubah anggapan terhadap Kampung Tubaba yang selama ini dianggap seram oleh karena maraknya praktek begal di wilayah kampung. Sayangnya kala itu idenya tidak dikabulkan atas alasan tidak ada biaya.

Bukannya menyerah mendengar respon Kepala Sekolah, Pak Edo justru melakukan hal sebaliknya. Tanpa izin Kepala Sekolah, anak-anak yang berpotensi diseleksi sendiri olehnya untuk diberangkatkan pada lomba O2SN pada cabang olahraga Renang dan Bulutangkis. “Pada saat itu saya hanya memiliki waktu seminggu untuk melatih anak-anak dengan kemampuan saya yang terbatas namun sangat terbantu oleh teknologi, jadi saat saya ke kabupaten hal yang saya lakukan adalah men-download beberapa video agar anak-anak bisa mengadaptasi berbagai gaya renang yang ada. Tugas menantang berikutnya adalah bagaimana meyakinkan orangtua agar mau merestui kedua anaknya untuk mengikuti lomba. Namun, saya tetap berusaha meyakinkan mereka dengan berbagai pendekatan termasuk ikut membantu mereka berladang dengan mencuri-curi waktu mengobrol dan lain sebagainya hingga restu itu dikantongi,” ucapnya.

Pelita dan Asa

Niat yang besar dan usaha yang cukup keras dari anak-anak rupanya membuahkan hasil. “Saya tidak memaksakan anak-anak harus mendapatkan juara, melihat mereka sudah berani tampil memperjuangkan nama sekolah saja sudah merupakan salah satu pencapaian yang luar biasa,” cerita Pak Edo dengan mata berkaca-kaca. Betapa bangganya ia saat panitia mengumumkan bahwa sekolah mereka berhasil meraih peringkat ke-III (tiga piala sekaligus) pada cabang Olahraga Renang. “Siapa yang menyangka saat kembali ke kampung kami disambut bak artis terkenal, hehe. Orangtua yang awalnya ragu namun sekarang justru berbalik sangat mendukung untuk mengikutkan anak mereka dalam lomba-lomba berikutnya.”

Prestasi renang tersebut pada O2SN membuka jalan untuk anak-anak lain di Kampung Tubaba untuk terus mencari prestasi. Pihak sekolah semakin percaya diri mendukung keikutsertaan sekolah pada kegiatan perlombaan-perlombaan. Contohnya di lain kesempatan sekolah ini mengikuti lomba Kemah Bersama Pramuka Tingkat Gugus. Pak Edo dan guru-guru lain saling mendukung untuk mempersiapkan segala hal yang diperlukan meskipun biaya untuk keikutsertaan nyaris tak ada. “Lagi-lagi sekolah kami berhasil menyabet 10 buah piala dari berbagai kategori lomba mulai dari yel-yel, pensi, pioner, masakan yang inovatif dan kategori lainnya,” tutur Pak Edo berseri-seri.

Tanah Kelahiran MemanggilnyaPulang.

“Pengalaman satu tahun mengajar sangat membekas dalam diri saya. Hal ini terkristalisasi menjadi sebuah spirit baru dalam diri saya untuk berkontribusi hal serupa ditanah kelahiran saya sendiri,” ujar Pak Edo. Bak dayung bersambut, peluang untuk mengabdi di tanah kelahiran pun seolah terbuka lebar. Setelah mengabdi sebagai PC di Kampung Tubaba, Pesantren Al-Hafidz Kota Baharu di Kabupaten Aceh Singkil menjadi tempat pengabdian beliau saat ini. Pak Edo kembali mencetak prestasi sebagai pendidik di Pesantren Al-Hafidz dalam sebuah lomba pramuka, istrinya yang merupakan Alumni Pengajar Muda Indonesia Mengajar Angkatan III ikut berpartisipasi dalam membantu Pak Edo yang kurang memiliki pemahaman tentang pramuka. Tahun ini beliau berhasil mengirimkan muridnya untuk mengikuti program pertukaran pelajar Anak Sabang Merauke di Jakarta..

“Dengan terpilihnya saya untuk mengikuti FKPD 2018. Saya harap ini bisa menjadi ruang untuk saya bisa bertemu dengan pegiat dan penggerak pendidikan yang memiliki visi dan misi yang sama sehingga mampu memberikan motivasi untuk menciptakan perubahan positif dan berkontribusi pada kemajuan pendidikan di daerah masing-masing guna satu tujuan: mencerdaskan kehidupan bangsa. Dukungan penuh dari Pemerintah Daerah untuk keberangkatan beliau merupakan awal yang positif bagi kemajuan pendidikan di Aceh Singkil. Saya sangat bersyukur dipertemukan dan bisa berkolaborasi bersama Pengajar Muda di tanah kelahiran saya. “Hiduplah untuk memberi sebanyak-banyaknya bukan hanya menerima sebanyak-banyaknya,” ucap Slamet Widodo.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini