Pentingnya Indonesia Masuk Dewan Kawasan Kutub Utara (Arktik)

Pentingnya Indonesia Masuk Dewan Kawasan Kutub Utara (Arktik)
info gambar utama

Kawasan Kutub Utara atau yang sering disebut Kawasan Arktik sangat strategis dan penting bagi Indonesia. Perubahan alam telah mengakibatkan perkembangan geoekonomi dan geopolitik di kawasan ini yang bisa secara langsung dan tidak langsung berdampak terhadap Indonesia. Selain pencairan es, potensi pembukaan jalur pelayaran melalui Northern Sea dan eksplorasi energi di Kawasan Kutub Utara menjadi isu yang relavan bagi Indonesia. Dengan demikian, Indonesia perlu mencermati perkembangan konflik dan kerja sama di kawasan tersebut.

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman saat ini tengah menginisiasi usulan untuk menjadi negara pengamat tetap dalam Dewan Arktik agar bisa membuka akses terhadap riset perubahan iklim.

Asisten Deputi Navigasi dan Keselamatan Maritim Kemenko Bidang Kemaritiman Odo Manuhutu dalam siaran pers di Jakarta, Rabu, menyebut upaya tersebut telah dimulai sejak tahun 2017 silam.

"Dewan Arktik (DA) adalah organisasi tinggi antar pemerintah yang mempromosikan kerja sama, koordinasi, dan interaksi antar negara Arktik. Dengan menjadi 'permanent observer' (pengamat tetap), kita bisa belajar tentang mitigasi perubahan dan mendapatkan data dari tangan pertama," bebernya.

Sejauh ini, ada lima negara Asia yang telah menjadi pengamat tetap di Dewan Arktik sejak tahun 2013, yaitu Jepang, Tiongkok, India, Singapura, dan Korea Selatan.

Pesisir pantai, semakin rentan akibat aktivitas manusia, dan perubahan iklim. Foto: Raymond Jakub/The Nature Conservancy
info gambar



Dewan Arktik sendiri didirikan berdasarkan Deklarasi Ottawa 1996 dan beranggotakan delapan negara yaitu Rusia, Kanada, Amerika Serikat, Denmark, Norwegia, Swedia, Finlandia, dan Islandia.

Odo menyampaikan berdasarkan hasil konsultasi dan diskusi bersama pemangku kepentingan yang dilakukan sepanjang 2018 telah merumuskan beberapa isu utama yang menjadi kepentingan Indonesia di kawasan Arktik.

Isu-isu itu, tambahnya, mencakup akses pengetahuan dan riset, isu perubahan iklim, isu keamanan energi, dan isu jalur pelayaran di masa depan.

Keinginan pemerintah ini, menurut Odo, telah didukung oleh Sekretariat DA dan dari Islandia. Dukungan dari pemerintah Islandia juga menjadi faktor penting kesepakatan mengingat negara ini akan memimpin DA untuk masa kepemimpinan 2019-2021.

Argumentasi mengenai pentingnya RI bergabung sebagai pengamat tetap DA ini disampaikan secara ilmiah oleh peneliti Arktik dari institusi CERAC Rizki Kaharudin.

April 2016 merupakan bulan terpanas sepanjang sejarah manusia, dan berdampak pada meningkatnya suhu perairan. Ini menyebabkan kematian ikan nila dan lele dalam budidaya ikan keramba di pesisir Makassar, Sulsel. Foto: Wahyu Chandra
info gambar



"Ada kemampuan penduduk asli untuk beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim yang dapat kita pelajari bila kita punya akses riset," tambahnya.

Menurut Odo, salah satu kegiatan Dewan Arktik yang menjadi perhatian Pemerintah Indonesia, adalah melaksanakan riset bersama tentang perubahan iklim dan dampaknya. Kegiatan tersebut, dinilai akan bisa memberi keuntungan bagi Indonesia, negara pulau dan kepulauan yang sudah merasakan dampak perubahan iklim.

“Dengan menjadi permanent observer, kita bisa belajar tentang mitigasi perubahan dan mendapatkan data dari tangan pertama,” tuturnya.

Odo menambahkan, jika Indonesia bisa diterima menjadi negara tetap Dewan Arktik, maka itu artinya Indonesia akan bergabung dengan negara lain yang sudah menjadi Dewan Arktik sejak 2013. Mereka adalah Jepang, Tiongkok, India, Singapura, dan Korea Selatan. Negara-negara tersebut, mengikuti jejak delapan negara penggagas Dewan Arktik mengikti Deklarasi Ottawa 1996.

Sumber: Antara | Mongabay Indonesia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

Terima kasih telah membaca sampai di sini