Kesalahan yang Membuatku Gagal Menjadi Penulis Buku Anak Profesional

Kesalahan yang Membuatku Gagal Menjadi Penulis Buku Anak Profesional
info gambar utama

Ketika kamu sudah menelurkan puluhan buku, aku masih sama seperti yang dulu.

Dunia tulis menulis bukanlah hal baru bagiku. Sejak Sekolah Dasar, aku sudah senang membaca. Perpustakaan kerap kusambangi. Pergi mengaji dengan semangat pasti, tidak lain karena di TPQ tempat aku menimba ilmu agama, ada perpustakaan mini.

Setumpuk majalah anak yang tersusun di raknya sungguh menarik hati. Cerpen anak yang pernah kubuat di masa kecil, masih terekam dalam benakku hingga saat ini.

Judulnya 9 Ekor Domba dan Tania Si Telur. Keduanya kutulis menggunakan pensil di atas sebuah buku tak bergaris, dan menjadi koleksi pribadi yang akhirnya hanyut kala rumahku kebanjiran.

Saking inginnya menjadi penulis, ketika duduk di bangku SMP, aku sampai rajin menyisihkan uang jajan. Hal ini kulakukan supaya bisa pergi ke rental komputer untuk mengetik buah pikiran yang sebelumnya sudah kutulis menjadi cerpen.

Alhamdulillah… sekian banyak karya yang lahir, ditolak. Tidak ada satu pun yang berhasil tembus dan menghiasi halaman majalah. Satu-satunya kebanggaan adalah tatkala puisiku yang berjudul Borobudur bertengger manis di koran lokal.

Hadiah yang kuterima bukanlah uang melainkan buku harian cantik dengan karakter kartun bocah gundul berlatar belakang warna hitam-merah.

Di era menjamurnya proyek antologi teenlit atau cerpen remaja, aku pun tak ketinggalan turut serta. Bersaing dengan penulis senior atau nama-nama kondang di dunia literasi, tidak membuatku gentar.

Malah semangat makin tinggi. Aku nekat demi membuktikan bahwa nama baru juga patut diperhitungkan. Nama baru bukan berarti tak mampu melahirkan karya luar biasa. Sayangnya, keinginan itu hanya sebatas angan. Semua event menulis cerpen remaja yang kuikuti gagal.

Aku mulai putus asa. Mengingat belum ada karya yang sukses meluluhkan hati editor majalah remaja. Ikut event antologi pun tak membuahkan hasil.

Duh, segitu burukkah cerita yang kubuat? Kalimat-kalimat negatif makin sering mampir ke pikiranku. Aku pun berusaha menangkisnya dan mencari ilmu-ilmu menulis dari internet. Selanjutnya kuaplikasikan, meski belum sempurna.

Singkat cerita, aku pun berkenalan dengan dunia penulisan cerita anak-anak. Postingan salah satu teman Facebook-ku yang di kemudian hari kuketahui sebagai seorang penulis cerita anak kawakan, memantik rasa iri.

Masa aku nggak bisa membuat cerita anak yang bagus seperti si A? Pasti bisa dan harus bisa! Maka aku masuk ke sebuah komunitas menulis di media sosial dan mempelajari bermacam teknik dasar membuat cerita bagi anak-anak.

Setelah berlatih dan berlatih, aku merasa lebih mudah membuat karya untuk pembaca cilik dibandingkan pembaca remaja atau dewasa. Niat menjadi penulis cerita anak-anak ditambah bekal ilmu dan dukungan orang-orang terkasih, membuat semangat menulisku kembali berkobar.

Kesalahan yang kulakukan, membuat poinku nol hingga saat ini!

Akhirnya aku merasa menulis cerita anak adalah jalanku. Beberapa cerpen anak berhasil menghiasi media cetak lokal maupun nasional. Aku pun sukses mencetak prestasi dalam aneka perlombaan menulis cernak.

Semangat menulisku bertambah berkali-kali lipat. Sayangnya, setelah terus menetaskan cerita untuk pembaca cilik, aku tiba di titik jenuh.

Inilah mulanya aku membuat kesalahan yang berujung pada kegagalan menjadi penulis buku anak profesional. Poinku tetap nol, di tengah teman penulis seangkatan yang sudah memiliki puluhan buku solo.

Melupakan dunia lama

Kebosanan terjadi ketika seseorang melakukan sesuatu yang monoton. Hal inilah yang kurasakan. Terus menulis cerita anak, tanpa diselingi aktivitas lain membuatku merasa jenuh.

Sampai di titik ini, akhirnya aku pun berusaha untuk keluar dari zona nyaman. Mencari kegiatan asyik lainnya. Sayangnya, tidak ada aktivitas yang ingin kulakukan selain menulis.

Jadi, aku berinisiatif untuk belajar ilmu baru yaitu menulis artikel situsweb dan blog.

Terlena dengan dunia menulis yang baru, membuatku melupakan dunia lamaku. Aku malah tutup buku menulis cerita anak-anak dan mulai dari nol belajar tentang beragam trik menulis artikel.

Gagal fokus

Aku adalah tipe orang yang tak bisa fokus di dua bidang. Awalnya aku memilih menekuni penulisan cerita anak-anak, di tengah jalan keinginanku berbelok. Akhirnya langkah yang sudah kurintis separuh jalan mandeg.

Aku berhenti belajar serba-serbi cerita anak. Aku malah mempelajari dunia penulisan yang baru yaitu menulis artikel. Ilmuku separuh-separuh. Padahal untuk dapat menjadi ahli di bidangnya, seseorang harus fokus pada satu bidang yang amat dia sukai.

Tidak memiliki target

Sewaktu aktif menulis cerita anak, aku tak mempunyai target atau catatan apapun. Hanya menulis dan terus menulis. Rupanya kedua hal tersebut sama pentingnya.

Perlu digaris bawahi ketika membuat target menulis, sesuaikan dengan kondisi masing-masing. Buatlah target yang realistis dan sekiranya mampu dipenuhi. Hindari menerapkan target orang lain untuk diri sendiri.

Cuma iri

Melihat teman penulis mem-posting buku solonya di media sosial, siapa yang tidak iri? Aku juga demikian. Tetapi kalau hanya iri saja, tidak akan membuat kita sehebat dia.

Maka aku mulai menata hati agar tak cuma ingin, mupeng, atau iri dengan pencapaian orang lain, tapi mengikuti jejaknya.

Saranku untuk teman-teman yang baru terjun ke dunia literasi, cobalah untuk mempelajari satu per satu dahulu. Awalnya penjajakan dulu tak masalah. Coba menulis aneka karya berupa cerpen anak, cerpen remaja, puisi, dan sebagainya.

Selanjutnya tetapkan langkahmu! Pilih satu bidang yang kamu minati dan pelajari segala hal yang terkait dengan bidang tersebut. Dengan demikian ilmu kamu akan matang, tidak separuh-separuh.

Kini aku membenahi segalanya. Kita saling mendoakan semoga bisa segera mempunyai buku solo, ya, teman-teman.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

DN
AI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini