Mengkonseptualisasikan Tugas dan Peran Auditor dalam Lembaga Keuangan Islam, Apa yang membuat mereka berbeda?

Mengkonseptualisasikan Tugas dan Peran Auditor dalam Lembaga Keuangan Islam, Apa yang membuat mereka berbeda?
info gambar utama

Oleh : Raudlatul Jannah*

Pada 12 mei 2014 telah ditetapkan Standar Profesi Audit (SPAI) oleh Organisasi Profesi Audit Internal dari mulai berlaku per 1 januari. Namun untuk auditor syariah belum memiliki standar itu sendiri, sehingga dalam SOP masih mengacu pada audit konvensional. Tetapi auditing syariah selain mengacu pada standar audit internasional juga mengacu pada prinsip-prinsip syariah. Dalam auditing syariah kita mengenal istilah seperti :

  1. internal sharia review
  2. sharia supervisory board
  3. audit committee dan sebagainya.

Audit syariah harus berlandaskan Al-Qur’an dan Hadis yang mana dalam audit syariah menerapkan bahwa harta adalah titipan Allah yang mana harus mengawasi suatu entitas syariah itu, apakah sesuai dengan standar laporan keuangan pada umumnya dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Sedangkan audit konvensional pelaporan keuangan tidak didasari oleh hukum agama. Dan seorang auditor konvensional tidak bertanggung jawab kepada pemangku kepentingan. Dan seorang auditor konvensional juga tidak memiliki wewenang mempertanyakan apakah dana yang dipinjamkan kepada nasabah di pergunakan dan dimanfaatkannya.

Di awal tahun 1970 malaysia berhasil memeperkenalkan keuangan islam kedalam perekonomiannya hingga terbentuklah Bank syariah pertama kali pada tahun 1983 dengan diterbitkannya perundang undangan perbankan islam, kemudian sebuah amandemen dan pasal 124 dari undang-undang perbankan dan lembaga keuangan dibuat di tahun 1996. Dan di tahun 2005 Bank Negara Malaysia (BNM) mengeluarkan kerangka/pedoman tata kelola syariah.

Bahwasannya malaysia sangat sulit memiliki auditor syariah yang kompeten, dalam arti seorang auditor itu yang menguasai akuntansi beserta setandar-standar yang diterapkan, dan ia juga harus memiliki pemahaman tentang fiqih muamalat maqosid syariah dan alquran dan hadis.

Menurut penelitian Radiah Othman di Malaysia masih sedikit auditor syariah. Karena masih belum banyak auditor yang tidak memahami syariah atau sebaliknya, yang memahami syariah tapi tidak bisa melakakuan audit laporan keuangan. Namun dari 15 entitas syariah di malaysia hanya 5,9% yang paham tentang syariah dan akuntansinya dengan benar. sangat jarang sekali seseorang berkompeten terhadap ilmu fiqh muamalah dan ekonomi keuangan bahkan laporan keuangan.

Kepatuhan syariah di Malaysia langsung dikeluarkan oleh BNM (Bank Negara Malaysia), dan DPS (Dewan Pengawas Syariah) di Malaysia menggunkan Shariah Commite, dimana cakupannya lebih luas dari DPS yang ada di Indonesia.

Tantangan audit syariah yaitu masih kurangnya auditor syariah yang berkompeten pada laporan keuangannya maupun kesyariahannya. Sehingga yang ditakutkan akan menurunnya audit syariah dimasa yang akan datang. Dan auditor syariah tidak hanya memahami kepatuhan syariah dan laporan keuangan saja, tapi kewajiban agama pada bagian dari IFI dan auditor syariah. Kepatuhan dengan prinsip-prinsip Islam akan menyiratkan ketaatan pada etika standar yang dijunjung secara sosial. Ini akhirnya akan membangun kepercayaan investor kualitas dan keandalan laporan keuangan yang diaudit.

Dampak keuangan dan non-keuangan untuk ketidakpatuhan terhadap keputusan syariah adalah parah bagi umat Islam. Dampak non-finansial dianggap lebih material daripada dampak keuangan, karena setiap praktik dianggap bertentangan dengan perintah Allah akan menyebabkan hambatan dari berkah Allah dan setiap pelanggaran ketentuan IBA (dalam kasus bank-bank Islam) mungkin membahayakan reputasi dan keberadaan IFI. Dampak keuangan dapat berupa: pembatalan kontrak (aqad); pendapatan non-halal, dan berdampak pada rasio kecukupan Modal. Jadi, audit syari'ah seharusnya tidak diberikan sebagai hanya praktik tata kelola perusahaan duniawi, tetapi kewajiban agama pada bagian dari IFI dan auditor syariah.

*Mahasiswa STEI SEBI - Depok


Sumber:

Rahman, A. R. A. (2015). Humanomics Article information : Humanomics, 31(3), 354–371. https://doi.org/10.1108/H-04-2014-0037

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini