Lanskap Sembilang: Mangrove, Harimau, dan Harapan Nyata Masyarakat

Lanskap Sembilang: Mangrove, Harimau, dan Harapan Nyata Masyarakat
info gambar utama

Tahun 2018 lanskap Sembilang, yang masuk Taman Nasional Berbak-Sembilang, ditetapkan sebagai cagar biosfer oleh UNESCO. Penetapan ini dengan pertimbangan Sembilang yang luasnya mencapai 202.896,31 hektar, sekitar 45 persen kawasannya merupakan mangrove. Berapa jenis mangrove yang ada di Sembilang?

Dr. Sarno, peneliti mangrove dari Universitas Sriwijaya, dalam perbincangan dengan Mongabay Indonesia, Jumat (21/12/2018) mengatakan, ada 28 jenis mangrove. “Ini berdasarkan penelitian bersama restorasi kawasan mangrove terdegradasi di Sembilang antara Universitas Sriwijaya dengan JICA dan TN Sembilang (sebelum bergabung dengan TN Berbak) selama lima tahun, 2010-2015. Lanskap Sembilang sendiri dialiri 70 sungai,” jelasnya.

Ke-28 jenis mangrove itu adalah jeruju putih (Acanthus ebrachteotus), jeruju (Acanthus ilicifolius), piai raya (Acrosthicum aureum), piai lasa (Acrosthicum speciosum), gigi gajah (Aegiceras corniculatum), api-api (Avicennia alba), api-api abang (Avicennia marina), api-api daun lebar (Avicennia officinalis), burus (Bruguiera gymnorrhiza), pertut (Bruguiera parviflora), bius (Bruguiera sexangula), tancang-sukun (Bruguierra cylindrical), dan kenyonyong (Ceriops decandra).

Berikutnya, tengah (Cleudendrum inerme), kayu tulang (Ceriops tagal), ambung (Glochidion litoral), madengan (Derris trifoliate), berus-berus (Excoecaria agallocha), mengkudu (Kandelia candel), buyuk (Morinda citrifolia), jangkah (Nypa fruticans), bakau (Rhizophora apiculata), sesepi (Rhizophora mucronata), prapat (Sesuvium portulacastrum), pedada (Sonneratia alba), bogem (Sonneratia caseolaris), sernai (Sonneratia ovate), banang-abang (Wedelia biflora), dan dempul lelet (Xylocarpus granatum).

Mangrove dengan perakarannya yang melindungi area pesisir pantai. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia
info gambar

Jenis mangrove yang paling banyak di pesisir timur Sumatera Selatan, selain bakau juga api-api. Salah satu tanjung di Kabupaten Banyuasin pun disebut “Tanjung Api-Api”.

Di Indonesia terdapat 69 jenis mangrove. Sekitar 47 jenis mangrove sejati dan 22 mangrove ikutan. Famili Rhizophoraceae yang paling banyak jenisnya, 12 jenis, seperti bakau. Dari ke-69 jenis mangrove itu ada beberapa jenis yang belum diketahui nama lokalnya. Misalnya, jenis mangrove sejati, seperti A. anisomeres dan G. paludosa.

“Kami lagi menyusun buku mangrove di Sembilang, segera terbit,” jelas pengajar Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sriwijaya ini.

Harimau sumatera | Foto: Rhett Butler/Mongabay.com
info gambar

Penyadaran manfaat mangrove

Dijelaskan Sarno, ekosistem mangrove memberikan banyak manfaat. Baik secara ekologi, fisik, maupun ekonomi. “Manfaat ini sudah dirasakan masyarakat di Sembilang maupun sekitar. Manfaat langsung misalnya kayu atau daun nipah untuk atap perahu, rumah dan lainnya. Keberadaan mangrove pun menjadi benteng permukiman masyarakat dari hantaman badai atau angin kencang,” katanya.

Manfaat tidak langsung adalah mangrove sebagai nursery ground dan spawning ground berbagai jenis ikan, serta udang, kerang, dan kepiting. Serta, tempat hidup berbagai jenis biota air dan darat, sehingga nelayan mendapatkan banyak ikan sepanjang tahun.

Mangrove juga berfungsi mengolah limbah beracun, penghasilan oksigen dan penyerap karbon, serta potensial sebagai objek wisata alam.

Satwa juga memanfaatkan hutan mangrove sebagai habitat hidupnya. Foto: Ridzki R Sigit/Mongabay Indonesia
info gambar

“Ketidakpahaman masyarakat sekitar Sembilang terkait manfaat tidak langsung ini yang menyebabkan lanskap tersebut terancam rusak. Ada alih fungsi lahan, penebangan liar, dan eksploitasi yang tanpa didukung penanaman kembali,” ujar Sarno. “Pemerintah maupun pihak-pihak yang peduli dengan mangrove perlu mensosialisasikan manfaat mangrove bagi kehidupan masyarakat, terutama di sekitar Sembilang, sehingga mereka turut menjaga secara lestari,” lanjutnya.

Selain itu, meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan hidup masyarakat di sekitar Sembilang akan kayu, membuat ekosistem mangrove di sana mengalami kerusakan atau terancam. “Banyak lahan mangrove di Sembilang yang rusak, yang perlu direhabilitasi. Hendaknya kegiatan ini melibatkan masyarakat. Mereka yang menanam, menjaga, dan merasakan pula manfaatnya,” kata Sarno.

Ikan merupakan sumber kehidupan utama nelayan tradisional. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia
info gambar

Bukan hanya Sembilang

Penyelamatan mangrove di pesisir timur Sumatera Selatan bukan hanya dilakukan di Sembilang, tapi juga di sejumlah lanskap penting lain. Sebut saja Air Sugihan, Tulungselapan dan Cengal. “Ada satwa kunci dilindungi di wilayah tersebut yakni gajah sumatera, seperti halnya harimau sumatera di Sembilang,” kata Yusuf Bahtimi, peneliti dari CIFOR, menanggapi penjelasan Dr. Sarno mengenai mangrove di Sembilang, Jumat (21/12/2018).

“Dulu wilayah Air Sugihan, Tulungselapan dan Cengal, merupakan sentra ikan terbesar di pesisir timur Sumatera Selatan, seperti halnya Sembilang pada saat ini. Sebab, hutan mangrovenya masih ada dan baik. Tapi saat ini sudah habis karena permukiman, perkebunan, dan lainnya, sehingga populasi ikan menurun. Dampaknya, penghasilan dan sumber pangan masyarakat dari ikan tidak seperti dahulu, sedikit,” katanya.

Anggrek Ratu yang ditemukan di hutan mangrove Sembilang | Foto: Bayu
info gambar

Dr. Najib Asmani, Koordinator TRG (Tim Restorasi Gambut), mengatakan sudah ada upaya rehabilitasi hutan mangrove di wilayah Air Sugihan, Tulungselapan dan Cengal. “Baik yang dilakukan organisasi non-pemerintah maupun perusahaan. Misalnya, dilakukan di sepanjang hutan lindung pantai di Kabupaten OKI,” katanya.

Namun, karena lanskap Air Sugihan, Tulungselapan, dan Cengal, lebih luas dibandingkan Sembilang, yang mencapai tujuh ratus ribu hektar, dan sudah ada aktivitas pertanian, HTI dan perkebunan, maka dibutuhkan upaya semua pihak. Pengaturan wilayah rehabilitasi harus ada karena butuh waktu panjang. “Pada tahap awal ini, mungkin saya setuju jika perbaikan mangrove diutamakan di SM Padang Sugihan Sebokor yang dikelilingi sungai,” tandasnya.


Sumber: Diposting ulang dari Mongabay Indonesia atas kerjasama dengan GNFI

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini