Kisah-kisah Heroik Masa Kini Indonesia

Kisah-kisah Heroik Masa Kini Indonesia
info gambar utama

Oleh: Ahmad Cholis Hamzah*

Pada jaman saya masih kecil tahun 50-60 an, ketika perekonomian Indonesia masih susah, inflasi mencapai 650%; saya menyaksikan di lingkungan kampung saya di Surabaya banyak anak-anak keluarga miskin dengan berbagai keterbatasannya tidak sekolah, karena orang tuanya tidak mampu. Mungkin hal seperti itu juga terjadi dimana-mana di negeri kita ini pada masa itu. Seiring dengan kemajuan bangsa , sekarang hampir semua anak mengenyam pendidikan, karena tingkat pendapatan masyarakat secara umum sudah bagus. Namun demikian masih banyak anak-anak kita pada jaman ini dengan segala keterbatasan ekonomi maupun sarana dan prasarana, toh tidak menyerah seperti jaman saya kecil dulu, yaitu tetap ingin sekolah.

Kantor berita internasional AFP misalya, pada tanggal 20 Desember 2018 mewartakan kekerasan tekad seorang anak disfabel untuk tetp bersekolah. Judul berita AFP itu “Indonesian third grader’s ‘school crawl” becomes sensation”. Anak yang diberitakan ini namanya Mukhlis Abdul Holik umut 8 tahun, dengan tas dipunggungnya dan sandal di kedua tangannya agar tidak kepanasan bila berjalan dengan kedua tangannya di jalan, karena kakinya begitu kecil sehingga tidak bisa berjalan, dan kalau berdiri tingginya hanya setinggi pinggang teman-temannya. Adik kita ini merangkak menggunakan kedua tangannya dari desa nya di Jawa Barat melewati jalan berbatu, dan naik turun dengan turunan yang curam menuju sekolahnya yang berjarak hampir 6 km, pulang pergi kerumahnya baik dikala terik matahari maupun hujan. Dia dikenal publik setelah banyak awak media memberitakannya.

Abdul Holik bertemu dengan Presiden Jokowi tanggal 3 Desember 2018 dalam acara peringatan Hari Disabilitas Internasional. Pada pertemuan itu Presiden menanyakan pada adik kita ini, minta hadiah apa. Abdua Holik ternyata tidak meminta hadiah, dia hanya ingin masuk Perguruan Tinggi. Pada awak berita AFP, Holik mengatakan dia ingin menjadi petugas pemadam kebakaran, dokter atau seorang astronot. Seorang anak yang punya keterbatasan tubuh masih punya tekad untuk menjadi orang yang berpendidikan.

Desy Priharyana | dream.co.id
info gambar

Di sosmed tahun 2015, ramai diberitakan tentang pemuda umur 17 tahun bernama Dessi Priharyana siswa kelas 1 SMKN2; yang bekerja keras menjaga toko kelotong dimalam hari didesa Toino, Pandowoharjo, Sleman Jogyakarta. Dia mau bekerja apa saja, mulai jualan “Slondok” – jajanan khas Jogyakarta hingga menjadi buruh bangunan yang penting halal. Dia jualan Slondok sejak waktu di SMP dengan mengayuh sepede onthel dengan kotak hijau di jok belakang yang berisi bungkusan slondok, ditengah terik matahari dan kehujanan; tanpa malu dan kata menyerah. Semua itu dilakukannya agar dia tetap bisa sekolah, hasil jualannya untuk membeli alat tulis dan uang saku untuk adiknya.

Kita juga sering membaca berita dan melihat video youtube dimana anak-anak kita di berbagai daeraheri ini dengan segala kerterbatasan, misalnya untuk menuju sekolahya yang berkilo-kilo meter itu harus menyeberangi sungai, dengan mencopot pakaian dan sepatunya terlebih dahulu, dan mengangkat tas nya diatas kepala, terjun ke sungai yang lebar demi bisa mencapai sekolahnya diseberang sungai. Kalau toh ada jembatan, itupun jembatan sementara terbuat dari bambu dan tali dari akar pohon dimana anak-anak kita bergelayutan menyeberangi sungai yang airnya deras, agar bisa sekolah.

Kisah-kisah heroik anak-anak kita yang punya tekad kuat – a Strong Will untuk mendapatkan pendidikan semacam itu banyak dijumpai diseluruh nusantara ini. Dan kemauan mereka itu harus ditangkap oleh semua pihak terutama pemerintah untuk menjadikan sektor pendidikan itu menjadi prioritas. Contoh-contoh tentang kemajuan bangsa-bangsa maju karena pendidikan itu banyak kita saksikan; sebut saja Jepang sejak jaman kekaisan Tokugawa sudah fokus pada pendidikan rakyatnya, Malaysia yang kita lihat sekarang maju dan modern itu juga karena pembngunan pendidikan. Jaman Tun Mahathir Muhammad menjadi Perdana Menteri dulu punya program mengirim ribuan anak-anak dan pemuda ke sekolah dan perguruan tinggi di luar negeri dengan program beasiswa. Negara Cina pun melakukan hal yang sama. Dan banyak contoh lainnya.

Negara-negara yang sudah maju itu sebelum membangun infrastrukturnya yang hebat melakukan investasi SDM atau Human Investment terlebih dulu. Investasi dibidang pendidikan ini memang jangka panjang, tapi harus serius dilakukan. Kalau kita mengabaikan pembangunan pendidikan ini, maka kita jelas mengkhianati amanat UUD kita, dan juga mengkhianati mimpi-mimpi anak-anak kita yang ingin mendapatkan pendidikan seperti Mukhlis Abdul Holik, Desi Priharyana atau anak-anak kita yang bergelayutan di jembatan darurat dan yang mencebur ke sungai demi mendapatkan pendidikan itu.

*

Alumni Universitas Airlangga,

University of London

Staf Khusus Rektor Unair

Bidang Internasional.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

Terima kasih telah membaca sampai di sini