Gaya Hidup Berkelanjutan Itu Penting, Dua Label Fashion Lokal Ini Sudah Beralih ke Sistem Produksi Berkelanjutan

Gaya Hidup Berkelanjutan Itu Penting, Dua Label Fashion Lokal Ini Sudah Beralih ke Sistem Produksi Berkelanjutan
info gambar utama

Dua perancang busana yang berbasis di Jakarta telah mengambil beberapa langkah menuju fashion berkelanjutan dengan bereksperimen dengan teknik produksi yang lebih ramah lingkungan.

Ayudya Paramitha "Mitha" Lengkoan, 31, adalah seorang arsitek yang bekerja di Perusahaan Arsitek Andra Martin terkemuka, tetapi telah menjalankan label mode Hlaii miliknya sendiri sejak 2016. Label ini memiliki tujuan untuk merancang pakaian yang meninggalkan lebih sedikit kain di lantai produksi untuk dibuang ke tempat sampah.

Mitha dan timnya telah bekerja untuk mengurangi limbah tekstil menjadi nol hingga 15 persen. Itu bukan prestasi yang mudah, ujarnya, tetapi dengan kreativitas dan inovasi, mereka mampu mengurangi limbah.

Pakaian Hlaii sebenarnya tidak melibatkan pemotongan, karena seluruh panjang kain dibuat menjadi desain berkelanjutan menggunakan teknik yang telah ia dan timnya kembangkan.

"Kami biasanya bekerja dengan kain [persegi panjang] dan menggunakan teknik draping, crumpling, dan folding. Kami sering bekerja tanpa membuat sketsa, karena saya tidak memiliki keterampilan dalam pembuatan pola," kata Mitha seperti dikutip oleh The Jakarta Post pada hari Sabtu. Meskipun kadang ketika produksi tetap melibatkan beberapa pemotongan, label miliknya ini masih berpegang pada prinsip nol limbah.

Kepekaannya untuk merawat kain berkualitas tinggi juga mendorong Mitha untuk membuat desain nol limbah, yang menurutnya akan menjadikan pakaian itu bertahan lama. Pakaian dan kebaya dari label miliknya semuanya dibuat sesuai pesanan, dan klien dapat menunggu hingga dua minggu untuk hasil jadi.

"Dengan teknik ini, kain bernilai tinggi seperti songket (kain brokat) atau kain antik bisa selalu diubah menjadi jenis pakaian apa pun yang diinginkan pemiliknya, karena mereka dapat membuka kembali jahitannya," kata Mitha.

Mitha mendesain pakaiannya di Hlaii dengan intuisi yang ia kembangkan sebagai seorang arsitek.

Meskipun labelnya masih relatif baru di industri ini, selebriti papan atas Indonesia seperti Dian Sastrowardoyo, Yura Yunita, dan Gita Gutawa pernah menjadi klien di masa lampau.

Fashion adalah salah satu industri yang paling merusak di dunia menurut sebuah laporan Lingkungan PBB Juni lalu, yang dikutip dalam sebuah studi baru-baru ini oleh Ellen McArthur Foundation yang menemukan satu truk berisi limbah tekstil diproduksi setiap detik. Fashion Summit di Kopenhagen juga menyatakan bahwa industri mode global menyumbang 92 juta ton limbah padat ke tempat pembuangan sampah setiap tahun.

Sementara itu, statistik Bank Dunia 2017 menunjukkan bahwa industri tekstil menyumbang sekitar 20 persen dari polusi air industri dunia.

Tumpukan masalah pengelolaan sampah yang terus meningkat di Jakarta, juga mendorong Jeanny Primasari, 35, dan saudara perempuannya Vonny, 31, untuk mengambil rute ke desain zero waste setahun yang lalu dengan label mereka yang telah berusia 4 tahun, Khaya Heritage.

Label milik kedua saudara perempuan ini mirip dengan Hlaii dan menggunakan sedikit atau tanpa pemotongan, tetapi berfokus terutama pada pakaian siap pakai bukan gaun yang dipesan lebih dahulu.

“Kami menggunakan teknik konvensional pada awalnya, tetapi sejak kami beralih ke eco-fashion, kami telah bereksperimen dengan teknik-teknik baru seperti folding dan draping. Awalnya susah, tapi kami belajar setiap hari," kata Jeanny.

Vonny mengatakan desain nol limbah berarti bahwa pelanggan menerima nilai maksimum untuk uang mereka, karena mereka membayar - dan mendapatkan - seluruh panjang kain yang digunakan dalam pakaian. Dia menambahkan bahwa mereka juga menyumbang limbah minimal untuk bumi.

Selain dari desain nol limbah, Khaya Heritage juga menggunakan pewarna alami yang terbuat dari tanaman, bukan pewarna sintetis sebagai bagian dari prinsip fashion berkelanjutan.

Selanjutnya, Jeanny dan Vonny mengatakan mereka telah membangun komunitas eco-fashion, yang terdiri dari 70 produsen pakaian dan penggemar mode hingga Sabtu kemarin.

“Mengubah perspektif konsumen adalah hal yang paling penting. Konsumen harus membantu produsen pakaian sadar bahwa mereka mengharapkan mode yang berkelanjutan,” kata Vonny.


Sumber: Jakarta Post

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini