Penelitian: Inilah Pola Kemunculan Hiu Paus di Gorontalo

Penelitian: Inilah Pola Kemunculan Hiu Paus di Gorontalo
info gambar utama
  • Kehadiran hiu paus di Gorontalo telah dijadikan sebagai destinasi favorit oleh pemerintah setempat. Pelancong asing datang secara khusus hanya untuk melihat langsung keberadaan Rhincondon typus ini
  • Pelaku pariwisata mengakui, informasi dan data kemunculan hiu paus di Botubarani, Gorontalo, sangat minim sehingga wisatwan asing kecewa karena tidak bisa melihat langsung
  • Para peneliti berhasil memantau pola kemunculuan dan juga perilaku hiu paus di Botubarani dengan berbagai metode riset
  • Nelayan di Gorontalo menyebut hiu paus dengan nama Munggiango hulalo. Tidak ada cerita legenda masyarakat setempat secara khusus mengenai hiu paus. Namun, beberapa nelayan mengakui hiu paus telah ada sejak lama

Kehadiran hiu paus di perairan Teluk Tomini, Gorontalo, menjadi magnet wisatawan. Lokasinya di Desa Botubarani, Kecamatan Kabila Bone, Kabupaten Bone Bolango. Aksesnya sangat mudah, dari Kota Gorontalo hanya 15-30 menit dengan kendaraan bermotor.

Saban hari, pantai Botubarani ramai dikunjungi wisatawan dalam dan luar negeri, hanya untuk melihat Rhincondon typus ini. Namun, tak sedikit pengunjung kecewa ketika datang tidak menemukan satwa air tersebut yang sejatinya telah dijadikan sebagai tujuan wisata favorit oleh pemerintah daerah setempat.

Harry Gobel, pemandu wisata senior di Gorontalo yang beberapa kali membawa pelancong asing, mengatakan beberapa kali tamunya kecewa karena hiu paus tidak muncul. Padahal, sebelumnya ia sudah menghubungi pengelola wisata.

“Bahkan, ada wisatawan Australia yang sudah menghubungi guide lain hanya untuk melihat hiu paus, ternyata tidak ada. Tamu tersebut bersikukuh tidak ingin melihat yang lain kecuali hiu paus,” ceritanya.

 Kehadiran hiu paus di pantai Botubarani, Gorontalo telah menjadi magnet bagi wisatawan. Tampak pengujung berinteraksi dengan hiu paus | Foto: Adiwinata Solihin
info gambar

Untuk menjawab minimnya informasi tersebut, Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut [BPSPL] Makassar melakukan penelitian bersama WWF Indonesia dan Whale Shark Indonesia Project. Riset berjudul “Pola Kemunculan Hiu Paus di Botubarani, Gorontalo,” ini ditulis oleh Kris Handoko, Andry Indryasworo Sukmoputro, Mahardika Himawan, dan Casandra Tania.

Dalam penelitian disebutkan, perilaku beberapa individu hiu paus telah diamati dan didata berkala sejak 2016 untuk mengetahui keberadaannya dalam waktu lama. Metode yang digunakan adalah pencatatan langsung kemunculan setiap hari dan pemasangan penerima sinyal akustik [acoustic receiver] sejak November 2016 hingga November 2017.

Pemasangan penanda akustik [acoustic transmitter tag] pada November 2016 dan Mei 2017. Pengambilan data penerima sinyal dilakukan setiap 6 bulan yaitu tanggal 12 November 2016, 19 Mei dan 21 November 2017, juga 15 Mei 2018. Pengumpulan dan pengambilan data photo ID dilakukan langsung saat pengunduhan data di Mei 2016, November 2016, Mei dan November 2017, serta Mei 2018.

Hiu paus ini yang menjadi daya tarik wisata di Desa Botu Barani, Kecamatan Kabila Bone, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo | Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia
info gambar

Kemunculan

Pemantauan langsung di perairan Botubarani tepatnya, di zona interaksi wisata hiu paus, dilakukan dengan cara mencatat kemunculannya, secara harian ke kalender musim, yaitu November 2016 hingga Mei 2018. Pencatatan ini dibantu Kelompok Sadar Wisata Hiu Paus Botubarani.

“Untuk menghindari duplikasi jumlah, hanya Ketua Kelompok Sadar Wisata Botubarani yang mencatat di papan informasi setiap sore hari,” tulis Andry Indryasworo Sukmoputro, Kepala BPSPL Makassar, salah satu peneliti.

Berdasar informasi kalender musim, diketahui hiu paus berada di zona interaksi hanya November 2016 selama 17 hari. Selanjutnya, Januari 2017 [2 hari muncul], Februari [14 hari], Maret [8 hari], dan April [tidak ada]. Sedangkan Mei 2017 [28 hari], Juni [21 hari], Juli [2 hari], Agustus hingga November tidak ada sama sekali.

“Total kemunculannya 111 hari dari 561 hari pengamatan, atau sekitar 19,78 persen.”

Hasil identifikasi photo ID 2016 hingga akhir 2017, terdapat 21 individu hiu paus yang muncul di Botubarani. Panjang total rata-rata 3,5 hingga 6 meter, dan dikategorikan sebagai individu juvenil atau belum dewasa.

Seorang peneliti sedang menyelam bersama hiu paus atau whale sharks di Teluk Cendrawasih, Papua | Foto: Shawn Heinrichs/Conservation International
info gambar

Untuk pola tinggal atau kemunculan hiu paus berdasarkan hasil pantauan visual atau langsung dalam kurun November 2016 sampai November 2017, menunjukkan paling lama Mei dan Juni.

Perihal tingkah laku, acoustic transmitter tag menunjukkan hiu paus berukuran kecil paling cepat meninggalkan perairan Botubarani. Hal itu terjadi karena kalah bersaing mencari makanan dan bukan bagian kelompok atau keluarga yang sama.

“Pemasangan transmitter pada beberapa individu membuat lebih gampang dalam mengambil keputusan mengambil photo ID,” tulis para peneliti.

Terjadinya perbedaan data kemunculan langsung dengan acoustic transmitter tag dikarenakan tidak selalu individu hiu paus yang muncul terlihat masyarakat. Terutama, jika keadaan berombak dan malam hari.

“Bahkan ada 2 individu terpasang tag, nomor 5 dan 7, terekam acoustic receiver Juni hingga November 2017. Namun, tidak ada data kemunculan satu individu berdasarkan kalender musim,” ungkap para peneliti.

Meski begitu menurut para peneliti, diperlukan riset lebih lanjut agar data yang tersusun terkait populasi dan perilaku hiu pau selama di perairan Botubarani bisa diperbarui.

Hiu paus (Rhincodon typus) yang ditangkap ilegal dilepaskan kembali ke laut dekat Pulau Kasumba, Maluku | Foto: Paul Hilton/ WCS
info gambar

Nelayan dan hiu paus

Pada 11 April 2013, hiu paus pernah terdampar di perairan Teluk Tomini, Kecamatan Dulupi, Kabupaten Boalemo, Gorontalo. Beruntung nelayan menyelamatkannya dengan cara menyeret ke tengah lautan.

Sementara di perairan Botubarani, awal kehadiran hiu paus diduga karena buangan limbah kulit udang vaname [Litopenaeus vannamei] perusahaan pengolahan udang yang posisinya berdekatan pantai. Setelah itu, aktivitas wisata hiu paus dilakukan dengan sengaja memberikan kulit dan kepala udang.

Dalam buku berjudul Hiu Paus di Botubarani, Gorontalo, [BPSPL Makassar, 2016], dijelaskan tidak ada cerita masyarakat setempat tentang hiu paus. Namun, khususnya nelayan, mengakui hiu paus telah ada sejak lama. Beberapa menceritakan, sejak dulu hiu paus terlihat mendekati kapal nelayan ketika menangkap ikan nike [Awaous melancephalus].

Jumlah ikan yang dikenal masyarakat lokal dengan sebutan ikan duwo ini melimpah di perairan Gorontalo. Nelayan menangkap ikan berukuran 4-5 sentimeter ini malam hari memanfaatkan lampu petromaks yang sangat disukai ikan tersebut untuk berkumpul. Kumpulan nike adalah mangsa yang mudah bagi hiu paus. Tak jarang nelayan merasa terganggu, mengingat harganya yang mahal di pasaran.

Kelimpahan nike tidak lepas dari keberadaan Sungai Bone di Gorontalo. Sebagai ikan jenis anadromous, atau ikan yang hidup dengan siklus air tawar dan air laut, nike memijah atau bereproduksi di perairan air tawar. Larva yang dihasilkan akan melanjutkan siklus hidupnya di laut.

Namun, buangan limbah rumah tangga dan cemaran lainnya mempengaruhi kelimpahan dan kualitas ikan nike. Untuk itu, kualitas air laut perlu dijaga, mengingat ikan nike bukan hanya dikonsumsi hiu paus, melainkan juga masyarakat Gorontalo.


Sumber: Ditulis oleh Christopel Paino dan diposting ulang dari Mongabay Indonesia atas kerjasama dengan GNFI

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini