Ada yang Baru Nih di Jogja! Apa ya Kira-kira?

Ada yang Baru Nih di Jogja! Apa ya Kira-kira?
info gambar utama

“Becak rancangan saya dengan gerak roda depan,” kata Wiwin, seraya memperlihatkan becak listrik itu. Bersisihan dengan gerobak listrik, sepeda listrik, dan sepeda motor listrik di sudut teras rumahnya, di perumahan Jatimulyo Baru, Kricak, Yogyakarta. “Ini satu-satunya, karena semua becak gunakan gerak roda belakang.”

Becak yang kita kenal umumnya menempatkan pedal di tengah lalu dihubungkan dengan rantai menuju as roda belakang. Dari roda belakang ini becak seolah-olah mendapat tenaga dorong ke depan. Itu yang disebut gerak roda belakang.

Becak rancangan Wiwin beda. Sepintas seperti tak ada yang istimewa. Rahasianya tersembunyi di bawah jok. Begitu jok dibuka terlihat ada dinamo gardan, menyatu dengan as roda depan. Kebalikan dengan becak biasa, dinamo ini jadi sumber tenaga yang menarik becak melaju ke muka.

“Selama ini mobil yang gerak roda depan,” katanya, pada penghujung Desember lalu.

Merakit kendaraan listrik

Cerita Wiwin, sejak 2011 fokus mengembangkan kendaraan listrik, mulai membuat otopad, sepeda listrik, troly listrik, hingga mobil kecil serupa mobil golf. Dia memakai bendera Mobilijo (Mobil Listrik Jogja). Ijo sekaligus berarti hijau, identik dengan gerakan prolingkungan.

“Kebetulan saya itu hobi teknologi terbarukan. Tertarik dengan kendaraan ramah lingkungan, tanpa BBM (bahan bakar minyak-red). Walaupun awalnya cuma otopad, seperti biasa dipakai anak-anak, tapi saya coba bikin untuk dewasa juga.”

Becak listrik rancangan SMK Piri 1 Yogyakarta. Foto: NUswantoro/ Mongabay Indonesia
info gambar

Becak dengan gerak roda depan itu adalah seri terbaru rancangannya. Sejauh ini, sudah ada enam seri becak listrik dia buat, dengan mesin dan teknologi berbeda-beda.

“Saya berpikir, melamun, mencoba terus. Karena becak ini kan kendaraan yang tak boleh kencang. Maksimal 25 km per jam. Bagaimana agar dayanya kuat? Saya ingin sempurnakan yang sudah-sudah itu,” kata pria lulusan STM jurusan mesin ini.

Dia merasa iba melihat penarik becak yang tua. Untuk mengurangi beban mereka, sekaligus tetap tak mengubah karakter becak sebagai kendaraan ramah lingkungan, becak listrik gerak roda depan pun tercipta.

“Penarik becak itu banyak yang tua, di atas 50 tahun. Saya inovasi dengan becak gerak roda depan, gunakan dinamo gardan. Makan setrum sedikit, daya angkut besar, dan tetap ramah lingkungan. Alhamdulillah, sudah 90%. Sudah kita coba. Pas menanjak kuat.”

Dia mengawali semua dari modal nekat. Berbagai dinamo dia coba. Meski sering menemui kegagalan namun tak menyurutkan niatnya.

“Pokoknya nekat. Sampai pernah karena tidak ada kontrol begitu ditekan langsung kencang,” katanya tertawa. “Akhirnya, ketemu alat yang bisa atur speed supaya pelan.”

Masalah lain, dulu dia bingung di mana bisa membeli sparepart dinamo. Sampai seorang teman membantu mendapatkan sparepart dari China, lalu terwujudlah sepeda listrik. Akhir 2012, inovasi becak listrik pertama tercipta. Dia perkenalkan di titik nol kilometer Yogyakarta pada 2013.

Mulai jalan

Wahono, warga Terban, Yogyakarta, memarkir becak listrik di sebelah Timur Tugu Jogja, Jumat, 21 Desember. Ditemani rekan yang lain, mereka sabar menunggu calon penumpang yang tertarik berkeliling kota dengan kendaraan roda tiga ini.

Beberapa pejalan kaki yang melintas tampak melirik becak yang terlihat beda. Di atas tudung becak ada panel surya. Pada roda belakang ada dinamo terpasang. Ada kabel menjuntai, lampu sein, panel, dan pengatur kecepatan.

“Tenaga pakai solar sel,” kata Wahono. “Di bawah ada dinamo untuk pengangkatan. Digas, lalu jalan.”

Dia lalu membuka jok untuk memperlihatkan letak baterai, tempat energi listrik dari panel surya disimpan. Jumlah ada empat. Dia bilang, baterai bisa dibeli di toko-toko, harga masing-masing Rp900.000. Dengan pengisian enam jam, mampu dipakai untuk empat jam.

Becak listrik itu bukan miliknya. Dia menyewa Rp10.000 per hari. Becak listrik ini merupakan kendaraan ramah lingkungan yang dikembangkan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Piri Yogyakarta.

Raden Sunarto, guru teknik listrik SMK Piri suatu ketika mempresentasikan prototipe becak listrik di Kementerian Riset dan Teknologi. Selanjutnya, mereka mendapat bantuan membuat 10 becak. Awalnya, panel surya diletakkan di roda belakang, di belakang pengemudi. Pengembangan pada versi kedua panel surya pindah ke depan, di atas tudung.

Wiwin dan becak listrik rancangannya. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia
info gambar

Pada versi kedua, kecepatan becak listrik bisa mencapai 30 km perjam. Selain mengandalkan sinar matahari, becak listrik versi kedua ini juga bisa isi energi gunakan colokan listrik.

“Harga Rp17 juta, Rp5 juta untuk becak, Rp12 juta untuk alat-alatnya,” kata Wahono, pengemudi becak sejak 1999.

Dia pernah memakai sepeda kayuh, juga becak motor yang diwacanakan bakal dihapus di Jogja.

“Becak listrik tenaga matahari ini membantu. Kalau genjot terus capek. Pakai ini genjot seperlunya. Sambil menunggu penumpang bisa ngisi baterai.”

Dia mengatakan, masih lebih enak memakai becak motor meski harus membeli BBM Rp20.000 untuk pemakaian tiga hari. Alasannya, becak motor lebih kuat, jarak tempuh bisa lebih jauh. Ada saja penumpang memilih becak motor karena membawa banyak barang. Wisatawan yang punya waktu terbatas juga bisa berkeliling menikmati kota lebih cepat dibanding becak kayuh.

Sejauh pengamatannya, belum banyak penarik becak seperti dia yang tertarik untuk pindah ke becak listrik. Kecuali kalau aturan larangan becak motor benar-benar berjalan barulah mereka menggantinya. Itupun kalau pemerintah mau menukar becak motor dengan becak listrik. Untuk membeli yang baru, mereka kesulitan.

Menurut Wiwin, banyak penarik becak mau beralih ke becak listrik.

“Mau sekali, banyak penarik becak datang. Di kira saya membuat banyak padahal hanya prototipe, contoh. Harapannya, pemerintah bisa mensubsidi atau menghibahkan.”

Di Kantor Inovation Center for Automatic (ICA) UGM, Kamis, (13/12/18), beberapa teknisi sedang memasang dinamo tenaga listrik yang ditempatkan di belakang sadel. Ada rantai tambahan menghubungkan dinamo dan as roda belakang. Becak listrik buatan UGM ini memiliki dua rantai. Rantai satu lagi terhubung dengan pedal.

Sebanyak 12 becak listrik dibagikan kepada penarik becak Kamis, (20/12/18). Para penarik becak itu biasa mangkal di sekitar kampus. Bersama-sama Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (PSEKP) dan ICA, becak listrik diperkenalkan untuk mengganti becak motor dan becak kayuh.

Pengembangan becak listrik ini dilakukan Fakultas Teknik, dengan dukungan dana tanggung jawab sosial sejumlah BUMN. Dalam keterangan pers, Jayan Sentanuhady, Kepala ICA, mengatakan, pengembangan becak listrik sejak 2016, kini masuk seri enam.

Becak listrik UGM ditenagai motor listrik 48 Volt, dengan baterai 48 Volt 12 Ah, dan daya 1.500 Watt. Ada tempat colokan listrik pada tubuh becak di bagian samping kanan belakang. Pengisian selama 3-4 jam bisa menempuh jarak 30-35 km.

Di Mobilijo, penarik becak yang ingin mengubah becak kayuh jadi becak listrik perlu dinamo sekitar 800 Watt. Baterai empat, dengan kapasitas minimal 18 ampere. Selain itu, katanya, perlu controller, biasa sudah jadi satu dengan dinamo saat pembelian.

Wiwin berharap, kelak pemerintah menyediakan stasiun pengisian listrik untuk mendorong pemakaian kendaraan listrik termasuk becak ini.

Becak listrik rancangan ICA UGM sedang dikerjakan teknisi | Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia
info gambar

Sumber: Diposting ulang dari Mongabay Indonesia atas kerjasama dengan GNFI

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini