Kendaraan Manggala Agni Ini Sarana Edukasi Anak Cintai Hutan

Kendaraan Manggala Agni Ini Sarana Edukasi Anak Cintai Hutan
info gambar utama

Sabtu pagi, matahari masih malu-malu menampakkan cahaya. Suasana begitu sejuk saat saya berada di Kantor Manggala Agni Danops Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra), Sabtu (27/10/18).

Kantor ini merupakan instansi vertikal pemerintah di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) yang bertugas mencegah dan mengendalikan kebakaran hutan dan lahan di Bumi Anoa.

Tampak beberapa anggota Manggala Agni sibuk menyiapkan kendaraan dinas. Ada yang memanaskan mesin kendaraan, ada pula yang membersihkan kantor dan merapikan beberapa peralatan kerja.

Di sudut kantor, salah seorang anggota menyiapkan kendaraan dengan tampilan tak biasa. Kendaraan dimodifikasi sedemikian rupa persis mobil penumpang. Di tengah modil ada meja panjang dan bagian depan terdapat rak buku dan papan tulis.

Tepat pukul 06.00, kendaraan keluar dari Kantor Manggala Agni. Mobil ini kemudian dipakai berkeliling sepanjang jalan poros yang menyambungkan Kabupaten Konsel dan Bombana. Di beberapa pinggiran jalan sudah banyak anak sekolah menunggu.

Tampak wajah riang gembira anak-anak sekolah dasar ini naik ke mobil. Mereka berbondong-bondong sambil terkekeh kala dijemput dan diantar ke sekolah.

Sekitar satu jam menjalankan, kendaraan ini kembali masuk garasi Manggala Agni.

Penasaran soal ini saya pun menanyakan kepada Yanuar Fanca Kesuma, Kepala Satgas Manggala Agni Daops Tinanggea.

Dengan bersemangat dia cerita kalau nama kendaraan itu Kendaraan Giat Belajar. Ia disiapkan khusus mengantar dan menjemput anak-anak sekolah dasar di Kecamatan Tinanggea, setiap hari.

Kebakaran hutan dan lahan di Sulawesi Tenggara. Foto: Kamarudin/ Mongabay Indonesia
info gambar

Fanca mengatakan, kendaraan ini bentuk kepedulian Manggala Agni terhadap dunia pendidikan di Konsel.

Dalam mobil, katanya dibekali papan tulis untuk mengajar siswa dan siswi soal lingkungan dan betapa penting menjaga hutan.

Para petugas Manggala Agni juga tak jarang bertindak seperti guru taman kanak-kanak. Kala suntuk dan jenuh belajar, anak-anak sekolah dibimbing bernyanyi.

Kendaraan ini beroperasi tiga kali sehari. Pagi hari, jadwal khusus mengantar anak-anak ke sekolah, siang untuk menjemput. Pada setiap momen itu, mereka selipkan beragam kegiatan baik belajar soal lingkungan dan bernyanyi.

Kebakaran hutan turun

Fanca cerita, di Kecamatan Tinanggea, berdampingan langsung dengan Taman Nasional Rawa Aopa (TNRAW), wilayah dengan padang savana.

Sejauh mata memandang, savana membentang beragam satwa liar. Kondisi savanna kering, kawasan ini kerap ada titik api. Penyebab kebakaran antara lain masyarakat membuka lahan.

Dulu, setiap kali akan memasuki musim tanam, langit di sejumlah wilayah di Konawe Selatan dan Bombana penuh kabut asap sebagai tanda ratusan bahkan ribuan hektar lahan hutan terbakar. Ada puluhan hingga ratusan titik api setiap tahun sari sana.

“Malah, hampir setiap pekan, ada kebakaran meskipun skala kecil,” katanya.

Kebakaran berulang menyebabkan satwa makin langka di sini. Rusa dan anoa nyaris tak terlihat lagi. “Satwa hampir tiap saat kami temukan mati terbakar. Data kami belum rekap semua,” katanya.

Mereka berupaya memberikan sosialisasi dan penyadartahuan kepada warga. Hasilnya, tak terlalu efektif. Masih banyak titik api.

Sejak akhir 2017, kondisi perlahan berubah. Sebuah kelompok kecil yang rela bekerja sosial demi mengurangi kebakaran hutan mengubah keadaan. Fanca dan beberapa petugas memberikan penyadartahuan, dengan cara lain yakni mendekati warga melalui anak-anak mereka.

Caranya, dengan mengantar dan menjemput anak-anak ke sekolah dan memberikan mereka ilmu menjaga hutan dan lingkungan. Muncullah, kendaraan giat belajar ini.

Anak-anak berangkat sekolah dengan kendaraan antar jemput dari Manggala Agni. Foto: Kamarudin/ Mongabay Indonesia
info gambar

Mengapa kendaraan untuk anak sekolah? Fanca dan petugas Manggala Agni mengamati, anak-anak petani padi di sekitar kawasan ini pulang pergi sekolah berjalan kaki.

Merekapun berupaya mendekati dan berikan penyadartahuan kepada masyarakat untuk menjaga hutan melalui anak-anak ini.

“Kami nilai kalau orangtua susah didekati, yah dekati anaknya,” katanya.

Dari agenda tiap hari itu, pelahan kebakaran hutan berkurang. “Kami juga melatih mereka memperkenalkan bahaya-bahaya jika melakukan kebakaran hutan,” kata Fanca.

Tim Manggala Agni, katanya, kerap menceritakan tentang bahaya kebakaran hutan, manfaat dan cara menyelamatkan ekosistem hutan. Cerita ini, mereka lakukan berulang-ulang dan jadi bahan obrolan di atas mobil.

“Ilmu yang mereka dapatkan ternyata pengaruhnya sampai kepada orangtuanya.”

Kebakaran hutan dan lahan di Sulawesi Tenggara, sendiri, katanya, sepanjang 2017-2018, seluas 2.000 hektar. Terbesar, di Konawe Selatan, mengikut Konawe, Kolaka dan Buton. Mereka menemukan fakta, pembakaran hutan untuk perkebunan masyarakat dan perternakan.

Hutan yang terbakarpun beragam. Ada di suaka margasatwa, hutan lindung, cagar alam, hutan tanaman industri, taman nasional, taman hutan rakyat, taman wisata alam, hutan tanaman rakyat sampai taman buru. Di lahan penggunaan lain juga terbakar.

“Di berbagai lokasi kami temukan titik-titik api.”

Kala kemarau, hampir tiap saat mereka memadamkan api. Sekalipun begitu, ada beberapa titik api cepat menyebar terutama yang jauh dari kantor Manggala Akni, seperti Kolaka dan Konawe. Kala hutan sekitar situ terbakar, mereka kesulitan melakukan pemadaman.

“Jaraknya ratusan kilometer. Harus melewati beberapa kabupaten dan kota. Petugas agak kesulitan. Kami menuju lokasi namun kadang api sudah membesar,” katanya.

Upaya penyadartahuan pun terus dilakukan, mulai dari sosialisasi sampai mendatangi rumah-rumah yang diduga membakar hutan dan lahan.

Kendaraan yang dimodifikasi untuk jadi angkutan antar jemput dan sarana belajar lingkungan dan hutan anak-anak sekitar. Foto: Kamarudin/Mongabay Indonesia
info gambar


Sumber: Diposting ulang dari Mongabay Indonesia atas kerjasama dengan GNFI

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini