Kini Taman Nasional Ini Punya Suaka Paruh Bengkok

Kini Taman Nasional Ini Punya Suaka Paruh Bengkok
info gambar utama
  • Taman Nasional Aketajawe Lolobata di Halmahera, Maluku Utara, kini punya Suaka Paruh Bengkok.
  • Suaka ini akan menangani perawatan paruh bengkok hasil sitaan, sebelum lepas liar. Ia akan menjadi sarana penting konservasi paruh bengkok, sekaligus pendidikan dan pariwisata.
  • Kini, Suaka Paruh Bengkok sudah berisi burung-burung yang tak memungkinkan lagi lepas liar, seperti patah kaki, dan cacat fisik lain. Selain itu, sudah ada 40 paruh bengkok sitaan yang sebelumnya di kandang transit Balai TN Aketajawe Lolobata.
  • Suaka ini juga akan melibatkan masyarakat sekitar, misal, dalam penyediaan pakan dan mengelola kios-kios maupun fasilitas-fasilitas umum.

Taman Nasional Aketajawe Lolobata (TNAL) di Halmahera, Maluku Utara. Ia berada di tiga kabupaten, Kota Tidore Kepulauan, Halmahera Tengah dan Halmahera Timur. Kini, taman nasional ini punya fasilitas penting untuk konservasi burung paruh bengkok. Suaka Paruh Bengkok (SPB), namanya.

Suaka ini akan menangani perawatan paruh bengkok hasil sitaan, sebelum lepas liar. Suaka yang bertempat di Desa Koli, Kecamatan Oba, Tidore Kepulauan ini, akan jadi sarana penting konservasi, pendidikan bahkan pariwisata. Pembangunan fisik SPB sejak 2017ini didanai Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan rencana mulai beroperasi 19 Juni 2019, bakal diresmikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya.

SPB TNAL ini sekitar 2,5 km dari TNAL Resort Tayawi, luas areal empat hektar dengan sejumlah fasilitas. Tak hanya untuk konservasi paruh bengkok, ia bisa jadi destinasi wisata baru untuk pendidikan dan lingkungan di Malut.

Nur Wahyudi, Kepala Taman Nasional Ake Tajawe Lolobata (TNAL) menjelaskan, suaka ini terbilang pertama di Indonesia dan Malut. Dia bilang, suaka ini punya empat tujuan. Pertama , edukasi masyarakat untuk belajar keragaman hayati. “Masyarakat bisa belajar jenis-jenis paruh bengkok. Mereka bisa memiliki pengetahuan, kecintaan dan kebanggan terhadap satwa endemik negeri ini,” katanya, Sabtu (18/5/10).

Nuri bayan, sitaan di Maluku Utara, beberapa waktu lalu | Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia
info gambar

Kedua, suaka ini akan jadi sarana rekreasi atau wisata pendidikan bagi masyarakat. Ketiga, dari fungsi konservasi, ada suaka ini jadi pusat rehabilitasi paruh bengkok yang memadai bisa mendorong konservasi paruh bengkok lebih baik. Keempat, suaka ini sekaligus pemberdayaan masyarakat sekitar suaka.

Dia bilang, ada beberapa hal masyarakat bisa terlibat, misal, tenaga pendamping (guide) di suaka, penyedia pakan burung dari hasil kebun masyarakat juga mengelola kios atau fasilitas umum yang disediakan.

“Mereka akan ikut berpartisipasi dalam program SPB ke depan. Terutama, menjaga keamanan dan ketertiban sekitar. Dengan cara ini masyarakat akan memperoleh sumber alternatif penghasilan baru, terutama bagi masyarakat desa sekitar SPB,” katanya.

Dia bilang, tujuan jangka pendek, penyediaan sarana dan prasarana rehabilitasi paruh bengkok. Untuk jangka panjang, katanya, sarana ini akan ikut menjaga populasi paruh bengkok di alam dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar SPB.

Taman nasional juga mengajak peran pihak luar. Dia bilang, pengelolaan suaka ini harus melibatkan berbagai pihak, terutama pemerintah daerah dan masyarakat desa sekitar. “Bagi kami keterlibatan masyarakat sangat perlu dalam pengelolaan Suaka. Balai TN Aketajawe juga menjalin komunikasi dengan pemerintah daerah Kota Tidore Kepulauan, misal, pembangunan akses atau jalan menuju ke SPB yang kini kurang memadai,” kata Wahyudi.

Fasilitas apa saja yang ada di sana? TNAL telah membangun sarana dan prasarana, seperti untuk edukasi dibangun gedung pusat informasi yang berisi informasi-informasi keragaman hayati di Indonesia dan TN Aketajawe Lolobata. Ada papan-papan informasi di sepanjang jalur tracking, gazebo, dan canopy trail.

Ada juga kandang-kandang paruh bengkok yang tak bisa lepas liar lagi karena kondisi tak memungkinkan seperti, patah kaki, patah tulang dan lain-lain.

“Ini bertujuan jadi media pembelajaran bagi pengunjung untuk mengetahui jenis-jenis paruh bengkok khusus dari Malut.”

Pemandangan di SPB TNAL selain alam yang indah juga bisa menyaksikan matahari terbit | Foto: Jamal Adam
info gambar

Begitu juga dengan fasilitas untuk tujuan rekreasi, ada gazebo, dan canopy trail. Fasilitas ini, katanya, diharapkan dapat meningkatkan ketertarikan pengunjung datang ke Suaka Paruh Bengkok. Di canopy trail dan tracking sambil belajar tentang beragam paruh bengkok.

Untuk tujuan konservasi, katanya, dibangun fasilitas rehabilitasi paruh bengkok seperti kandang karantina, kandang rehabilitasi, klinik dan gudang. “Fasilitas ini bersifat terbatas dan tak terbuka untuk umum,” kata Lilian Komaling, Kepala Sub Bagian Tata Usaha Balai Taman Nasional Ake Tajawe Lolobata.

Untuk pemberdayaan masyarakat dibangun juga fasilitas berupa kios atau fasilitas umum.

Kini, SPB sudah ada 40 paruh bengkok hasil sitaan dan sebelumnya di kandang transit Balai TN Aketajawe Lolobata. Burung-burung ini terdiri dari kakatua putih 12, nuri bayan 17 dan kasturi ternate 11. Burung-burung ini titipan BKSDA Maluku, pengamanan petugas Polisi Kehutanan Balai TNAL, dan serah terima sukarela dari masyarakat.

Jamal Adam, warga Desa Koli, senang ada suaka ini. Baginya, SPB akan membawa bermanfaat bagi warga. “Kami, warga Desa Koli berharap bisa bermanfaat ikut menopang ekonomi warga. Terutama bisa sediakan kebutuhan pakan burung, buah-buahan dibeli langsung kepada kami,” katanya.

Dia berharap, SPB ini mengurangi pengangguran di desa mereka karena sebagian warga bisa bekerja di sini. “Terpenting lagi, kami menyadari kehadiran sarana ini akan ikut menjaga eksositem bersama.”

SPB juga menawarkan pesona alam. Tidak hanya menikmati kicauan burung atau melihat dari dekat keindahan paruh bengkok. Kawasan ini juga menawarkan pemandangan hutan dan panorama pegunungan karst nan indah, terlebih saat matahari terbit.

Salah satu fasilitas SPB untuk mendukung proses konservasi dan fungsi lain, seperti pariwisata dan pendidikan | Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia
info gambar


Catatan kaki: Ditulis oleh Mahmud Ichi dan diposting ulang dari Mongabay Indonesia atas kerjasama dengan GNFI

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini