Mengintip Lomba Pidato Bahasa Indonesia di Australia

Mengintip Lomba Pidato Bahasa Indonesia di Australia
info gambar utama

Hubungan baik Indonesia dan Australia terus dijaga dan dipererat, salah satunya dengan meningkatkan penggunaan bahasa Indonesia di Negeri Kanguru. Pada 9 November lalu, diadakan lomba pidato berbahasa Indonesia untuk mengembangkan pembelajaran bahasa Indonesia di Australia.

Diprakarsai oleh AIYA (Australia Indonesia Youth Association) ajang yang bernama NAILA (National Australia Indonesia Language Award) tahun 2018 ini adalah yang keempat kalinya diadakan. Edisi pertama di gelar pada tahun 2015, dan rutin diselenggarakan kembali di tahun 2016, 2017, dan 2018.

Siswa sekolah dasar hingga peserta dari kalangan eksekutif diundang untuk ikut serta, dalam lomba yang diakhiri dengan acara penghargaan nasional (awards ceremony) dan program jejaring.

NAILA adalah kompetisi bahasa pertama yang menyatukan peserta dari beragam kelompok usia dan latar belakang, agar mereka dapat berkenalan, saling belajar, dan membimbing satu sama lain.

Ellen House | Dok. NAILA
info gambar

Dari siaran pers yang diterima GNFI, di tahun ini ada lebih dari 100 peserta yang mengikuti kompetisi NAILA, dengan 10 kategori lomba dari seluruh negara bagian dan teritori Australia. Peserta ada yang merupakan warga Australia yang tinggal di Indonesia, dan warga Indonesia yang sedang menempuh pendidikan pascasarjana di Australia.

Bertempat di Monash Conference Centre, Melbourne, NAILA 2018 dijurikan oleh Dewan Juri yang terdiri dari:

  1. Yacinta Kurniasih (Penyair, penulis, pemeran dan dosen Studi Bahasa Indonesia di Sekolah Bahasa, Sastra, Kebudayaan dan Linguistik, Universitas Monash, Melbourne).
  2. John H. McGlynn (Salah satu pendiri Yayasan Lontar, anggota pendiri Asosiasi Penulis dan Penerjemah Asia Pasifik dan anggota Komisi Internasional dari Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), PEN International-New York, dan Asosiasi Studi Asia).
  3. Jane Ahlstrand (Dosen Bahasa Indonesia di Universitas New England serta pemenang NAILA 2015 kategori Wild Card dan NAILA 2017 kategori Tertiary).
  4. Svida Alisjahbana (CEO Femina Group, Wakil Ketua Australia-Indonesia Centre (AIC), anggota dewan pendiri dan anggota eksekutif Endeavor Indonesia).

Kemudian untuk kategori People’s Choice (grup), penilaian dilakukan dengan cara pemungutan suara online. Sekitar lebih dari 600 pemilih dipersilakan memilih video favoritnya masing-masing.

Kayla Burnett | Dok. NAILA
info gambar

Siapa pemenangnya?

Dengan seleksi yang ketat dan persaingan sengit, Dewan Juri akhirnya menentukan 10 peserta terbaik untuk 10 kategori masing-masing. Mereka pun berhak masuk dalam buku sejarah NAILA, sebagai orang-orang yang berprestasi di kompetisi tahunan ini.

  1. Blake Johnson: Primary Awardee.
  2. Kayla Burnett: Junior Awardee.
  3. Sreeya Das: Middle Awardee.
  4. Rya Hwight: The University of Melbourne Asia Institute Senior Awardee.
  5. Ellen House: The Australia-Indonesia Centre Tertiary Awardee.
  6. Bryanna Wilson: Executive Awardee.
  7. Iven Manning: Wild Card Awardee.
  8. Andrian Liem: Native Speaker Awardee.
  9. Tom McKenzie: Deakin University Teacher’s Awardee.
  10. Team ‘Aku Cinta Indonesia’: People’s Choice (Group) Awardees.
Rya Hwight | Dok. NAILA
info gambar

Seberapa sulit mengucap bahasa Indonesia?

Sebagai manusia yang tidak terlahir dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu, wajar jika ada kendala yang dihadapi oleh warga Australia dalam mengucap bahasa Indonesia. Kendala-kendala itupun terangkum dalam siaran pers yang diterima GNFI.

Beberapa contohnya adalah “ng” yang diucapkan menjadi “ngg”. Misalnya “bunga” justru dibaca “bungga”, atau “sangat” yang dilafalkan menjadi “sanggat”. Salahnya pelafalan kata juga terkadang memengaruhi datarnya intonasi saat berpidato.

Kemudian kendala lainnya seperti salah kosakata (seharusnya “pengalaman” tapi diucap “pengamalan), sulitnya mengucap “keanekaragaman” dan “keberagaman”, nama-nama yang masih dieja dalam bahasa Inggris (contoh Indonesia dibaca In-do-ney-sya, favorit dibaca fe;vrit), serta sulitnya membedakan pelafalan “e” seperti di enam dan bebek.

Struktur bahasa juga menjadi kesulitan tersendiri dalam berbahasa Indonesia. Seperti contoh “dining table” yang berarti “meja makan”, tapi struktur itu tidak berlaku untuk menyebut “delapan kelas” yang bila diterjemahkan ke bahasa Inggris menjadi “eight classes”.

Kompetisi seperti NAILA sangat berguna untuk melatih warga negara asing berbicara bahasa Indonesia. Dengan ajang-ajang seperti ini, diharapkan bisa membuat bahasa Indonesia semakin dikenal dan dicintai masyarakat dunia, sembari menjaga hubungan baik bilateral kedua negara.


Sumber: Siaran pers NAILA 2018

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini