Pulau Terpadat itu Ada di Indonesia

Pulau Terpadat itu Ada di Indonesia
info gambar utama

Indonesia sebagai negara kepulauan, diketahui memiliki jumlah penduduk yang sangat besar. Badan Pusat Statistik (BPS), Menurut studi terakhirnya (dirilis pada tahun 2010), Indonesia memiliki jumlah penduduk 237.6 juta orang.

Namun, menurut beberapa perkiraan belakangan ini (dari berbagai lembaga), Indonesia diperkirakan memiliki lebih dari 260 juta penduduk pada tahun 2017. Dan ini praktis menempatkan Indonesia pada urutan keempat sabagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak, setelah Cina, India, dan Amerika serikat.

Tetapi selain itu tahukah anda jika, sampai dengan tahun 2014 lalu, negara Indonesia juga mempunyai pulau yang merupakan pulau terpadat di dunia. Namanya Pulau Bungin.

Pulau Bungin ini terletak di Sumbawa besar, Nusa Tenggara Barat. Pulau ini berbatasan laut Labuhan Alas (Pulau Panjang) di sebelah utara, laut Desa Dalam di selatan, laut Desa Gontar di barat, dan laut Pulau Kaung di sebelah timur. Walaupun wilayah tempat tinggalnya berupa pulau kecil, namun pulau ini juga merupakan desa administratif, seperti desa-desa lain yang ada di dataran Pulau Sumbawa.

Pulau Bungin, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat dengan penduduk yang sangat padat dan luas pulau yang sempit. Foto: Anton Wisuda/Mongabay Indonesia
info gambar
Pemukiman penduduk Pulau Bungin, di Sumbawa besar, Nusa Tenggara Barat. Foto: Anton Wisuda/Mongabay Indonesia
info gambar

Pulau ini, mulanya bukan merupakan pulau yang telah ada di bagian utara Pulau Sumbawa, melainkan hanya gosong pasir dan tumpukan karang laut saja, ini sesuai seperti yang dikatakan Marsono, tetua adat Pulau Bungin. “Bungin adalah asal kata dari Bubungin, yang artinya tumpukan-tumpukan pasir putih,” katanya kepada Mongabay Indonesia.

Namun, lambat-laun anggota masyarakat yang ingin membuat rumah di pulau itu harus mengumpulkan batu karang sampai menutup air laut seluas rumah yang ingin dibangun.

Pulau yang per akhir Agustus 2018 mempunyai jumlah penduduk 3287 dengan luas tanah kurang lebih 12 hektar ( data desa bungin per 1 september 2018 ), sampai pada tahun 2014 diketahui sebagai pulau terpadat di dunia. Dan di tahun selanjutnya pulau ini tergeser kepadatannya oleh pulau di Haiti dan Hongkong. Ini karena Pulau Bungin terus mereklamasi di pulaunya untuk dijadikan rumah tinggal, sedangkan kedua pulau lainnya itu tidak.

Ada beberapa versi sejarah mengenai siapa yang pertama kali menempati Pulau Bungin ini, tetapi yang jelas saat ini, sebagian besar yang menempati Pulau Bungin adalah Masyarakat Suku Bajo, ini ada kurang lebih 200 tahun yang lalu.

Panorama di salah satu sudut Pulau Bungin di Sumbawa besar, Nusa Tenggara Barat. Foto: Anton Wisuda/Mongabay Indonesia
info gambar
Panorama di pagi hari di salah satu sudut Pulau Bungin. Foto: Anton Wisuda/Mongabay Indonesia
info gambar

Kondisi perairan laut yang baik, membuat Suku Bajo betah untuk menetap dan berkembang dengan sangat pesat di Pulau Bungin. Suku Bajo dalam kehidupan nyatanya memang tidak terpisahkan dari lautan. Para nelayan suku Bajo, dikenal sebagai orang-orang yang sangat pandai menyelam. Mereka mampu menahan napas dalam waktu yang sangat lama di dalam air.

Kebiasaan suku Bajo yang tak biasa ini mendapat perhatian dari para peneliti. Salah satunya adalah Melissa Llardo, seorang kandidat doktor di Pusat GeoGenetika, University of Copenhagen. Llardo penasaran apakah orang-orang suku Bajo telah beradaptasi secara genetis agar bisa menghabiskan waktu lebih lama di dalam air.

Liardo mengambil citra Limpa Suku Bajo untuk diteliti lebih lanjut. Dan hasilnya cukup mencengangkan, ukuran rata-rata limpa suku Bajo 50 persen lebih besar daripada milik suku Saluan ( suku laut lainnya yang dipakai sebagai perbandingan penelitian).

Seorang nelayan dari Suku Bajo sedang mencari ikan di perairan Pulau Bungin, Sumbawa Besar, NTB | Foto: Anton Wisuda/Mongabay Indonesia
info gambar
Tuba, seorang nelayan penyelam pencari ikan dari Pulau Bungin, Sumbawa Besar, NTB. Foto: Anton Wisuda/Mongabay Indonesia
info gambar

Keahlian menyelam Suku Bajo ini dibuktikan langsung oleh Mongabay ketika menyelam dan mengabadikan Tuba, seorang nelayan Bajo, ketika sedang mencari ikan. Tuba dapat menyelam sedalam 20 meter, dan bertahan selama 5 menit di dalam laut. Tuba sendiri sudah tidak muda lagi. Umurnya sekarang sudah 60 tahun lebih, tetapi fisik dan keahliannya menyelam sangat luarbiasa.

Mongabay juga melihat bahwa sejak usia dini, masyarakat Bajo sudah dikenalkan dengan kehidupan laut. Banyak anak-anak kecil yang mempunyai kemampuan menyelam di atas rata-rata orang awam di luar Suku Bajo.

Karena bergantung akan laut, kebanyakan Suku Bajo sangat memelihara lautnya, tak ketinggalan pula dengan Suku Bajo Bungin. Ada pepatah nenek moyang Suku Bajo yang selalu menjadi pegangan masyarakat Bajo, “Papu Manak Ita Lino Bake Isi-isina, kitanaja manusia mamikira bhatingga kolekna mengelolana.” Artinya Tuhan telah memberikan dunia ini dengan segala isinya, kita sebagai manusia memikirkan bagaimana mengelolanya.

Filsafat hidup yang diwariskan leluhur mereka sangat meresap dalam kehidupan mereka dan menjadikan orang Bajo berusaha memahami gejala alam sediri mungkin agar dapat mengelola seisi bumi.

Seorang anak Suku Bajo Pulau Bungin menyelam. Suku Bajo dikenal sebagai penyelam yang unggul. Foto: Anton Wisuda/Mongabay Indonesia
info gambar
Terumbu karang di perairan Pulau Bungin, Sumbawa Besar, NTB | Foto: Anton Wisuda/Mongabay Indonesia
info gambar

Tetapi seiring dengan berjalannya waktu, warisan bijak para nenek moyang ini oleh oknum masyarakat Bajo, mulai ditinggalkan. Banyak diantaranya bahkan secara perlahan merusak alamnya sendiri, seperti pengeboman dan perusakan karang, serta yang paling krusial pada masa sekarang adalah sampah.

Kesadaran akan pentingnya terumbu karang dan kebersihan dirasakan sangat kurang. Ini terbukti, ketika Mongabay datang Ke Pulau Bungin, sampah terlihat di mana-mana dan sangat susah menemukan tempat sampah. Seakan-akan Pulau Bungin sudah menjadi tempat sampah yang sangat besar.

Sungguh miris memang, karenanya butuh keterlibatan banyak pihak untuk menyelesaikan masalah keberlangsungan alam di Pulau Bungin ini. Dan kini kesadaran akan keberlangsungan alam di Pulau Bungin mulai bangkit di kalangan anak muda Bungin.


Sumber: Diposting ulang dari Mongabay Indonesia atas kerjasama dengan GNFI

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini