"Bukan uangnya yang penting, tetapi bersih-bersihnya"

"Bukan uangnya yang penting, tetapi bersih-bersihnya"
info gambar utama
  • Warga Banjar Taman Kaja, Kelurahan Ubud, Kecamatan Ubud, Gianyar, Bali itu seringkali bergotong royong dan kerja bakti (ngayah) mengumpulkan dan memilah sampah plastik.
  • Sampah plastik yang terkumpul dijual di Bank Sampah Taman Asri, sehingga dapat membantu perekonomian warga Banjar Taman Kaja.
  • Pengelolaan sampah plastik tersebut berhasil menjawab permasalahan pengelolaan sampah dan mencegah banjir.

Bersama tiga temannya, Ni Nyoman Rangki membuka label botol plastik air minum mineral salah satu merek populer. Dia memisahkan label dengan botol ke dua karung berbeda. Kedua tangannya mengenakan sarung tangan karet.

Warga Banjar Taman Kaja, Kelurahan Ubud, Kecamatan Ubud, Gianyar, Bali itu salah satu dari sekitar 30 anggota PKK yang ikut gotong royong memilah sampah plastik. Pada pagi pertengahan Januari lalu itu, Rangki dan teman-temannya memilah aneka sampah plastik sesuai nilainya.

Secara umum, ada lima jenis sampah yang mereka pilah yaitu plastik, kertas, logam, botol kaca, dan jenis lainnya. Tiap jenis harganya berbeda-beda. Plastik, misalnya, dari Rp100 sampai Rp2.000/kg tergantung jenisnya. Adapun sampah logam seperti besi seharga Rp700 sedangkan tembaga bisa sampai Rp30.000/kg.

“Bukan uangnya yang penting, tetapi bersih-bersihnya,” kata Rangki.

Anggota PKK Banjar Taman Kaja,Kelurahan Ubud, Kecamatan Ubud, Gianyar, Bali kerja bakti memilah sampah pada Januari lalu di Ubud | Foto: Anton Muhajir/Mongabay Indonesia
info gambar

Selama sekitar dua jam pagi itu, Rangki dan ibu-ibu anggota PKK Banjar Taman Kaja kerja bakti, dalam bahasa Bali disebut ngayah, untuk mengelola sampah. Setelah dikumpulkan di rumah warga masing-masing, sampah kemudian dibawa ke balai banjar untuk diubah menjadi tabungan di Bank Sampah Taman Asri.

Banjar Taman Kaja, berjarak tak lebih dari 100 meter sebelah timur Puri Ubud, pusat desa pariwisata di tengah Bali itu. Lokasi itu membawa keberuntungan bagi warga banjar. Sebagian besar warga kini mengandalkan pendapatan dari pariwisata, terutama mengelola rumah inap (homestay), warung, ataupun toko cindera mata.

Namun, pariwisata juga mengundang masalah lain di banjar itu, sampah. Selama bertahun-tahun, sampah di banjar ini menjadi masalah. Pengelolaan oleh kelurahan belum bisa menjawab tumpukan sampah, terutama plastik.

Masih banyak warga membuang sampah itu ke sungai atau jurang di belakang rumah (teba). Tak sedikit pula yang sekadar meletakkan sampah itu di saluran air yang tertutup trotoar. Secara kasat mata memang terlihat bersih, tetapi got kemudian tertutup.

“Akibatnya banjar kami pun kebanjiran kalau terjadi hujan deras. Terakhir terjadi empat bulan lalu,” kata Kadek Widana, Sekretaris Banjar Taman Kaja.

Selain banjir, masalah lain juga kerap terjadi. Tumpukan sampah di tepi sungai dan jurang pernah mengakibatkan longsor.

Seorang warga melintas di depan Bank Sampah Taman Asri Ubud, Gianyar, Bali pada Januari lalu | Foto: Anton Muhajir/Mongabay Indonesia
info gambar

Menyulap jadi Uang

Karena itu, warga mulai berinisiatif mengelola sampah itu menjadi uang. Sejak Oktober 2018 lalu, warga membentuk Bank Sampah Taman Asri. Yayasan Bali Wastu Lestari, lembaga yang fokus dalam pengelolaan sampah plastik, memberikan pelatihan dan pendampingan, termasuk pendirian Bank Sampah.

Sampah yang kian menumpuk di tempat pembuangan akhir (TPA) desa menjadi salah satu alasan bagi warga untuk menerima program tersebut. “Dalam sosialisasi kami berikan contoh sampah yang terus menumpuk di TPA. Kalau pada awalnya TPA hanya seluas 1 hektare, sekarang menjadi 30 hektare. Logikanya suatu saat desa kami juga akan penuh dengan sampah,” kata Widana.

“Dari sana warga jadi yakin untuk mulai mengelola sampah sendiri,” lanjutnya.

Menurut Widana ibu-ibu PKK menjadi pelaku utama pengelolaan sampah karena selama ini mereka yang memang mengurusi sampah di rumah tangga masing-masing. Ibu-ibu ini pula yang aktif untuk ngayah membersihkan sampah banjarnya dan menjual melalui bank sampah. Mereka yang menjaga kebersihan lingkungannya dan bahkan mengubah sampah itu menjadi uang.

Seorang nasabah Bank Sampah Taman Asri Ubud, Gianyar, Bali, memerlihatkan buku tabungannya | Foto: Anton Muhajir
info gambar

Suka Rela

Selain Ni Nyoman Rangki, Ni Kadek Dwi adalah salah satu anggota PKK Banjar Taman Kaja yang kini ikut serta ngayah mengolah sampah menjadi berkah. Dari sebelumnya dia hanya membakar sampah di teba, kini dia mengumpulkan dan memilah sampah itu.

“Apa saja sampahnya sekarang bisa dijual. Mau botol, kaleng susu, panci bekas, sampai pipa juga bisa dijual. Hasilnya lumayan untuk tambahan,” kata Dwi.

Dwi termotivasi memilah sampah mulai dari rumah karena dengan begitu dia bisa mendapatkan harga lebih tinggi. Secara suka rela, setiap minggu juga Dwi ngayah bersama ibu-ibu lain di balai banjar pada Minggu pagi untuk mengumpulkan sampah.

Menurut Widana, pengelolaan sampah di Banjar Taman memang dilakukan secara berjenjang mulai dari rumah tangga sampai pengepul. Sampah sudah dipilah mulai dari rumah. Dari rumah, sampah lalu dibawa ke balai banjar pada minggu pagi. Dari semula hanya dua minggu sekali sekarang jadi tiap minggu.

Agar semua warga banjar ikut, pengurus banjar mewajibkan anggotanya untuk ikut. Kalau tidak ikut program Bank Sampah, warga itu tidak akan diangkut sampahnya. Tiap kali menyetorkan sampah, anggota akan mendapatkan tambahan tabungan.

Toh, tidak hanya ibu-ibu yang ikut serta menjadi nasabah Bank Sampah Taman Asri. Ni Wayan Nia pun turut menjadi nasabah. Anak perempuan yang masih SD itu ikut menyetorkan sampahnya pada pertengahan Januari lalu. Hingga hari itu, Nia sudah memiliki tabungan sebesar Rp 11.000.

“Yang lebih penting saya jadi ikut belajar peduli lingkungan di banjar saya,” kata Nia yang baru dua kali menabung sampah.

Salah satu syuting serial film dokumenter episode perdanaPulau Plastik, dimana Robi Navicula menjadi bintang film utama | Foto: arsip Pulau Plastik/Mongabay Indonesia
info gambar

Sekarang Rebutan

Meskipun baru berjalan sekitar empat bulan, Bank Sampah Taman Asri sudah membawa banyak perubahan dalam hal pengelolaan sampah di Banjar Taman Kaja. Saat ini nasabah Bank Sampah Taman Asri sebanyak 105 orang. Tiap minggu mereka rata-rata mengumpulkan sampah hingga 700 kg. Paling banyak mereka bahkan pernah mendapatkan sampai 1,4 ton dalam seminggu.

Menurut Widana, warga kini sudah merasakan sampah sebagai sumber pendapatan tambahan dari sebelumnya hanya dianggap masalah. Sampah-sampah semacam kardus, buku, kelapa sesaji, dan plastik kresek yang semula langsung dibuang, kini justru disimpan agar bisa dijual.

“Sekarang semua sampah kami kembalikan agar berfungsi lagi dengan prinsip tiga R yaitu reduce (mengurangi), reuse (gunakan ulang), dan recycle (daur ulang),” katanya.

Kemauan mengelola sampah itu kini juga mengubah persepsi warga terhadap sampah. “Secara pribadi dulu melihat banjir sekarang tidak. Dulu sampah plastik dibuang, sekarang kami justru megarang (bahasa Bali yang berarti rebutan),” kataRangki disambut tawa teman-temannya.


Sumber: Ditulis oleh Anton Muhajir dan diposting ulang dari Mongabay Indonesia atas kerjasama dengan GNFI

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini