Taman Bambu, Penyelamat Mata Air Sekaligus Tempat Wisata Edukasi

Taman Bambu, Penyelamat Mata Air Sekaligus Tempat Wisata Edukasi
info gambar utama
  • Awalnya, ada upaya penanaman di Desa Karangsalam, Kecamatan Baturraden, Banyumas, Jateng, untuk menyelamatkan mata air
  • Dari berbagai riset telah dibuktikan kalau bambu memang sangat bagus sebagai pohon penyerap air
  • Hutan bambu di Karangsalam tersebut, kini juga dijadikan sebagai obyek wisata edukasi
  • Selain hutan bambu, pengelola juga mengenalkan adanya air terjun yang semakin menjadi daya tarik pengunjung

Tahun 1996, Narsim (50) warga Desa Karangsalam, Kecamatan Baturraden, Banyumas, Jawa Tengah (Jateng) masih menjadi tukang kebun. Urusannya adalah memelihara kebun di desa setempat. Ketika itu, ia ditugasi untuk menanam bambu.

Ada 90 rumpun bambu yang harus ditanam di salah satu areal yang dekat dengan air terjun, tepatnya di sisi utara desa setempat. Lokasinya naik turun, tidak rata. Air terjun dan aliran sungai kecil ada di bagian bawah, sehingga bambu mulai ditanam dari bagian atas menuju ke bawah. Areal secara keseluruhan sekitar 5 hektare (ha).

Setelah 13 tahun lamanya, bambu yang ditanam oleh Narsim, telah memenuhi lahan seluas 5 ha tersebut. Sehingga, kalau dulu wilayah setempat hanya semak belukar, kini telah berubah menjadi rimbu dipenuhi bambu berbagai jenis.

“Saat awal saya menanam, ada 90 rumpun bambu yang harus ditanam. Jenisnya beragam. Sebagian dari lokal Banyumas dan sekitarnya. Namun sebagian besar dari Lampung, Pulau Sumatera,” kata Narsim kepada Mongabay-Indonesia, Minggu (21/3/2019).

Narsim (kiri) menunjukkan bambu jenis Dangkil yang setiap ruas dalam satu batang tidak lurus | Foto: L Darmawan/Mongabay Indonesia
info gambar

Ia mengatakan meski menanam 90 rumpun bibit bambu, namun ternyata tidak seluruhnya hidup. “Saya juga tidak tahu kenapa. Mungkin karena terbawa air atau tertimbun tanah. Kalau saat sekarang yang benar-benar berhasil hidup sebanyak 38 rumpun bambu berbagai jenis. Ada yang berasal dari lokalan Banyumas, ada pula dari luar daerah seperti Lampung. Namanya macam-macam,” ujarnya.

Narsim menerangkan, beberapa jenis bambu yang cukup unik di antaranya adalah bambu merak, bambu kuda, dangkil dan bambu duri. “Kalau bambu merak, tumbuhnya tidak ke atas saja, sebagian besar malah ke samping. Sedangkan untuk bambu kuda, ada pola garis pada ruas-ruas batang bambu. Sementara kalau jenis dangkil, batangnya tak lurus, karena setiap ruas berbeda. Kalau bambu berduri, hampir seluruh batangnya ada durinya. Masing-masing bambu memang memiliki karakteristik. Hanya saja, sampai sekarang nama-nama untuk bambu belum dilengkapi,” jelasnya.

Ia mengatakan tujuan awal penanaman bambu di Desa Karangsalam itu adalah untuk mengamankan mata air. Sebab, bambu sangat bagus sebagai penyerap air. Dengan demikian, kalau musim kemarau pasokan air tetap masih lancar.

“Intinya adalah melakukan penyimpanan air dengan menanam pohon bambu. Karena, bambu sangat bagus untuk menyerap air. Sehingga ketika musim kemarau tiba, kami tidak mengalami kekurangan air. Apalagi warga di Baturraden, seperti Karangsalam dan Kemutug Lor, sangat bergantung dari pasokan mata air. Inilah sebetulnya yang menjadi tujuan utama penanaman bambu,” tandasnya.

Bambu jenis bambu merak yang tumbuh ke samping | Foto: L Darmawan/Mongabay Indonesia
info gambar

Lalu, benarkan bambu mampu menyimpan air secara baik? Philip Mahalu dari CIFOR, seperti yang dilansir Kompas.com, misalnya, menyebutkam kalau tanaman bambu menyerap 90% air hujan, 10% menguap. Sementara dari situs Bamboe Indonesia menyebutkan, berdasarkan riset dari ahli bambu LIPI Prof Elizabeth A Widjaja kalau peran bambu sangat penting. Apalagi 12% jenis bambu dunia yang berjumlah 120 spesies, ada di Indonesia.

Bambu memiliki keunggulan, di antaranya adalah tumbuhnya yang cepat, lebih fleksibel dibanding kayu dan multiguna. Bambu mampu menghindari erosi, memperbaiki kandungan air tanah dan renewable-sustainable. Peneliti Walter Liese menyebutkan produksi biomassa tujuh kali lipat dari pohon lainnya dengan prodikso 50-100 ton setiap ha.

Bahkan, penelitian di China menyebutkan kalau hutan bambu mampu meningkatkan penyerapan air ke dalam tanah hingga 240% jika dibandingkan hutan pinus. Penghijauan dengan bambu pada bekas tambang batu bara di India mampu meningkatkan muka air tanah 6,3 meter hanya dalam 4 tahun.

Berdasarkan laporan penelitian tentang hutan di China, dedaunan bambu yang berguguran di hutan bambu terbuka paling efisien di dalam menjaga kelembaban tanah dan memiliki indeks erosi paling rendah dibanding 14 jenis hutan yang lain.

Demikian juga dengan penelitian Prof Koichi Ueda dari Kyoto University menyebutkan, kalau sistem perakaran bambu monopodial sangat efektif di dalam mencegah bahaya tanah longsor. Hutan bambu dapat menyerap CO2 sebanyak 62 ton/ha/tahun, sementara hutan tanaman lain yang masih baru hanya menyerap 15 ton/ha/tahun. Bambu juga melepaskan oksigen sebagai hasil fotosintesis 355 lebih banyak dari pohon lain.

Ternyata, apa yang dikatakan oleh Narsim, telah dibuktikan melalui berbagai macam riset yang ada. “Kalau sekarang, tanaman bambu di Karangsalam sudah mulai tertata dan dapat dinikmati oleh pengunjung. Setidaknya ketika mereka datang ke sini, pasti merasakan sejuk karena rimbunnya pohon bambu,”ujarnya.

Rumpun bambu dengan jenis bambu kuda | Foto: L Darmawan/Mongabay Indonesia
info gambar

Taman Bambu untuk Wisata

Setelah hutan bambu berusia 13 tahun, kini areal yang sebelumnya adalah semak belukar telah berganti menjadi kawasan hijau dengan ditumbuhi rerimbunan bambu. Bahkan, saat sekarang hutan bambu di Karangsalam itu tak hanya sebagai penyimpan air dan penyelamat sumber mata air saja, melainkan telah dimanfaatkan juga untuk wisata.

“Awal tujuannya adalah untuk konservasi air. Jadi dengan menanam bambu, kami berharap air dapat ditabung dan menyelamatkan mata air. Karena kerap terjadi, orang yang menebang bambu tidak menanam lagi sehingga semakin lama kian hilang. Oleh karena itu, kami mencoba untuk menggalakkan kembali menanam bambu. Karena ternyata, selain berfungsi sebagai konservasi, kini hutan bambu dapat dijadikan sebagai obyek wisata. Kami menamakannya Taman Bambu yang dilengkapi dengan adanya air terjun atau curug dan dinamai Green Waterfall. Karena di kanan kirinya hijau dan airnya jernih,” jelas Pengelola Wisata Taman Bambu Karangsalam, Baturraden, Mei Sarwono yang juga Ketua II Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Karangsalam tersebut.

Menurut Mei, Taman Bambu yang semula sebagai konservasi mata air kini telah menjadi tempat wisata. “Kami mengembangkan wisata edukasi dengan mengenalkan berbagai jenis bambu dan manfaatnya. Kami telah merencana membuat buku yang menyajikan informasi mengenai masing-masing spesies bambu. Sehingga mereka yang datang ke sini akan mengetahui seluk beluk spesies bambu. Kalau saat ini, masing-masing rumpun bambu belum diberi keterangan, sehingga kalau ingin mengetahui harus tanya sama pengelolanya. Kalau yang tahu persis adalah Pak Narsim yang kini menjadi pengelola lapangannya,” ujarnya.

Ia juga mengungkapkan, pengunjung yang datang ke Taman Bambu tidak hanya bisa menikmati kesejukan hutan bambu, tetapi mereka juga dapat berjalan hingga sampai ke air terjun Green Waterfall. Di sana mereka bisa mandi maupun sekadar menikmati sejuknya air terjun yang bening mengalir. “Curug di sini masih sangat alami. Benar-benar bersih dan airnya dingin,” katanya.

Di kawasan hutan bambu juga terdapat air terjun yang diberi nama Green Waterfall | Foto: L Darmawan/Mongabay Indonesia
info gambar

Itu juga yang dirasakan oleh Faiq (19) dan Fakar (18) yang sengaja datang pada saat ke tempat wisata Taman Bambu. “Saya ke sini sengaja ingin mandi ke curug yang ada di Taman Bambu. Ternyata benar, curugnya masih sangat alami dan airnya sangat dingin. Terus terang, ini salah satu curug favorit, karena airnya tidak terlalu deras dan tak terlalu dalam juga. Sehingga sangat aman kalau mandi di sini,” kata Faiq.

Pengunjung lainnya, Joni (34) mengaku cukup tertarik dengan wisata Taman Bambu di Karangsalam tersebut. Sebab, ia jadi tahu berbagai jenis bambu. “Dulu sewaktu kecil, saya masih dapat melihat pohon bambu di mana-mana. Namun, saat sekarang sudah jarang. Dan ternyata, jenis bambu sangat banyak. Saya juga baru tahu,”ujarnya.


Sumber: Ditulis oleh L Darmawan dan diposting ulang dari Mongabay Indonesia atas kerjasama dengan GNFI

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini