Bukan di Habitat Asli, Gelatik Jawa Justru Berkeliaran di Gorontalo

Bukan di Habitat Asli, Gelatik Jawa Justru Berkeliaran di Gorontalo
info gambar utama
  • Gelatik jawa merupakan burung endemis Pulau Jawa, Bali, dan Madura. Kemampuan adaptasinya yang baik membuatnya tersebar luas mulai dari Sulawesi, Maluku, Malaysia, Sri Lanka, Filipina, hingga Australia
  • Populasi gelatik jawa [Lonchura oryzivora] mulai sedikit dan sulit ditemukan di habitat aslinya akibat perburuan untuk dijadikan peliharaan. Jumlah individu dewasa globalnya di alam, diperkirakan 1.000 – 2.499 individu
  • International Union for Conservation of Nature and Natural Resources [IUCN] menetapkan status Java Sparrow ini Genting [Endangered/EN] atau dua langkah menuju kepunahan di alam liar
  • Di Gorontalo, gelatik jawa mudah dilihat di taman kota dan kebun kelapa masyarakat

Berbagai laporan menyebut, burung Gelatik jawa [Lonchura oryzivora] kini populasinya mulai sedikit dan sulit ditemukan di habitat aslinya. International Union for Conservation of Nature and Natural Resources[IUCN], telah menetapkan status Java Sparrow ini Genting [Endangered/EN] atau dua langkah menuju kepunahan di alam liar.

Gelatik jawa merupakan jenis burung endemis Pulau Jawa, Bali, dan Madura. Karena kemampuan adaptasinya yang baik, ia tersebar luas mulai dari Sulawesi, Maluku, Malaysia, Sri Lanka, Filipina, hingga Australia.

Keterancaman burung ini karena dijadikan sebagai satwa peliharaan. Permintaan inilah yang menyebabkan aktivitias perburuan tinggi. Faktor lain, semakin menyempitnya habitat akibat alih fungsi lahan. Di alam, jumlah individu dewasa globalnya saat ini diperkirakan 1.000 – 2.499 individu.

Gelatik jawa, jenis yang tidak hanya ada di Pulau Jawa, tetapi sudah tersebar dan diintroduksi ke berbagai wilayah | Foto: Burung Indonesia/Barend van Gemerden
info gambar

Di Gorontalo, justru gelatik jawa mudah dilihat. Andriansyah dan Pantiati dari Burung Indonesia mengatakan, berdasarkan pengamatan burung dan karakteristik pohon sarang, dilaporkan bahwa perjumpaan dengan gelatik jawa ada di Kota Gorontalo dan Kota Marisa, Ibu Kota Kabupaten Pohuwato.

Di Gorontalo, ada di taman kota yang telah ditetapkan pemerintah setempat sebagai ruang terbuka hijau. Titik pertemuan juga ada di sejumlah ruang publik yang memiliki pepohonan. Tidak hanya itu, di halaman yang memiliki pepohonan seperti rumah adat, halaman kantor pos, halaman sekolah dasar, dan juga halaman Bank, ditemukan gelatik jawa.

Sementara di Kota Marisa, sebelah barat Gorontalo, perjumpaan dengan gelatik jawa ada di semak-semak dan kebun kelapa masyarakat.

“Di Kota Gorontalo gelatik jawa di pohon trembesi [Samanea saman] yang banyak ditanam sebagai pohon peneduh di taman kota atau di pedestarian jalan kota. Hanya saja, sejak kapan burung ini hadir belum diketahui periodenya,” ungkap Andriansyah dan Pantiati.

Untuk karakteristik pohon sarang yang telah diidentifikasi, yaitu pohon yang memiliki diameter lebih 70 sentimeter, terdapat tumbuhan epifit seperti tanaman anggrek dan tanaman paku. Ada lubang dan biasanya ditumbuhi jenis beringin.

Pantiati menjelaskan, peningkatan kategori keterancaman gelatik jawa dari Rentan [Vulnerable/VU] menjadi Genting [EN], diakibatkan penangkapan. “Di Gorontalo, burung ini mampu beradaptasi di sekitar ruang publik dan juga permukiman,” ujar Biodiversity Officer Burung Indonesia.

Gelatik jawa yang banyak berkeliaran di Gorontalo | Foto: Eko Prastio Ramadhan/Burung Indonesia
info gambar

Ignatius Pramana Yudha, Presiden Indonesian Ornithologist’s Union atau Perhimpunan Ornitolog Indonesia, ketika melakukan pengamatan burung pada tanggal 9 Desember 2018 di Taman Kota Gorontalo, menemukan sekitar 50-an gelatik jawa. Dilansir laman kompas.com, Pramana Yudha mengatakan, ruang terbuka hijau menjadi tempat bertengger dan bersarang burung dari suku Estrildidae ini.

Sedangkan dalam jurnal ilmiah Forktail Oriental Bird Club [2011], yang ditulis James A. Fitzsimons, Janelle L. Thomas, dan Marc Argeloo, dijelaskan bahwa gelatik jawa merupakan spesies yang status sebelumnya dianggap tidak pasti di bagian utara Sulawesi, termasuk Gorontalo.

Namun setelah dilakukan pengamatan, dalam jurnal itu disebutkan, jenis ini terpantau pada 23 Oktober 1990 di Molas, dekat Nusantara Dive Centre, Kota Manado. Setelah itu catatan perjumpaan lainnya terjadi pada 21 September 1993 di sebelah tenggara Kotamobagu, Bolaang Mongondow, dan 16 Juli 2000 di Gorontalo.

Asep Ayat, dalam bukunya “Panduan Lapangan: Burung-burung Agroforest di Sumatera” [2011], mendeskripsikan gelatik jawa memiliki bulu berwarna terang, berukuran kurang lebih 16 cm, dan berparuh merah. Untuk usia dewasa, kepalanya hitam dengan bercak putih mencolok pada pipi, tubuh bagian atas dan dada kelabu, perut merah muda, ekor bawah putih, ekor hitam.

Sementara usia remaja: kepala merah muda dengan mahkota kelabu, dada merah muda. Iris merah, paruh merah muda, kaki merah. Menurutnya, habitat gelatik jawa tersebar di hutan, perkebunan, permukiman, dan persawahan. Sedang untuk kebiasaan, burung ini bersifat sangat sosial, saling menyelisik di tempat bertengger. Sewaktu berebut tempat sarang, suka menggoyangkan badan dengan gerakan yang rumit.

Wilga, Pesawat Gelatik yang memiliki kemampuan terbang sebagaimana Lonchura oryzivora | Foto: Wikipedia/Przemyslaw “Blueshade” Idzkiewicz/cc-by-sa 2.5 license
info gambar

Menurut Burung Indonesia, penangkapan gelatik jawa untuk memenuhi kebutuhan pasar burung peliharaan baik di wilayah domestik dan internasional diperkirakan sudah terjadi sejak lama. Puncaknya pada dekade 1960-an hingga 1970-an. Kebiasan gelatik jawa berhimpun di satu pohon menyebabkannya mudah ditangkap secara massal.

Di kalangan petani di Indonesia, gelatik jawa sering dianggap hama karena kerap makan padi. Selain itu, kompetisi secara ekologis dengan burung gereja [Passer montanus] diperkirakan menjadi salah satu alasan mengapa populasinya menurun.

Gelatik yang di sebagian masyarakat masih dianggap sebagai hama pertanian terutama tanaman padi | Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia
info gambar

Dalam Jurnal Media Konservasi [Desember 2006], para peneliti melakukan pengamatan perilaku harian yang menunjukkan aktivitas paling banyak dilakukan gelatik jawa, yaitu lebih 10 persen adalah melompat, memanggil, diam berdiri, dan menelisik. Perilaku harian pada individu jantan dan betina gelatik jawa memiliki pola hampir sama. Meski demikian, individu jantan cenderung lebih aktif dan dominan ketimbang betina.

Selama pengamatan, para peneliti tidak menemui adanya perilaku yang mengarah kawin pada gelatik yang telah berpasangan. Diduga, hal ini disebabkan tingginya tingkat pertentangan [perilaku agonistik] yang ditunjukkan oleh individu-individu lain di dalam kandang sehingga menimbulkan situasi lingkungan tidak tenang. Aktivitas yang hanya ditunjukkan oleh gelatik jantan ialah berkicau yang lebih bervariasi, sementara betina tidak bisa.

Dalam penelitian tersebut, burung-burung gelatik jawa ditempatkan dalam kandang yang terdiri atas tiga ruang, masing-masing berukuran 185 cm panjang, 180 cm lebar, dan 110 cm tinggi. Ketika diteliti, aktivitas harian dimulai sekitar pukul 05.45 sampai pukul 06.05, segera setelah bangun. Aktivitas pertama adalah memanggil, dilanjutkan lainnya. Aktivitas harian berakhir pada 17.50 sampai pukul 18.05, yaitu bersamaan dengan datangnya waktu tidur.


Sumber: Ditulis oleh Christopel Paino dan diposting ulang dari Mongabay Indonesia atas kerjasama dengan GNFI

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini