Meubelair Unik dari Tong Bekas

Meubelair Unik dari Tong Bekas
info gambar utama

Butuh kejelian dan kreativitas untuk mengubah sebuah benda yang tidak lagi berguna menjadi benda yang mempunyai nilai ekonomis tinggi.

Benda-benda yang biasanya langsung dibuang menjadi sampah pun dimanfaatkan menjadi barang yang bernilai tinggi.

Bagi sebagian orang, drum atau tong bekas tidak lagi mempunyai nilai, bahkan menjadi limbah. Tapi di tangan Dwi Ari Bowo dan Jasri, tong bekas bisa dimanfaatkan menjadi meubelair rumah tangga seperti meja kursi, rak televisi sampai almari.

Meubelair unik ini dapat ditemui di showroom di Perumahan Yudhistira, kelurahan Dukuh, kecamatan Sidomukti, kota Salatiga, Jawa Tengah.

Salah satu meja kursi dari tong bekas
info gambar

Ide awal pembuatan meubelair dari tong bekas berasal dari banyaknya limbah tong yang tidak digunakan. Melihat hal tersebut, dengan referensi dari internet, Dwi Ari Bowo kemudian berupaya supaya tong tersebut dapat dimanfaatkan kembali.

Bersama dengan Jasri, ia mengembangkan meubelair dari tong dengan bentuk yang unik. Muncul ide juga untuk mengombinasikan tong tersebut dengan kayu sehingga kelihatan klasik dan minimalis.

“Setelah saya lihat di internet, bersama Pak Jasri yang seorang tukang kayu, kami mengembangkan tong ini menjadi meubelair dengan bentuk unik, kombinasi dengan kayu sehingga menjadi klasik namun minimalis,” ungkap Dwi saat menceritakan usaha yang sudah dirintisnya sejak awal tahun 2016 ini.

Pemasaran produk yang diberi nama “Tongxis Furniture” ini masih di pasaran lokal seperti si Salatiga, Yogyakarta, Solo dan Semarang. Bahan tong didapatkan dari depo di Kalibening, Salatiga.

Kisaran harga yang ditawarkan pun cukup terjangkau, antara 1 juta sampai 4 juta, sesuai pesanan. “Biasanya tong tersebut bekas oli atau bbm. Oleh karena itu tong tersebut cukup kuat dan tebal,” jelas Dwi.

Tong bekas yang telah menjadi meja kursi.
info gambar

Proses produksi dimulai dengan pemotongan tong sesuai kebutuhan. Kemudian pembersihan tong tersebut dari bekas-bekas oli. Setelah bersih kemudian dilanjutkan dengan proses pengecatan dan penggabungan dengan unsur kayu yang sudah dibentuk sedemikian rupa.

Setelah itu proses yang terakhir adalah finishing agar produk yang dihasilkan menjadi mengilap. Keseluruhan proses tersebut dikerjakan langsung oleh Dwi dan Jasri.

Meskipun dikerjakan berdua, tapi produksi sudah mampu tembus 5 set meja kursi di mana satu set terdiri dari 4 kursi dan 1 meja.

“Saat ini omzet kotor per bulan sampai Rp 15 juta. Kami masih terkendala permodalan dan pemasaran. Kami belum berani menyetok meubelair dalam jumlah banyak. Produksi masih terbatas jika ada pesanan saja. Jika pesanan banyak kami mengambil tenaga tambahan, sekitar 2 orang,” ungkap Dwi.

Hal yang sama juga dikatakan oleh Jasri. Ia menjelaskan bahwa permodalan dan pasar masih menjadi kendala.

“Misalnya proses pengecatan, kami belum mempunyai tempat khusus sehingga masih sangat terpengaruh cuaca. Kalau cuaca sedang panas, proses cat bisa dikerjakan, tapi kalau tidak panas, hal itu tidak bisa dikerjakan. Tentu dengan modal yang cukup, hal tersebut akan teratasi,” jelas Jasri.

Proses pembuatan kursi dari tong bekas yang dilakukan secara manual.
info gambar

Tantangan besar yang dihadapi Tongxis Furniture adalah pandangan dari masyarakat yang kadang masih menganggap karya ini belum bernilai tinggi. Tidak seperti masyarakat barat yang cenderung menghargai barang-barang bekas yang dimanfaatkan ulang, kebanyakan masyarakat Indonesia lebih suka sesuatu yang baru.

“Hal itu menjadi tantangan bagi kami. Hasil karya kami ini terbuat dari bahan yang kuat, sedangkan kayu bisa disesuaikan menurut selera konsumen, demikian pula warna. Konsumen bisa langsung memesan sesuai keinginan,” kata Dwi.

“Kami juga berkeinginan untuk membesarkan usaha kami. Syukur-syukur bisa menjadi lapangan pekerjaan bagi tenaga kerja, sehingga tidak perlu jauh-jauh merantau ke kota besar,” pungkas Jasri.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

SA
AI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini