Tradisi Mengejar Ayam yang Dipercaya Mendapat Berkah

Tradisi Mengejar Ayam yang Dipercaya Mendapat Berkah
info gambar utama

Tidak heran jika kekayaan budaya Indonesia sangatlah beragam. Tak hanya beragam, seringkali masing-masing tradisi yang dilakukan oleh masing-masing komunitas terkesan unik bagi satu sama lainnya. Sama seperti tradisi yang diadakan di Dusun Pancot, Kalisoro, Tawangmangu, Karanganyar.

Upacara adat ini merupakan salah satu upacara adat Kejawen. Kejawen sendiri secara garis besar merupakan kepercayaan asli masyarakat Jawa, berisi filasafat tertentu yang dibarengi dengan suatu perilaku yang memang sudah sejak lama ada. Upacara Mondosiyo bertujuan untuk meminta diberikan berkah. Tidak hanya itu, upacara ini pun bertujuan untuk mengekspresikan rasa syukur masyarakat setempat.

Warga yang mencoba menangkap ayam di tradisi Mondosiyo | Foto: Stefanus Ajie / Jakarta Post
info gambar

Tradisi tersebut dinamai Mondosiyo, diadakan rutin setiap tujuh bulan sekali, dimulai pada hari Minggu Pon hingga puncak acara pada hari Selasa Kliwon Wuku Mondosiyo, dimana namanya diambil. Ratusan warga menggelar tradisi tersebut.

Pada hari Minggu Pon, warga setempat mulai mempersiapkan bahan-bahan yang akan digunakan untuk sesajen, seperti beras, kambing, ayam, dan lainnya. Satu hari sebelum puncak acara, yaitu hari Senin Wage, warga setempat telah mempersiapkan sesajen dan menyimpannya di rumah sesepuh adat. Pada hari Selasa Kliwon, sebelum dimulainya upacara Mondosiyo, terdapat rangkaian aktivitas yang harus dilakukan terlebih dahulu, seperti para sesepuh adat dan tokoh masyarakat membawa kambing kendit dan ayam ke punden Bakpatokan untuk dijadikan sesajen pada pukul 07.00 WIB, diperdengarkan gendhing Manyar Sewu pada pukul 13.00 WIB, dan yang lainnya. Upacara Mondosiyo sendiri dimulai pada pukul 16.00 WIB.

Adapun dalam tradisi tersebut terdapat beberapa prosesi.

Penampilan seni reog untuk membuka tradisi Mondosiyo | Foto: Stefanus Aji / Jakarta Post
info gambar

Prosesi yang pertama adalah penampilan kelompok seni reog. Untuk penampilan ini tidak hanya ditampilkan oleh kelompok seni reog dari Karanganyar saja, melainkan kelompok seni reog dari daerah lain seperti Ponorogo, Solo, dan beberapa kota lain juga turut hadir untuk memeriahkan.

Upacara dilangsungkan oleh para sesepuh adat. Di lokasi puncak acara, terdapat sebuah bangunan kecil bernama cungkup watu gilang yang digunakan untuk menyimpan air badeg atau air tape yang telah disiapkan selama tujuh bulan. Sebelum puncak acara digelar, air badeg ini disiramkan kepada warga. Karena mempunyai sifat lengket, para warga kebanyakan menghindar.

Puncak acara dari tradisi Mondosiyo adalah pelepasan ayam yang digelar sekitar pukul 17.00 WIB. Ayam-ayam ini adalah milik warga yang sebelumnya memiliki nazar. ''Mereka biasanya bernazar kalau keinginannya tercapai akan melepaskan ayam,'' ungkap Sulardi. Satu persatu warga yang memiliki nazar melepaskan ayamnya ke atas bangunan yang disebut badegan. Bangunan ini memiliki tiga pintu masuk dan beratap seng. Kemudian masyarakat setempat berebut ayam hidup dengan cara mengejar dan menangkapnya. Mereka percaya bahwa siapapun yang mendapatkan ayam tersebut akan mendapat limpahan keberkahan.

Salah seorang warga yang berhasil menangkap ayam | Foto: Stefanus Ajie / Jakarta Post
info gambar

Dalam rebutan ayam ini ada satu aturan yang harus dipatuhi, yakni warga tidak boleh menangkap ayam dengan naik ke atas genting.

''Tradisi ini adalah tradisi leluhur yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Ini untuk mengingat kembali sejarah lahirnya desa ini,'' terang Ketua Panitia yang juga sesepuh dusun, Sulardi, seperti dikutip dari JawaPos.com.

Sumber: Jawa Pos | Jakarta Post | Budaya Indonesia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini