Kebaikan Menulis bagi Ibu Rumah Tangga: Pengembangan Diri yang Bisa Dinikmati

Kebaikan Menulis bagi Ibu Rumah Tangga: Pengembangan Diri yang Bisa Dinikmati
info gambar utama

Menjadi seorang ibu rumah tangga merupakan karunia kehidupan yang berharga, karena adanya kesempatan untuk mencintai dan dicintai secara khusus.

Namun di balik karunia itu tentunya ada pengorbanan dan perjuangan yang tidak sedikit, yang tak jarang mengabaikan kebahagiaan sang ibu sendiri demi kebahagiaan dan keberlangsungan hidup yang teratur dan sukses bagi keluarga.

Padahal kebahagiaan seorang ibu justru berdampak besar pada kebahagiaan keluarga. Seorang ibu yang bahagia dapat menularkan energi positif dari kebahagiaannya kepada suami dan anak-anak, sehingga membawa suasana yang lebih terbuka dan ceria.

Apa hubungannya dengan menulis? Menulis merupakan salah satu cara meningkatkan kebahagiaan, terutama bagi orang yang tertarik atau gemar menulis, juga bagi orang yang tidak fasih mengungkapkan ide/perasaan secara lisan.

Contohnya aku sendiri, sebagai seorang ibu rumah tangga, dengan menulis maka ada tempat bagiku mengekspresikan rasa dan gagasan secara bebas. Kebebasan itu menimbulkan pijar kebahagiaan di dalam diri, baik selama proses menulis maupun setelah bisa membaca utuh hasilnya.

Menulis di sini termasuk menulis buku harian maupun menulis sebuah karya semacam puisi, cerpen, dll. Menulis bagiku membantu membuat imajinasi ataupun emosi-emosi terurai, sehingga harapan, khayalan, kecemasan, ide, kerinduan atau kekecewaan bisa aku kenali lebih dalam sembari aku menuliskannya.

Biasanya ada pemahaman lebih atas situasi yang dihadapi, sehingga penerimaan lebih mungkin terjadi. Dengan aku menulis buku harian maupun puisi, maka emosiku bisa tersalurkan secara positif, semisal gelisah dan sedih menjadi lebih tenang setelah dipindahkan ke atas kertas. Akhirnya mental menjadi lebih tabah sekaligus lebih berani untuk melangkah.

Jadi aku menemukan, seiring waktu, bahwa menulis bisa menghasilkan kepuasan batin. Kelebihan yang paling kusuka dari menulis, dengan membaca kembali hasil tulisan kita di masa lalu, ada ingatan yang dikembalikan, ada peristiwa dan waktu yang sejenak ditemu.

Sisi positif yang bisa aku sadari adalah bahwa seberat apapun kegalauan yang pernah dialami, toh akhirnya bisa dilewati hingga hari ini. Semangat pun bangkit lagi untuk merenda hari-hari.

Kini dengan kondisi sebagai seorang ibu dengan tiga anak yang semuanya belum remaja, rumahku jarang sekali alpa dari celotehan, perdebatan, kesibukan, ataupun suara TV.

Hampir selalu ada keramaian yang menyita waktu, tenaga, dan perhatian. Di tengah-tengah semua itu, kegiatan menulis memerlukan ekstra usaha untuk mendapatkan porsi yang pas di hati.

Kabar baiknya, ternyata hal itu mungkin dilakukan! Kuncinya adalah dengan meluangkan satu waktu khusus setiap hari untuk menulis, entah 20 menit, 30 menit, atau 1 jam.

Selain itu kita harus mengenali waktu terbaik kita dalam menulis, barang kali pagi, mungkin sore, ada pula yang malam hari. Di waktu terbaik itu, kata-kata mengalir dengan lebih lancar dibandingkan waktu-waktu lainnya.

Dengan mencoba meluangkan waktu sekian menit setiap hari untuk menulis, akan ditemukan waktu terbaik seseorang untuk menulis. Aku menemukan bahwa pagi adalah waktu terbaikku, di saat anak-anak sudah berangkat sekolah, sehingga tidak ada panggilan-panggilan, "Mama, mamaaa...!" yang menginterupsi.

Aku menetapkan waktu 30 menit untukku sendiri. Jadi setelah selesai mengantar anak-anak bersekolah di pagi hari, aku langsung berkutat dengan pena dan buku tulis kecilku dibantu aplikasi memo di ponselku, untuk mulai menulis.

Kadang dalam 30 menit itu aku hanya menulis di buku harian. Kadang aku bisa menulis sebuah puisi. Kadang seperdua puisi, yang lalu kuselesaikan di lain hari. Kadang juga cuma satu-dua kalimat yang tak begitu berarti, tapi tak langsung kubuang karena bisa menjadi ide untuk suatu karya di hari selanjutnya.

Kadang tak ada satu kata pun yang melintas untuk ditulis, jadi aku meletakkan pena, buku kecil dan ponselku, lalu mengambil sebuah buku dan mulai membaca.

Entah buku puisi, entah novel ringan. Pokoknya semua kegiatan berlandas literasi itu, kulakukan dalam tempo 30 menit yang sudah kukomitmenkan pada diriku sendiri.

Sekaligus itulah "me time"-ku sebagai seorang ibu rumah tangga; betul-betul aku menghabiskan waktu berkualitas untuk diriku sendiri.

Sehabis 30 menit berlalu, aku melanjutkan rutinitas diriku sebagai seorang ibu rumah tangga. Ponsel jarang jauh-jauh dariku, jadi bila ada kata atau kalimat melintas di benak dan mendesak untuk ditulis, aku bisa mengetiknya di memo ponselku di tengah-tengah aktivitas menyetrika, menyapu lantai, atau bahkan menggoreng tahu!

Tentu sambil menjaga masakan jangan sampai gosong, ya, seandainya pembaca mau meniru caraku.

Kelak kalimat yang ditulis sambil curi-curi waktu itu, dikolaborasikan dengan kalimat-kalimat lain yang sudah ada di buku catatan kecilku. Demikian seterusnya.

Dari cara itu, jujur baru beberapa puisi saja yang kuhasilkan, tapi setidaknya ada sesuatu yakni karya, yang menjadi bagian indentitas diri.

Setiap orang tentunya ingin memiliki identitas diri yang baik dan membawa pengaruh baik terhadap pola pikir diri sendiri maupun orang lain, menurutku menulis adalah salah satu cara untuk membangun hal tersebut.

"Aku dan menulis", mungkin merupakan gambaran kecil dari "ibu-ibu dan menulis". Sebagai ibu-ibu yang tugas utamanya mengurus rumah tangga dan mendidik anak-anak, sudah lumrah saat kegiatan menulis dalam keseharian dianggap remeh, sepele, bahkan dianggap tidak penting sama sekali.

Kesibukan ibu-ibu pun memang beragam dan rasanya tak kunjung henti, sulit membayangkan ada waktu untuk duduk manis dan menulis! Ya, banyak alasan untuk menulis sebagaimana banyak alasan untuk tidak menulis.

Tapi seperti kegemaran lain (olahraga, memasak, melukis, bermusik) yang masing-masing memiliki keunikan dan sisi positif bagi pengembangan karakter diri sekaligus bisa dinikmati orang lain, menulis pun demikian, sehingga tak berlebihan rasanya bila ibu-ibu yang tertarik menulis seperti aku, menginvestasikan dengan penuh komitmen sekian menitnya setiap hari.

Bahkan hanya menulis di buku harian saja sudah memberi kebaikan, yakni terapi bagi jiwa kita. Jangan berhenti selama masih mau berkembang dan menjadikan diri kita hari ini lebih baik dibandingkan diri kita kemarin.

Aku dan menulis adalah perjuangan untuk menambahkan kekayaan batin kepada diri sendiri maupun pembaca, di tengah rutinitas yang kadang suka dukanya menenggelamkan berbagai mimpi dan khayalan untuk menggapai sesuatu yang lebih baik daripada kehidupan yang sudah dijalani.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

GC
YF
AI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini