Hebat, Sekolah Ini Menerapkan Nol Plastik

Hebat, Sekolah Ini Menerapkan Nol Plastik
info gambar utama
  • Hasil survei sampah sekolah membuktikan sampah plastik terbanyak dari kemasan makanan terutama produk pabrikan
  • Sebuah sekolah mempraktikkan nol plastik, dengan melarang makanan dan minuman dengan wadah plastik sekali pakai
  • Berdampak pada kesadaran lingkungan lebih luas seperti panen kompos, penghijauan, dan pemilahan sampah
  • Mendebat kebijakan pengelolaan sampah, bagaimana sebaiknya strategi pemerintah mengurangi timbunan sampah plastik? Edukasi perubahan perilaku atau infrastruktur padat modal insinerator?

Sekolah ini mampu mengurangi sampah plastik sekali pakai sampai 90% sejak awal 2019 ini. Semua makanan dan minuman di sekolah SMP PGRI 3 Denpasar, Bali, ini tak lagi dikemas plastik sekali pakai. Berdampak panen kompos untuk taman, penghijauan kelas, dan perubahan perilaku di rumah siswa.

Di sisi lain, untuk sekolah yang tidak memiliki kebijakan seperti ini, ada survei kecil di beberapa sekolah. Dari pemilahan, menunjukkan sampah 10 besar perusahaan produksi makanan kemasan yang dikonsumsi siswa.

Ratusan murid bersenda gurau saat istirahat. Di beberapa pojokan, ada pemandangan menarik. Siswa dan guru makan kue dengan wadah daun pisang. Di Bali disebut tekor, selembar daun pisang yang ditekuk menyerupai mangkok dengan sematan lidi.

Bangunan sekolah SMP PGRI 3 Denpasar dengan sejumlah ajakan menjaga keasrian lingkungan | Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia.
info gambar

Sejumlah warung di kantin terlihat menyediakan wadah tekor gratis. Untuk wadah makanan seperti lumpia, gorenganpisang, tahu, tempe, kue-kue basah, dan lainnya. Bagaimana dengan camilan seperti kerupuk, kacang, dan sejenisnya? Pedagang bersiasat dengan kemasan kertas tipis setengah transparan. Untuk mengganti pembungkus nasi dari kertas minyak, digunakan daun pisang. Seperti nasi jinggo.

Secara umum yang nampak adalah, penerapan nol plastik sekali pakai menjadikan makanan dan minuman yang dikonsumsi anak-anak lebih sehat dan terpilah. Setidaknya dari zat pengawet produksi industri. Minuman yang dibeli akhirnya lebih ke minuman yang dibuat sendiri seperti teh dan sari buah. Dijual curah dengan wadah paper cup. Ada juga minuman kemasan pabrikan, namun dalam wadah tetra pak.

“Awalnya susah, karena terbiasa jual snack-snack. Sekarang sudah biasa, ternyata bisa lebih sehat,” ujar Nyoman Parwati, salah satu pedagang di kantin sekolah ditemui Mongabay-Indonesia pada Senin (08/04/2019). Tong-tong sampah juga terlihat banyak yang kosong, sebagian terisi daun bekas tekor dan gelas kertas.

Daun-daunan ini diolah jadi kompos. Karena makin dominan, pihak sekolah kewalahan mencacah untuk dimasukkan bak komposting. “Kami mengajukan mesin pencacah sampah organik,” kata Ni Wayan Sudiasih, Wakil Kepala Sekolah Bidang Sarana Prasarana. Sementara untuk sampah anorganik seperti tetra pak sudah ada pengepul yang mengambil.

Diet plastik mendorong sekolah panen pupuk karena komposting daun wadah kemasan makanan | Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia
info gambar

Bahkan, sekolah mengajak siswanya mengambil sampah botol di jalan atau rumah mereka yang terserak untuk ditabung. Tiap Jumat, pengepul datang mengambil sampah anorganik yang terkumpul per kelas.

Tantangannya, disiplin membuang sampah terpilah antara organik dan anorganik. Di sejumlah tong sampah masih tercampur. “Ajaran agama yang baik saja masih banyak yang tak bisa melakukan. Pengelolaan sampah juga, tak bisa semudah membalik tangan. Karena sudah jadi kebiasaan buruk,” lanjut Sudiasih.

Ia menyebut sosialisasi dilakukan 3 tahun terakhir secara bertahap melalui pelajaran sekolah. Jadi ketika Peraturan Walikota Denpasar tentang pengurangan timbulan sampah plastik diterapkan, sekolahnya sudah siap dan menerapkan sejumlah detoks plastik sekali pakai ini. Walau di Perwali disebutkan pelarangan kresek di swalayan dan minimart, sekolah ini menerapkannya lebih detail dan hampir menyeluruh.

Siswa dan guru juga dilarang membawa kresek, botol sekali pakai sebagai wadah minuman, styrofoam, dan plastik sekali pakailainnya. Karena itu, sekolah menyediakan stasiun air isi ulang dengan alat filter yang hasilnya sudah diuji laboratorium.

Upaya mengubah perilaku yang dirintis SMP PGRI 3 Denpasar ini mendapat penghargaan Pemerintah Kota Denpasar. Tahun ini Kepala Sekolah I Made Suada diapresiasi sebagai pemerhati lingkungan.

Para pedagang bersiasat agar makanan dan minuman tak berwadah plastik | Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia
info gambar

Mistyana Putri, siswa 14 tahun ini mengingat perubahan menarik misalnya para siswa yang biasanya membawa canang untuk sembahyang wadah kresek mengganti dengan wadah bokor. Siswa laki-laki yang enggan bawa bokor (biasanya dari bambu, tembaga, dan lainnya) nitip canang ke teman perempuannya. “Saya bawa tumbler sejak hampir setahun. Penyediaan air isi ulang berguna banget karena kita kan pulang sore,” serunya.

Ia juga belajar jika botol plastik sekali pakai itu terkontiminasi mikroplastik dan berbahaya jika dipakai berulang. Di rumahnya ia dan orang tuanya juga belajar memilah sampah.

Sanksi jika ada yang melanggar dengan peringatan dan imbauan, lebih persuasif. Misalnya diingatkan lagi dalam upacara bendera atau melalui guru wali.

Kadek Suyadnya, guru Pramuka dan tim kebersihan lingkungan sekolah mengajak siswa jadi relawan pemilah sampah karena bagian ini penghuni sekolah belum disiplin. Tiap jam pulang sekolah, tim sekolah peduli lingkungan membantu pemilahan karena organik akan dikompos. “Sampah plastik berkurang 90%, targetnya 100%. Kadang masih ada pemakaian sendok plastik,” urainya.

 Stasiun air isi ulang bagi penghuni sekolah sehingga memudahkan saat bawa tumbler | Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia
info gambar

Hasil survei

Sekolah-sekolah lain di Denpasar didorong aktif mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. Peraturan Gubernur No.97/2018 dan Peraturan Walikota Denpasar No.34/2018 tentang pengurangan timbulan sampah terfokus di swalayan dan minimarket. Namun, toko atau warung kecil juga banyak mengikutinya. Mereka membuat tulisan tidak menyediakan kresek untuk membawa barang belanjaan.

Sekolah dinilai sebagai salah satu pemasok sampah plastik terbanyak. Aneka camilan memenuhi rak-rak kantin sekolah.

Dari hasil penelitian plastik sekali pakaiPPLH Bali dan Sekaa Guru Peduli Lingkungan (SGPL Bali) pada 3 sekolah diDenpasar telah dipilah sampah bermerk dan tak bermerk. Produk bermerk ditampilkan10 perusahan teratas dan didominasi oleh produk perusahaan Garuda Food dengan jumlah sampah sekitar 29%. Sedangkan pada sampah tak bermerk ada 7 jenis dan didominasi plastik bening 25%.

Metode pengambilan data ini dengan menghitung sampah yang terkumpul selama satu minggu (6 hari efektif sekolah).Tim pelaksana oleh anak-anak, guru dan didampingi tim PPLH Bali.

“Hasil penelitian ini bertujuan memotivasi sekolah untuk terus menemukan inovasi baru dalam pengelolaan kantin dan mengurangi pencemaran plastik di laut,” papar Catur Yudha Hariani, DirekturPPLH Bali. Hal penting lainnya, muncul perubahan perilaku warga sekolah untuk pengurangan plastik sekali pakai dengan bungkus yang ramah lingkungan.

Misalnya membawa tumbler (botol minum), kotak makan, penyediaan piring, gelas di kantin, dan membawa tas kainbelanja. Pengurangan sampah dan daur ulang dinilai masih jadi solusi berkelanjutan dari masalah peningkatan sampah plastik.


Sumber: Ditulis oleh Luh De Suriyani dan diposting ulang dari Mongabay Indonesia atas kerjasama dengan GNFI

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini