Meski Dalam Keterbatasan, Sahabat Penyu Loang Tetap Bertahan. Apa Motivasinya?

Meski Dalam Keterbatasan, Sahabat Penyu Loang Tetap Bertahan. Apa Motivasinya?
info gambar utama

Loang merupakan nama daerah di pesisir pantai utara pulau Lembata di ujung barat. Wilayah yang masuk desa Rian Bao, Kecamatan Nagawutung, Lembata, NTT ini dulunya terkenal akan hasil laut termasuk telur penyu dan penyu.

Tetapi kini perburuan penyu dan telurnya berkurang drastis. Sejak kehadiran kelompok Sahabat Penyu Loang pada 2016 yang menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk konservasi penyu dengan edukasi rutin dan penyelamatan sarang dan telur penyu setiap malam.

“Saya dulunya selalu berburu penyu untuk dijual. Aktifitas ini saya lakukan karena tidak mengetahui bahwa penyu merupakan satwa laut yang dilindungi,” sebut Densianus Ado Nunang, Ketua Kelompok Sahabat Penyu Loang saat disambangi Mongabay Indonesia, akhir September.

Ado sapaannya tertarik menyelamatkan penyu karena terancam punah. Bersama teman-temannya, dia membentuk kelompok dan giat menyelamatkan penyu.

Pesisir pantai Loang desa Rian Bao kecamatan Nagawutung kabupaten Lembata yang berpasir putih dan menjadi lokasi penyu-penyu bertelur.Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia
info gambar

Sahabat Penyu Loang disingkat Sayang didirikan setahun sejak adanya Gempita (Gema Putera-Puteri Lembata), kelompok pencinta lingkungan. Gempita pernah terlibat menyelamtakan paus biru sepanjang 27 meter dan lebar 15 meter di pantai desa Watodiri, Kecamatan Ile Ape, Lembata, namun gagal.

“Setelah aksi penyelamatan itu, banyak LSM yang datang ke Lembata termasuk Jakarta Animal Aid Network (JAAN). Setelah berdiskusi bersama Gempita, kami bersepakat membentuk kelompok pelestari penyu di Loang,” sebut Polikarpus Bala, penggagas kelompok Sahabat Penyu Loang.

Setelah 2 tahun bertugas sebagai kepala Puskesmas Loang, Bala melihat aktifitas perburuan penyu di Loang sangat tinggi serta banyak sekali penyu yang bertelur di pesisir pantainya.

Ini yang membuat dirinya mencoba mengumpulkan dan mengajak diskusi nelayan di desa agar tidak menangkap penyu dan mulai menetaskan telurnya.

“Awalnya semua bersemangat tetapi akhirnya hanya tinggal saya, pak Ado dan tiga teman lainnya yang aktif. Para nelayan merasa tidak mendapatkan uang dari melestarikan penyu sehingga satu per satu menarik diri,” ungkapnya.

Dalam aktifitasnya, Bala dibantu oleh ibu-ibu di kelompok ikat tenun yang setiap malam ikut mencari telur penyu, membersihkan pantai serta membuat motif tenun dengan tulisan Save Turtle dan Sahabat Penyu Loang.

Polikarpus Bala (kanan) inisiator pembentukan kelompok Sahabat Penyu Loang bersama ketua kelompok Densianus Ado Nunang berdiri di kandang penetasan telur penyu. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia.
info gambar

Bala dan teman-teman tidak putus asa. Dirinya meminta masukan JAAN untuk edukasi. Hingga akhir 2015, telah dilakukan sosialisasi tentang laut, biota laut serta penyu di 10 sekolah di Loang.

“Saat ada kunjungan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti ke Loang. Konsentrasi masyarakat tinggi sehingga momen itu kita manfaatkan juga untuk edukasi. Kami juga mengundang anak-anak sekolah untuk ikut melepaskan tukik,” terang Bala.

Sejak 2018, kesadaran masyarakat mulai tumbuh dengan makin banyaknya informasi dari masyarakat yang menemukan sarang penyu.

Dibantu Relawan

Sayang memiliki kandang penetasan telur penyu berukuran 4×3 meter terbuat dari bambu belah. Saat disambangi, terdapat dua sarang telur penyu di dalam pasir putih dengan keterangan jumlah telur dan waktu penetasan.

Satu lubang berisi 107 telur yang ditanam pada 30 Agsutus dan satunya sebanyak 124 telur yang ditanam pada 28 Agustus 2018.

Bambu yang ditancapkan sebagai penanda dan memberikan informasi tentang kapan telur penyu mulai ditanam di dalam pasir atau ditetaskan.Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia
info gambar

“Kami hanya bergerak dengan informasi dari internet saja sebab awalnya tidak ada buku referensi soal penyu yang kami miliki. Setelah berjalan, Jaan mengirim 2 orang dari Berau untuk memberikan pelatihan soal penyu selama 2 bulan yang didanai mereka,” terang Bala.

Saat musim penyu bertelur puncaknya Maret sampai Juli, setiap malam terdapat 2 rombongan pemantau penyu di pesisir pantai Loang.

Dalam semalam, jelas Ado, bisa mendapatkan 3-4 sarang penyu, berisi rata-rata 100 butir telur penyu per sarang. Paling banyak penyu Lekang (Lepidochelys olivacea) disusul penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) dan penyu Hijau (Chelonia midas).

“Dalam memantau sarang, setiap malam kami dibantu oleh ibu-ibu dari kelompok tenun. Saat liburan sekolah banyak anak SMA yang juga jadi relawan dan ini sangat membantu sebab anggota kami hanya 5 orang saja,” sebut Ado.

Bala menambahkan, sejak 2016, total penyu yang sudah dilepas ke laut sebanyak 14.500 ekor dan sudah sekitar 200 kali melepas penyu. Dalam sebulan bisa melepas belasan sarang penyu.

Tukik Penyu Lekang merayap di pesisir pantai Samas, Bantul untuk mencapai habitatnya di Laut Selatan Jawa. Foto : Tommy Apriando/Mongabay Indonesia
info gambar

Bala menjelaskan kegiatan Sayang lebih kepada semi konservasi meski banyak pihak yang menawarkan untuk melakukan pembesaran penyu.

“Saya memimpikan ke depannya bisa mengembangkan ekowisata yang ramah lingkungan dan edukatif agar masyarakat bisa mendapatkan manfaat. Kami juga membuat taman bacaan agar ada informasi yang didapat masyarakat bukan sekedar melepas tukik saja,” tegasnya.

Butuh Bantuan

Berkat kehadiran Sayang, Loang kini terkenal dan selalu dikunjungi wisatawan lokal maupun mancanegara. Pada 2017 lalu, ada kunjungan peserta dari 12 negara yang ingin melihat program kerja Sayang.

“Hambatan saat awal berjalan ada pro dan kontra di masyarakat sebab banyak yang menilai kelompok kami liar. Kini banyak masyarakat yang mulai bangga sebab berkat kegiatan kami banyak yang datang ke Loang, bahkan menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti juga pernah datang,” papar Ado.

Saat ini kata Ado, kelompoknya sedang berusaha membuka beberapa titik penetasan penyu lagi sebab banyak tempat penyu bertelur di pesisir pantai Lembata.

Juga pihaknya sedang membangun kandang untuk penetasan penyu secara permanen dengan dana swadaya dari anggota dan ada juga sumbangan dari para tamu yang datang.

“Ke depannya pemerintah harus memberikan bantuan, dukungan dan perhatian kepada kelompok kami. Kami baru mendapatkan dana untuk membangun rumah edukasi saja,” tuturnya.

Penyu sisik yang terdapat juga di sekitar perairan Pulau Popaya | Sumber: Wikipedia
info gambar

Ado berharap pemerintah membantu soal media edukasi karena masyarakat di pesisir pantai tidak mengetahui penyu dilindungi.

Dukungan dari dinas teknis, tambah Bala, hanya sebatas dukungan saja, tetapi tidak ada tenaga teknis yang mendampingi. Dana untuk kegiatan pun swadaya anggota kelompok.

“Tantangan yang kami hadapi saat ini, orang datang tetapi tidak melihat penyu maka mereka kecewa. Padahal kami bukan penangkaran penyu sebab kami hanya menetaskan dan pelepasan tukik saja,” terang Bala.

Mereka juga tidak bisa memastikan penetasan telur penyu bagi wisatawan yang ingin melepaskan tukik karena iklim yang tidak menentu.

Berkat hadirnya Sayang, masyarakat sudah jarang berburu penyu untuk dijual dan dikonsumsi, meski masih ada orang yang mencuri telur penyu.

“Masyarakat dulu sering berburu penyu, saya juga dulu sering menangkap penyu sebab tidak tahu penyu dilindungi karena tidak ada sosialisasi dari pemerintah,” ujar Ado.

Ado sangat berharap, masyarakat mudah-mudahan mendukung program ini sebab sangat membantu mengangkat nama desa meski sejauh ini pemerintah desa belum memberikan dukungan.

Berkat Sahabat Penyu Loang, ribuan telur penyu berhasil diselamatkan dan tukik-tukik bisa berenang ke laut Sawu dan berkembang biak.


Sumber: Diposting ulang dari Mongabay Indonesia atas kerjasama dengan GNFI

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini