Bagaimana Perubahan Indonesia Ada Di Tangan Kita, Bukan Siapa Pemimpinnya

Bagaimana Perubahan Indonesia Ada Di Tangan Kita, Bukan Siapa Pemimpinnya
info gambar utama

Kemarin dengan hari ini sudah pasti berbeda, apalagi puluhan tahun yang lalu. Banyak sekali perubahan dan perkembangan yang dilalui oleh suatu entitas, baik individu maupun kelompok. Terlebih dengan semakin berkembangnya kecanggihan teknologi, proses pembangunan-pun turut dirasa semakin cepat pengerjaannya.

Seperti sekitar tahun 2006, saat saya masih duduk di bangku SD, saya ingat pergi ke warung internet atau yang disingkat sebagai warnet, pada saat itu saya tidak tahu harus melakukan apa menggunakan layanan internet yang tersedia.

Kemudian, barulah di sekitar tahun 2008 awal, saya mengenal media sosial pertama, yakni Friendster yang kini sudah tidak ada jejaknya lagi. Beralih ke Facebook, Twitter, Foursquare, Path, dan Instagram.

Dua dari layanan media sosial tersebut sudah lama sekali saya uninstall, dan kini hanya aktif di dua dari tiga yang masih ada dan sesekali membuka satu layanan yang lainnya.

Saya lahir dan besar di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Dulu saat saya kecil untuk pergi ke Banjarbaru saja dimana bandar udara terletak, perjalanannya terasa sangat lama lantaran jalan yang ditempuh hanya lurus-lurus saja dengan kanan dan kiri masih ditumbuhi pepohonan serta ilalang liar.

Dibandingkan dengan sekarang, perjalanannya masih terasa lama, namun bukan karena isu yang sama, melainkan karena kemacetan. Sudah banyak bangunan perkantoran, hotel, perumahan, mall dan lainnya di sisi kanan dan kiri jalan utama yang membuat banyak pula moda transportasi yang umumnya adalah transportasi pribadi lalu lalang di jalan utama tersebut. Bahkan sebuah jembatan layang harus dibangun di tengah-tengah titik temu persimpangan guna mengurai kemacetan yang biasanya terjadi di jam-jam berangkat kerja dan pulang kerja.

Siapa yang tahu kalau di Kalimantan tidak semuanya hutan? hahaha

Tapi di balik itu, bisa dilihat juga sebenarnya ekonomi masyarakatnya turut bertumbuh dengan hadirnya sektor lapangan pekerjaan baru. Tidak hanya memberikan pilihan profesi konvensional sebagai petani, pedagang, atau nelayan pada generasi lebih mudanya yang membutuhkan ruang kreativitas lebih besar.

Tidak bermaksud untuk merendahkan pekerjaan konvensional beserta pekerjanya, hanya saja dengan bertambahnya pilihan lapangan pekerjaan tersebut semua sektor bisa dimanfaatkan secara maksimal dan saling membantu sektor satu dengan yang lainnya termasuk pekerjaan konvensional.

Contoh yang dimaksud misalnya dengan tersedianya jasa pinjam-meminjam peer to peer untuk petani yang diciptakan oleh anak bangsa, Yohanes Sugihtononugroho dan Muhammad Risyad Ganis, bernama Crowde. Di dalam start up ini petani diuntungkan dengan adanya platform yang berfungsi sebagai media antara orang lain yang ingin meminjamkan modal pada para petani.

Selain itu, banyak juga pekerja lain yang diuntungkan, terutama mereka yang terlibat di dalam Crowde. Bukankah ini juga lapangan pekerjaan bagi mereka?

Itu baru dilihat dari garis besarnya saja. Jika diruntut lagi ada banyak pihak yang juga turut diuntungkan, salah satunya adalah masyarakat yang tidak perlu khawatir kekurangan bahan pokok makanan karena petaninya dapat selalu menjalankan proses tanam hingga panen karena adanya modal.

Berbicara perubahan, tentunya kita selalu menginginkan perubahan yang baik. Saat ini Indonesia sedang berada di tengah panasnya musim politik menjelang pemilihan pemimpin bangsa di bulan April mendatang.

Sebagai warga negaranya, saya juga turut mengikuti perkembangan terkini mengenai kabar dari kedua belah pihak calon presiden. Tujuannya hanya satu, menimbang calon manakah yang pantas dan berhak untuk saya berikan satu suara saya.

Meskipun hanya satu, saya yakin suara saya tersebut adalah penting untuk kemajuan bangsa ini.

Kenapa? Karena saya yakin saya dapat menjadi objektif dalam memilih nanti. Karena hingga saat ini saya belum memastikan siapa yang akan saya pilih. Pilihan saya masih terbuka. Bukan karena tidak bisa memutuskan, tapi saya tidak mau menjadi bias. Karena saya mengidolakan atau menyukai satu calon, tidak berarti saya harus selalu memuja-mujanya dan memaksakan kehendak bahwa harus beliau yang terpilih.

Kita berbicara pemimpin, berarti ini bukan tentang siapa pemimpinnya tapi apa yang bisa dibawanya ke apa yang dipimpinnya.

Teman baik saya pernah menasihati saya, jika kamu menyayangi atau menyukai seseorang janganlah membutakan mata terhadap kekurangannya. Karena dengan begitu secara tidak langsung kamu menjatuhkannya. Orang yang kamu sayangi itu membutuhkan saran dan nasihat serta kritik untuk membuatnya semakin lebih baik. Dengan selalu memujanya tanpa tapi, ia justru akan jatuh.

Jadi, apresiasilah apa yang telah berhasil dilakukannya dan kritisi apa yang bisa dilakukannya lebih baik lagi. Jangan hanya melakukan salah satunya.

Ingat, ini semua untuk masa depan bangsa, bukan hanya mengenai politik, idola, atau ego semata. Banyak elemen yang terlibat di dalamnya, tidak hanya hidupmu, hidup saya saja, tapi semuanya. Tidak hanya masyarakat Indonesia, tapi juga dunia.

Pesan saya, buka mata dan hati lebar-lebar, kosongkan apa yang sudah kamu tahu mengenai kedua calon, cari tahu lagi mengenai mereka guna objektifitas pilihan.

Semoga Indonesia bisa menjadi lebih baik di kedepannya, siapapun pemimpinnya :)

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini