Tak Ada Plastik di Kuna Lereng

Tak Ada Plastik di Kuna Lereng
info gambar utama

Ada yang berbeda setiap Minggu pagi di Desa Petir, Kecamatan Kalibagor, Banyumas, Jawa Tengah. Masyarakat memadati area seluas sekitar seperempat hektare yang dikelilingi areal persawahan.

Berdiri di sana sejak pertengahan Desember 2018, Pasar Kuna Lereng, adalah pasar yang menawarkan makanan tradisional khas Banyumas.

Penjaga di pintu masuk Pasar Kuna Lereng berpakaian seperti prajurit kerajaan
info gambar

Di pintu masuk, pengunjung akan disambut oleh dua penjaga berpakaian atasan lurik dan ikat kepala lengkap dengan tombak di tangannya, persis prajurit kerajaan.

Untuk dapat bertransaksi di Pasar Kuna Lereng, pengunjung wajib menukarkan uangnya dengan kepengan ("e" dibaca seperti "bebek") di kanan dan kiri pintu masuk.

Kepeng merupakan kepingan tempurung kelapa berdiameter 5 cm dengan lubang di tengah, seperti uang-uang zaman kerajaan. Satu kepeng dihargai Rp 2.000. Kepeng dapat ditukarkan kembali dengan uang rupiah jika memang masih tersisa selepas berbelanja dan bersantap.

Tempat menukar uang rupiah dengan kepengan
info gambar

Sesuai namanya, "Kuna" yang berarti kuno atau jadul, penjual di sini menempati lapak-lapak dengan ukuran sekitar 2x2 meter yang dibatasi bambu.

Ada banyak sekali pilihan kudapan, mulai dari makanan kecil seperti lopis, ciwel, cenil, dan bubur gempol hingga makanan besar seperti sega welut, brongkos, soto Sokaraja, sega kuning, dan pecel mendoan.

Tak ketinggalan juga minuman tradisional seperti kopi clebek, wedang uwuh, dan es dawet.

Papan menu di salah satu lapak
info gambar

Saya dan rekan saya mencoba bubur gempol seharga 2 kepeng (Rp 4.000), dua gelas kopi clebek seharga 3 kepeng (Rp 3.000/gelas), pecel mendoan seharga 2 kepeng, es dawet dengan harga 3 kepeng, dan sega kuning yang dibanderol 6 kepeng (Rp 12.000).

Bubur gempol
info gambar

Bubur gempol terdiri dari bubur sumsum, bubur mutiara, dan dua butir gempol (tepung beras yang dikukus), disiram santan dan gula merah. Rasanya? Pecah di mulut!

Kopi clebek bersanding dengan keranjang bambu
info gambar

Lalu kopi clebek disajikan dalam gelas enamel berwarna hijau dengan plisir biru. Kopi clebek (bukan kopi CLBK) adalah kopi hitam yang ditumbuk secara manual.

Kami duduk di tempat yang telah disediakan pengelola pasar berupa bangku-bangku panjang dari kayu dan bambu serta meja bambu menghadap sawah di bawah teduh pepohononan.

Sungguh cara menikmati akhir pekan idaman.

Penjual menuangkan gula jawa cair ke gelas batok kelapa berisi dawet
info gambar

Pecel mendoan berisi sayuran dan dua lembar mendoan kecil disiram bumbu kacang. Rasanya biasa saja. Es dawetnya, khas dawet ayu Banjarnegara.

Cendolnya terbuat dari tepung beras, lembut berpadu dengan santan, es, dan gula merah. Ketika matahari mulai beranjak naik, es dawet sangat cocok untuk menghilangkan dahaga.

Terakhir adalah sega kuning. Seperti nasi kuning pada umumnya, lauknya berupa kering tempe, irisan telur, serundeng, dan ayam. Pembeli dapat memilih isian yang berbeda dengan harga yang berbeda pula.

Air dijerang di atas pawon (tungku) berbahan bakar kayu
info gambar

Beberapa penjaja makanan memasak di atas pawon (tungku) dengan bahan bakar kayu sehingga suasana zaman kuno amat terasa di sini.

Mereka juga mengenakan pakaian tradisional: kebaya batik/lurik untuk perempuan lengkap dengan bawahan jarit dan beskap lurik/batik disertai ikat kepala senada bagi laki-laki.

Hebatnya lagi, pengelola dan penjual sama sekali tidak menyediakan plastik untuk pengunjung. Semua makanan disajikan di dalam tum-tuman daun pisang menyerupai mangkuk meskipun sendoknya masih berbahan plastik.

Jika ingin membungkus dan membawa pulang makanan, pengunjung diarahkan untuk membeli sejenis keranjang dari bambu sebagai pengganti kantong plastik/kresek.

Minuman di Pasar Kuna Lereng juga disajikan menggunakan gelas dan cangkir non-disposable. Beberapa menggunakan cangkir batok kelapa dan gelas berbahan bambu.

Gelas dan cangkir berbahan kaca beling, enamel, batok kelapa hingga bambu
info gambar

Pengelola pasar menyebutkan bahwa tidak disediakannya plastik menyesuaikan dengan konsep pasar, yakni "kuna" yang dibuat akronim "aKU urung aNA" (aku belum ada).

Dalam bahasa Ngapak dialek Banyumasan, ia mengatakan,

"Pas jaman kuna, aku urung ana, plastik ya urung ana. Nek ning Pasar Kuna Lereng ana plastik, ya ora sida kuno? (Ketika zaman kuno, ketika saya belum ada, plastik juga belum ada. Kalau di Pasar Kuna Lereng ada plastik, nggak jadi kuno, dong?)"

Ia juga menyampaikan di panggung semi permanen di pojok pasar bahwa ada hiburan pertunjukan angklung yang biasanya dimulai pukul sembilan atau sepuluh pagi agar suasana semakin semarak.

Menikmati akhir pekan, santap kudapan menghadap areal persawahan
info gambar

Bagaimana untuk pengunjung yang hobi swafoto? Tenang, ada area terpisah dari Pasar Kuna Lereng yang dinamakan Hexagon.

Di dalamnya, ada gazebo-gazebo langsung berbatasan dengan areal persawahan serta beberapa spot untuk berfoto. Untuk masuk ke Hexagon, pengunjung dipungut biaya Rp 5.000/orang.

Selesai makan, minum, dan menikmati suasana pedesaan, jangan lupa buang sampah di tempat sampah yang telah tersedia, ya!

Sejauh pengalaman pertama saya, pengunjung sangat tertib dan langsung membuang sampah daun ke tempat sampah, sehingga meja kembali bersih untuk digunakan pengunjung lain. Nah, kata siapa orang desa jorok dan nggak tahu aturan?

Kehadiran Pasar Kuna Lereng inilah yang secara tidak langsung mengedukasi pengunjung untuk membatasi penggunaan sampah plastik, menjaga kebersihan, dan tentu sekaligus memperkenalkan kuliner Banyumas ke masyarakat luas.

Jadi, untuk kamu yang berencana berwisata atau berkunjung ke Banyumas, jangan lupa datang ke Pasar Kuna Lereng, ya! Pasar Kuna Lereng buka setiap hari Minggu pukul 07.00-13.00.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

CW
AI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini