Satelit Voyager dan Kebudayaan Indonesia

Satelit Voyager dan Kebudayaan Indonesia
info gambar utama

Pada tangal 5 September 1977 sebuah pesawat antariksa tanpa awak bernama Voyager 1 diluncurkan dan lebih dari 41 tahun kini ia mengudara di luar tata surya. Menjadikannya sebagai benda buatan manusia yang berada paling jauh dari bumi pada jarak 19,7 miliar kilometer dari bumi (per 1 Agustus 2015) dan memasuki helioshealth setelah melewati termination shock yang membatasi tata surta.

Letak Voyager 1 | Sumber: cosmosup
info gambar

Berada di jarak sejauh itu, sinyal dari Voyager 1 membutuhkan waktu lebih dari 36 jam untuk bisa sampai di pusat kontrolnya, Jet Propulsion Laboratory di dekat Pasadena, California, Amerika Serikat yang merupakan proyek kolaborasi NASA dan Caltech.

Diluncurkannya satelit ini berhubungan dengan kejadian pada saat itu dimana terjadi susunan planet yang langka, terjadi hanya 175 tahun sekali, untuk dapat mengunjungi Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus sekaligus.

Sampul Golden Record diperlihatkan dengan instruksi ekstraterestrialnya | Kredit: NASA / JPL
info gambar
Oleh karena itu tujuan utama peluncuran Voyager 1 adalah untuk meneliti Jupiter dan Saturnus serta cincin dan bulan dari kedua planet tersebut yang mana telah berhasil dikunjunginya di akhir tahun 70an hingga awal tahun 80an.

Sumber tenaga Voyager 1 berasal dari pembangkit termolistrik radioisotop (radioisotope thermoelectric generator) dan diperkirakan masih akan terus tersedia dan menyalurkan komunikasi dengan Bumi sekitar 8 6 tahun lagi tepatnya tahun 2025 hingga akhirnya Voyager 1 menjadi interstellar probe abadi.

Sama seperti pendahulunya, Pioneers 10 dan 11 yang meluncur terlebih dahulu keduanya membawa plat logam kecil yang mengidentifikasi waktu dan tempat asal mereka untuk kepentingan para penjelajah ruang angkasa lain yang mungkin menemukannya di masa depan yang jauh.

Dengan contoh yang sudah pernah dibuat ini, NASA menempatkan pesan yang lebih ambisius di atas Voyager 1 dan 2, semacam kapsul waktu, yang dimaksudkan untuk mengomunikasikan kisah dunia kita kepada makhluk luar angkasa. Pesan Voyager dibawa oleh rekaman fonograf, disk tembaga berlapis emas 12 inci yang berisi suara dan gambar yang dipilih untuk menggambarkan keragaman kehidupan dan budaya di Bumi. Pesan Voyager tersebut dikenal dengan sebutan The Golden Record.

Isi dari The Golden Record tersebut dikurasi untuk NASA oleh komite yang diketuai oleh Carl Sagan dari Cornell University, et. Al. Sagan dan rekan-rekannya mengumpulkan 115 gambar dalam bentuk analog dan berbagai suara alam, seperti ombak, angin, dan petir, burung, paus, dan hewan lainnya. Kemudian mereka menambahkan ragam musik dari berbagai budaya dan era, dan ucapan salam dari manusia Bumi dalam 55 bahasa, dan pesan cetak dari Presiden Jimmy Carter dan Sekretaris Jenderal PBB saat itu, Kurt Waldheim.

 Pesawat ruang angkasa Voyager menampilkan tempat Golden Record dipasang | Kredit: NASA / JPL
info gambar

Kita patut berbangga sebagai masyarakat Indonesia karena kebudayaan kita sebagai orang Indonesia turut terekam di dalam The Golden Record tersebut.

Adapun bentuk kebudayaan Indonesia yang ada di dalam The Golden Record adalah dimana Bahasa Indonesia menjadi salah satu bahasa dari 55 bahasa yang disematkan dalam ucapan salam dari manusia bumi.

Selain itu, dalam 115 gambar yang ada terdapat pula sebuah gambar yang menampilkan penari Bali yang dipotret oleh Donna Grosvenor. Sayangnya karena terbatas oleh hak cipta, gambar-gambar tersebut tidak bisa ditampilkan disini, tapi beberapa dapat di akses disini.

Ada pula sumbangsih budaya Indonesia yang tercatat di The Golden Record dalam bentuk rekaman musik gamelan asal Jawa Tengah berjudul "Puspawarna" atau lengkapnya Ketawang Puspawarna Laras Slendro Pathet Manyurakarya Mangkunegara IV.

Wah, saya sih merinding mengetahui fakta bahwa peradaban manusia termasuk kebudayaan yang saya jalani sehari-hari telah terekam secara abadi di dalam The Golden Record.


Sumber: Voyager NASA | Kompasiana | IDN Times

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini