Fintech di Indonesia: Perlu Adanya Perlindungan Masyarakat

Fintech di Indonesia: Perlu Adanya Perlindungan Masyarakat
info gambar utama
Pada tanggal 5 Februari 2018, saya didampingi Kepala Lembaga Penjamin Mutu Universitas Sunan Giri Surabaya, menghadiri seminar tentang Financial Technology di STIE Perbanas Surabaya dimana pembicara tunggalnya adalah Profesor Muliaman Hadad mantan Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Prof. Muliaman seorang pakar dunia Perbankan dan Keuangan di Indonesia sangatlah tepat membicarakan materi tersebut.

Dunia teknologi yang perkembangannya cepat di dunia ini sekarang sudah merambah ke bumi Nusantara, dan hal itu adalah sebuah keniscayaan, karena dunia teknologi tidak bisa dibendung dan perkembangannya begitu cepat tidak mengikuti deret hitung melainkan deret ukur. Dan perkembangan dunia teknologi itu juga berkembang di jasa keuangan yang umumnya disebut sebagai Fintech atau Financial Technology.

Ada banyak definisi Financial Technology itu, salah satunya dari Fintech Weekly yang menyebutkan bahwa: FinTech is a line of business based on using software to provide financial services. Financial technology companies are generally startup founded with the purpose of disrupting incumbent financial systems and corporations that rely less on software.

Secara umum dalam definisi itu disebutkan bahwa Fintech adalah sebuah bisnis yang menggunakan teknologi IT dalam memberikan jasa keuangan.

Dalam sebuah makalahnya, Prof. Muliaman menyebutkan bahwa Fintech itu adalah sebuah inovasi yang berhasil mentransformasi suatu sistem atau pasar yang telah ada, dengan memperkenalkan kepraktisan, kemudahan akses, kenyamanan, dan biaya yang ekonomis, dikenal sebagai Inovasi Disruptif (Disruptive Innovation). Istilah ini dilontarkan pertama kalinya oleh Clayton M. Christensen dan Joseph Bower di tahun 1995 lalu. "Disruptive Technologies: Catching the Wave", Harvard Business Review (1995).

Inovasi disruptif ini biasanya mengambil segmen pasar tertentu yang kurang diminati atau dianggap kurang penting bagi penguasa pasar, namun inovasinya bersifat breakthrough dan mampu meredefinisi sistem atau pasar yang sudah eksis. Munculnya Inovasi disruptif jika tidak diantisipasi dengan baik oleh dunia usaha dapat menyebabkan kejatuhan seperti yang dialami KODAK dan NOKIA.

Fenomena Inovasi disruptif juga terjadi di Industri Jasa Keuangan yang telah men-disrupsi landscape Industri Jasa Keuangan secara global. Mulai dari struktur industrinya, teknologi intermediasinya, hingga model pemasarannya kepada konsumen. Keseluruhan perubahan ini mendorong munculnya fenomena baru yang disebut Financial Technology (Fintech).

Perkembangan teknologi IT yang juga berkembang di dunia jasa keuangan, perbankan, menyebabkan dunia perbankan harus berpikir ulang tentang strategi lamanya di mana nasabahnya masih harus bertatap muka dengan petugas bank; sementara sekarang dengan kemajuan dunia Fintech, seorang nasabah dapat berhubungan dan berkomunikasi dari kamar rumahnya menggunakan kemajuan teknologi IT.

Dunia saat ini yang berada di fase Revolusi Industri Keempat yang ditandai dengan revolusi IT, Digital Technology dan Artificial Intelligent. Robot telah mengubah cara berpikir manusia, mengubah gaya hidup, mengubah dunia usaha termasuk bisnis keuangan dan perbankan. Karena itu Bill Gates (1994) pernah mengatakan bahwa “..banking is necessary, banks are not..” Ini menggambarkan bahwa di masa depan industri perbankan akan bergerak ke arah virtual banking tanpa kehadiran bank secara fisik.

Financial Technology seperti itu mulai merambah kehidupan masyarakat kita di Indonesia, dan mulai menarik minat, karena berbagai hal antara lain masyarakat tidak dapat dilayani industri keuangan tradisional karena dunia perbankan terikat aturan yang ketat serta keterbatasan industri perbankan dalam melayani masyarakat di daerah tertentu.

Indonesia yang menempati peringkat salah satu negara terbesar yang menggunakan teknologi IT seperti Facebook, Instagram, Twitter, ponsel di dunia ini menjadikan Financial Technlogy memiliki peluang yang besar.

Pada tahun 2015-2016 sudah tercatat ada 165 perusahaan Fintech di Indonesia, dan angka itu akan terus meningkat di tahun-tahun berikutnya. Selain itu Financial Technology di Indonesia memiliki beberapa manfaat seperti dapat mendorong pemerataan tingkat kesejahteraan penduduk, dapat meningkatkan inklusi keuangan nasional, mendorong kemampuan ekspor UMKM yang saat ini masih rendah, dapat membantu pemenuhan kebutuhan pembiayaan dalam negeri yang masih sangat besar dan mendorong distribusi pembiayaan Nasional masih belum merata di 17.000 pulau.

Isu perlindungan masyarakat

Pada sesi tanya jawab – kebetulan yang bertanya hanya saya dan seorang mahasiswa - saya menanyakan kepada Prof. Muliaman tentang perlindungan masyarakat terhadap munculnya jasa keuangan dengan menggunakan IT itu.

Saya kemukakan bahwa saat ini banyak bermunculan jasa keuangan yang muncul di Facebook yang menawarkan produk pinjaman keuangan secara cepat, misalkan menawarkan pinjaman uang dari Rp 1 juta sampai 100 juta hanya dengan menggunakan android, kita hanya meng-klik sebuah aplikasi, dan diminta mengunduh foto copy KTP, alamat e-mail, riwayat transaksi dengan provider online, meng-klik jumlah pinjaman yang diinginkan dan submit, dan dalam hitungan menit uang pinjaman sudah masuk ke rekening bank kita.

Begitu mudah dan cepat, sehingga banyak masyarakat tertarik untuk menggunakan layanan seperti itu – daripada ke Bank yang memiliki aturan berbelit-belit.

Namun seringkali orang melakukan tahapan-tahapan di atas, tapi pinjaman tidak di setujui. Lalu bagaimana bentuk proteksi terhadap masyarakat tadi yang karena sudah terlanjur men-submit data pribadinya (KTP, No Rek Bank, Alamat E-mail); bagaimana kalau data pribadi yang sudah di tangan perusahaan Fintech ini di gunakan untuk hal-hal negatif tanpa seizin pemilik data.

Perlu diingat juga, dengan cara seperti itu sebuah perusahaan IT dunia (misalkan Fintech dalam hal ini) dapat memiliki jutaan data dari jutaan masyarakat Indonesia dengan cara gratis atau cuma-cuma. Padahal siapapun (termasuk sebuah negara) yang memiliki data lengkap - di dunia saat ini, akan menjadi pemenang!

Prof. Muliaman setuju dengan pendapat saya bahwa memang negara dalam menghadapi gencarnya bermunculan jasa keuangan dengan IT ini harus memiliki aturan yang ketat untuk melindungi data pribadi dan (negara) dari pihak lain.

Selain itu beliau menganjurkan agar ada upaya untuk membuat penyebaran literacy atau kemampuan masyarakat untuk memahami tetek-bengek munculnya jasa-jasa keuangan dengan teknologi IT ini. Artinya harus ada kesadaran masyarakat sendiri untuk memfilter mana Fintech yang baik dan tidak baik.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Ahmad Cholis Hamzah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Ahmad Cholis Hamzah.

AH
AI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini