Chrisye, Musisi Indonesia yang Tak Lekang Oleh Waktu

Chrisye, Musisi Indonesia yang Tak Lekang Oleh Waktu
info gambar utama

Penyanyi kelahiran 6 September 1949 ini memiliki suara yang khas. Penggemarnya datang dari banyak kalangan, dari tua hingga muda. Kariernya yang gemilang di dunia musik menyisakan banyak kenangan bahkan setelah mendiang meninggal dunia.

Lelaki pemilik nama Christian Rahardi yang kemudian diubah menjadi Chrismansyah Rahardi ini mengawali kariernya bukan sebagai penyanyi. Walaupun hingga sekarang dirinya dikenal sebagai penyanyi, dulunya ia mengawali kariernya sebagai pemain bass.

Awal kariernya bermula dari ajakan Gauri Nasution, tetangga terdekatnya, untuk menggantikan pemain bass band Sabda Nada yang sedang sakit. Sebelumnya, Gauri dan Chrisye memang sering main gitar dan bernyanyi bersama. Bass dipilih Chrisye karena menurutnya, bass alat musik yang mudah dimainkan.

Karena kemampuan Chrisye dianggap memuaskan, maka Chrisye direkrut untuk menjadi pemain bass tetap dalam band tersebut. Selain bermain bass Chrisye pernah beberapa kali diminta untuk bernyanyi saat tampil di panggung.

Chrisye bersama Gipsy | Foto : Tirto.id
info gambar

Chrisye mulai bergabung di Sabda Nada tahun 1969, dan saat itu Sabda Nada berubah nama menjadi Gipsy. Pada awal kemunculannya, Gipsy mulai mendapat tawaran dari Ibnu Sutowo, pejabat Pertamina, untuk menjadi band pengisi di restoran milik Pertamina yang letaknya di New York. Namun malang, Chrisye tak bisa bergabung karena ayahnya melarang. Ayah Chrisye melarang bukan tanpa sebab, Chrisye yang masih memiliki tanggungan untuk berkuliah membuat ayahnya tidak mengizinkannya.

Sebab larangan ayahnya itu, Chrisye sempat jatuh sakit. Namun, akhirnya Chrisye mendapatkan izin dari ayahnya. Chrisye lalu mengundurkan diri sebagai mahasiswa di Akademi Pariwisata Trisakti, dan pergi ke New York bersama Pontjo menyusul Gipsy. Setelah kontraknya selesai, mereka kembali ke Indonesia.

Karier Chrisye semakin berkembang, ia kembali ke Amerika Serikat dan bergabung The Pro’s. Namun saat itu datang kabar bahwa adik laki-lakinya, Vicky, meninggal dunia. Sayangnya, ia tak bisa kembali ke Indonesia saat itu juga. Pikiran Chrisye yang kalut membuatnya terus menangis dan depresi saat dalam pesawat perjalanan pulang.

Sempat cukup lama tidak bermusik, akhirnya Keluarga Nasution memberikan tawaran lagi untuk bergabung dalam proyek baru garapan Keluarga Nasution bersama Guruh Soekarnoputra bernama Guruh Gipsy. Mereka memainkan musik beraliran rock progresif yang digabungkan dengan musik gamelan Bali.

Album Badai Pasti Berlalu | Foto : liriklagu.id
info gambar

Selama berkarier bersama Guruh Gipsy, mereka melakukan rekaman di Laboratoriun Pengembangan dan Penelitian Audio Visual Tri Angkasa yang memakan waktu lebih dari setahun.

Setelah itu albumnya dirilis pada tahun 1977 (beberapa sumber menulis, album tersebut dirilis pada akhir 1976) dan pendanaan dibantu oleh Pontjo, kawan lama mereka yang telah sukses meniti kariernya sebagai pengusaha. Dalam grup musik ini, Chrisye menjadi vokalis bersama Keenan Nasution.

Sepanjang perjalanan kariernya, tahun 1977 merupakan permulaan kepopuleran Chrisye. Ia membawakan lagu “Lilin-Lilin Kecil”. Lagu tersebut diciptakan oleh James F. Sundah untuk ajang lomba Cipta Lagu Remaja 1977 yang diadakan Radio Prambors. Awalnya Chrisye menolak tawaran Yockie Suryoprayogo untuk menjadi vokalis di album Lomba Cipta Lagu Remaja Prambors, namun akhirnya Yockie berhasil meyakinkan Chrisye.

Namun siapa sangka, lagu tersebut mendongkrak kepopuleran Chrisye saat itu. “Lilin-Lilin Kecil” menjadi hit laris dan album Lomba Cipta Lagu Remaja Prambors 1977 menjadi album terlaris saat itu. Tak berhenti di situ, lagu “Lilin-Lilin Kecil” masuk kedalam peringkat 13 di daftar 150 Lagu Indonesia Terbaik versi Rolling Stone Indonesia.

Album Jurang Pemisah | Foto : picoku.net
info gambar

Karier Chrisye terus memuncak. Label Pramaqua Records menawarkannya untuk membuat album lalu ia menyetujuinya. Dalam album yang digarapnya, banyak musisi Indonesia yang terlibat dalam pembuatannya. Chrisye yang menjadi vokalis sekaligus pemain bass digiring oleh Yockie di bagian keyboard, Ian Antono di bagian gitar, dan Teddy Sujaya di bagian drum. Album debut tersebut berjudul Jurang Pemisah. Namun sayangnya, penjualannya dianggap gagal.

Di saat itu, Eros Djarot mengajak Yockie dan Chrisye menggarap lagu latar film Badai Pasti Berlalu. Dalam penggarapannya, Chrisye santai dan tidak memikirkan keuntungan atau royalty dari pembuatan album ini. Namun ternyata album ini berhasil laku di pasaran dan mendapat peringkat 1 dalam daftar 150 Album Indonesia Terbaik versi Rolling Stone Indonesia.

Meski begitu, Chrisye terus dapat tetap mengikuti perubahan zaman. Segala musisi dari senior hingga musisi yang lebih muda darinya pun ikut terangkul, seperti naïf hingga Eross Chandra dari Sheila on 7. Pantas saja jika penggemarnya pun datang dari banyak kalangan.

Sejak awal kariernya melejit, hingga sekarang pun lagu-lagunya tetap terus dimainkan di banyak kesempatan. Lagu yang ia bawakan memiliki karakter yang khas sehingga kebanyakan musisi sulit untuk menyanyikan ulang lagu-lagunya.

Sepanjang hidupnya ia pernah berkata bahwa ia tidak akan berhenti bermusik sampai ia tidak mampu lagi. Bahkan saat dirinya divonis dokter bahwa ia mengidap kanker stadium 4, ia terus berkarya dan merilis album. Dan sekarang, Chrisye tetap terus menjadi pujaan para penggemarnya, bahkan saat banyak musisi baru bermunculan, Chrisye tetap menjadi musisi yang selalu memiliki ruang di hati penggemarnya.


Sumber: tirto.id

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini