Memaknai Murka 'Ibu' dan Anak Krakatau

Memaknai Murka 'Ibu' dan Anak Krakatau
info gambar utama

Oleh: Ahmad Cholis Hamzah*

Pada hari Sabtu tanggal 22 Desember 2018 malam hari, Indonesia dikejutkan dengan bencana tsunami di Banten Jawa Barat. Pantai bagian barat Banten ini diterjang ombak pasang atau tsunami dari Selat Sunda. Air bah ini meluluhlantakan apa saja yang dilewati disepanjang pantai Carita dan Tanjung Lesung, Pandeglang. Badan Nasional Penanggulangan Bencana dalam (BNPB) catatannya per hari Senin tanggal 24/12/2018 pukul 07.00 WIB, terjangan ombak itu menelan 281 orang meninggal dunia, 1.016 orang luka-luka, 57 orang hilang dan 11.687 orang mengungsi. Kerusakan fisik meliputi 611 unit rumah rusak, 69 unit hotel-vila rusak, 60 warung-toko rusak, dan 420 perahu-kapal rusak," dan mobil-mobil hancur.

Analisa yang berkembang mengatakan bahwa tsunami itu disebabkan oleh patahan bumi dekat gunung Anak Krakatau yang terletak di lautan diantara Pulau Jawa dan Sumatra, ada juga yang menduga itu akibat longsoran gunung Anak Krakatau yang menyebabkan ombak besar yang kecepatannya melebihi laju pesawat terbang jet.

Berita tsunami itu juga menyebar keseluruh dunia, berbagai stasiun TV internasional menyiarkan berita tsunami di Prime News mereka. Dan memang dunia sudah lama mengenal nama Krakatau ini.

Pada tanggal 26-27 Agustue 1883 atau 135 tahun yang lalu Gunung Krakatau (atau orang barat menyebutnya Krakatoa) meletus hebat, letusannya ini tercatat sebagai letusan volkanik yang mematikan dalam sejarah dunia. Karena ukurang letusan Krakatau ini sama dengan 200 megaton TNT atau 13.000 !!! kali letusan bom atom yang dijatuhkan Amerika Serikat di Hiroshima Jepang pada perang dunia II tahun 1945, yang meratakan Hiroshima. Gunung Krakatau ini menyemburkan batu-batu besar setinggi 25 km, dan suara letusannya didengar dalam jarak 3.600 km. Catatan penjajah Belanda waktu itu menyebutkan bahwa 165 desa dan kota dekat Krakatau hancur dan sedikitnya lebih dari 36 ribu jiwa meninggal- meskipun waktu itu tidak ada kota besar didekat gunung, ribuan orang luka-luka yang hampir semuanya diakibatkan oleh tsunami setelah letusan.

Majalah lama Amerika Serikat Ridest Digest tahun 1946 an milik almarhum Abah saya di salah satu artikelnya mengutip laporan majalah Amerika Serikat “The American Nature” tahun 1946 bahwa gelombang besar akibat meletusnya Krakatau ini saking besarnya sampai mencapai empat benua, tercatat 12.8874,75 km atau 8.000 mil, selain itu angin panas letusan itu melanda seluruh dunia, tidak hanya sekali tapi berkali-kali.

Majalah ini juga melaporan bahwa bongkahan lahar panas nya mencapai seluas negara Perancis, dengan kedalaman sekitar 30 km (100 feet). Selama hampir satu tahun setelah letusan Krakatau debu letusannya menyembur keatas setinggi 48 km (30 mil) sampai menutupi atmosfir seluruh dunia. Majalah itu memuat kesaksian pelaut-pelaut kapal Inggris “Charles Bal” yang melihat pulau di gunung Krakatau itu berdiri melampau cakrawala “bentuknya seperti pohon pinus yang di sinari dengan kilatan-kilatan listrik”. Suara letusannya menyebabkan ketulian menurut laporannya agen the “Lloyd” yang berada di Batavia – nama Jakarta pada waktu Indonesia di jajah Belanda.

Akibat letusan itu pada tahun 1927 “lahir” lah pulau volkanik ditempat gunung Krakatau itu yang orang-orang di wilayah itu menyebutnya “Anak Krakatau” yang juga meletus berkali-kali pada tahun 2008, 2010, 2011 dan 2012. Tinggi Anak Krakatau ini sekitar 400 m diatas permukaan laut.

Indonesia dikenal didunia akibat dua letusan gunung yaitu gunung Tambora di Nusa Tenggara Barat (meletus pada April 1815) dan Krakatau di Selat Sunda ini. Kedua letusan gunung di catat dunia karena pernah merubah siklus iklim global waktu itu.

Penyebab tsunami di Banten itu dan di beberapa daerah seperti Aceh, NTT dan Sulteng dari kajian ilmiah adalah antara lain karena pergesekan lempengan bumi atau longsoran dan letusan gunung berapi. Tapi kajian spiritual mengatakan bahwa semua itu adalah teguran dari Allah akibat ulah manusia yang menyimpang dari ajaranNya. Karena itu melihat murka Anak Krakatau itu haruslah dilihat dari perspektif tersesbut agar bangsa ini sadar untuk menghindari tindakan dan perilaku negatif.

*

Alumni Universitas Airlangga dan

University of London, UK

Staf Khusus Rektor Unaair

Bidang Internasional.




Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

Terima kasih telah membaca sampai di sini