Cagar Alam Jantho, Rumah Menyenangkan Orangutan Sumatera

Cagar Alam Jantho, Rumah Menyenangkan Orangutan Sumatera
info gambar utama

Cagar Alam Jantho adalah tempat ideal pelepasliaran orangutan sumatera. Jantho dipilih karena alasan meyakinkan, berdasarkan hasil survei di wilayah ini tersedia pakan melimpah, daya dukung habitat meyakinkan, dan tidak ada populasi orangutan liar. Hingga saat ini, total 109 individu orangutan reintroduksi telah dilepasliarkan dengan tujuan utama membentuk populasi orangutan baru yang mandiri.

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Sapto Aji Prabowo mengatakan, sejauh ini reintroduksi telah menghasilkan populasi orangutan baru. Dua bayi orangutan ditemukan pada 11 September 2017 dari induk yang dilepasliarkan 2011 lalu.

Namun, akar masalah di lapangan adalah masih banyak orangutan yang ditangkap, dijadikan hewan peliharaan. “Kami tidak akan bosan mengatakan, masyarakat yang menangkap, membunuh, memperdagangkan, atau memiliki orangutan di Indonesia tentunya telah melakukan perbuatan ilegal. Akan ada sanksi hukum berupa denda hingga penjara,” jelasnya.

Sapto mengatakan, semua orangutan yang disita dari masyarakat atau penjual, dibawa ke pusat karantina yang dikelola Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) melalui Program Konservasi Orangutan Sumatra (SOCP) di Sibolangit, Sumatera Utara. “Setelah mendapat perawatan dan pelatihan di Sibolangit, satwa yang dilindungi undang-undang ini dipindahkan ke pusat reintroduksi orangutan di Cagar Alam Jantho, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, untuk dilepasliarkan.”

Diana, orangutan yang dilepasliarkan di Cagar Alam Jantho, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, pada 22 Desember 2017. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia
info gambar

14 November 2018, BKSDA Aceh bersama YEL-SOCP kembali membawa empat orangutan sumatera ke pusat reintroduksi orangutan di Cagar Alam Jantho. Keempatnya adalah Leo, Ully, Cut Luwes, dan Aruna merupakan orangutan sitaan dari sejumlah tempat. Mereka telah menjalani proses karantina dan rehabilitasi di Sibolangit.

Ian Singleton, Direktur Program Konservasi Orangutan Sumatera (SOCP) mengatakan, anak orangutan liar biasanya akan bersama induknya hingga usia delapan atau sembilan tahun. Ia akan belajar hidup mandiri di alam. “Proses rehabilitasi tentunya sangat penting bagi orangutan piatu sebelum dilepasliarkan di hutan. Keempat orangutan ini bergabung dengan individu lainnya di Jantho.”

Ian menambahkan, selalu menjadi momen yang sangat istimewa bagi kami ketika berhasil mengembalikan kembali orangutan ke habitatnya. “Mengingat, beberapa orangutan yang tiba pertama kali ke pusat rehabilitasi kondisinya menyedihkan. Ada yang manutrisi, dehidrasi atau berpenyakit,” jelasnya.

Marconi, orangutan yang dilepasliaikan pada 2011, terpantau bersama bayi jantannya pada 11 September 2017 | Foto: SOCP
info gambar

Supervisor Pusat Rehabilitasi dan Reintroduksi Orangutan YEL-SOCP, Citrakasih menjelaskan, sebelum memulai kegiatan reintroduksi di Jantho, di wilayah ini memang tidak ada populasi orangutan liar. “Dengan melepaskan orangutan seperti Leo, kita mendorong terciptanya populasi liar yang benar-benar baru dan mandiri,” urainya.

Mukhlisin, Manajer Stasiun Reintroduksi Orangutan SOCP di Jantho, mengatakan sangat senang empat orangutan tersebut pulih dari trauma dan belajar menjadi orangutan liar lagi. Bahkan, untuk jangka panjang mereka dapat memberikan keturunan demi kelangsungan hidup spesiesnya. “Setelah dilepasliarkan, tim SOCP tetap memantau ketat dan semoga semua dapat beradaptasi dengan baik.”

Mukhlisin mengatakan, Cagar Alam Jantho yang memiliki barrier alam seperti sungai dan savana dapat mencegah orangutan turun ke kebun masyarakat.Selain itu, proteksi habitat yang aman dari gangguan seperti perambahan dan pembalakan liar, membuat kehidupan orangutan di sini aman,” tuturnya.

Orangutan sumatera yang hidup di Stasiun Riset Ketambe. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia
info gambar

Cagar Alam Jantho yang lengkapnya Cagar Alam Hutan Pinus Jantho, merupakan hutan dataran rendah di Sumatera yang awal 2011 ditetapkan sebagai stasiun reintroduksi orangutan. Kawasan seluas 15.436 hektar berdasarkan SK.103/Menlhk-II/2015 tertanggal 2 April 29015, jaraknya sekitar 50 kilometer dari Banda Aceh. Tumbuhan pinus memberikan kesegaran alami di wilayah ini.


Sumber: Diposting ulang dari Mongabay Indonesia atas kerjasama dengan GNFI

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini