Denyut Kampung Batik Laweyan Sudah Ada Sejak Dahulu

Denyut Kampung Batik Laweyan Sudah Ada Sejak Dahulu
info gambar utama

Di kampung Laweyan terdapat sebuah masjid bernama Masjid Laweyan yang terletak berseberangan dengan sungai atau disebut Kali Jenes oleh warga lokal. Selain masjid tersebut menyimpan sejarahnya sendiri, Kali Jenes pun tak kalah bersejarahnya bagi kampung Laweyan.

Masjid Laweyan tampak dari depan | Foto: Vita Ayu Anggraeni
info gambar

Kampung Laweyan kini dikenal sebagai salah satu kampung Batik yang ada di kota Solo. Hal tersebut berkat jayanya produksi dan transaksi jual beli di Kampung Laweyan ini dari dulu hingga sekarang.

Kali Jenes merupakan sebuah bukti kehidupan perdagangan Batik di Laweyan. Berfungsi sebagai alur transportasi menggunakan perahu dayung, mengandalkan arus sungai, para pedagang Batik membawa Batik produksinya serta kain, benang, dan kapas menuju pusat transaksi perdagangan yang kini ditandai dengan adanya sebuah tugu yang dinamai Tugu Laweyan.

Menurut penjelasan salah seorang warga yang akrab dengan kawasan kampung Laweyan, di lokasi yang kini terdapat Tugu Laweyan tersebutlah pasar Batik Laweyan berada di zaman dahulu. Dimana pedagang dan pembeli saling berinteraksi. Semacam pasar yang titik ekonominya berkembang pesat. Tugu ini diapit oleh kampung lor pasar (kampung sebelah utara pasar) dan kampung kidul pasar (kampung sebelah selatan pasar).

Tugu Laweyan | Foto: Vita Ayu Anggraeni
info gambar

Adapun penamaan Laweyan memiliki tiga sumber; sumber yang pertama menyebutkan nama Laweyan berasal dari kata lawe yang berarti benang; sumber kedua menyebutkan Lawean berasal dari kata ngelawe yang merupakan sebuah aksi menghakimi seseorang dengan memenggal kepala. Konon nama ini muncul ketika ada insiden yang dilakukan oleh salah seorang anak dari abdi dalem yang cukup terpandang diketahui menjalin hubungan gelap dimana kemudian sang pria dijatuhi hukuman penggal kepala dan kemudian dihanyutkan di kali Jenes; dan sumber yang ketiga menyebutkan bahwa asal kata Laweyan berasal dari kata luwih yang berarti lebih. Kata luwih terdapat pada sebutan nama seorang tokoh Muslim besar di kampung Laweyan di masa tersebut, Ki Ageng Henis yang kemudian berkat kelebihan-kelebihan yang ia miliki dipanggil Ki Ageng Luwih oleh warga sekitar.

Salah satu produsen batik yang masih beroperasi hingga kini | Foto: Vita Ayu Anggraeni
info gambar
Canting dan tungku malam (lilin) untuk proses membatik | Foto: Vita Ayu Anggraeni
info gambar

Kampung Laweyan ini bisa begitu besar sebagai produsen Batik karena wilayahnya sangat diberkahi oleh area perkampungan yang mengelilinginya. Kampung Laweyan didukung oleh kampung sekitar, sebagai contoh kampung Cemani yang memproduksi warna hitam kemudian menjadi pendukung warna hitam, kampung Kabangan dengan produksi warna merahnya, serta kampung Mutihan dengan warna putihnya.

Penggerak ekonomi di kampung laweyan ini kebanyakan perempuan, disebut mbok mase. Dinamai mbok mase karna perempuan (mbok) itu perkasanya sama seperti pria (mase). Atau juga (mbok) perempuan, (mase) itu emas yang melambangkan kejayaan, menjadikan perempuan diharapkan membawa kejayaan ke dalam keluarganya. Kartininya Laweyan, yakni mbok mase.

Para pegawai yang bekerja di
info gambar

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini