Tradisi Bakar Tongkang Bagansiapiapi Sedot Wisatawan Mancanegara

Tradisi Bakar Tongkang Bagansiapiapi Sedot Wisatawan Mancanegara
info gambar utama

Ritual bakar tongkang menjadi tradisi unik yang melegenda bagi masyarakat Tionghoa di Bagansiapiapi, Rokan Hilir, Riau.

Ritual tersebut sarat akan budaya Tionghoa yang melekat sejak ratusan tahun lalu dan menjadi salah satu wisata andalan Bumi Lancang Kuning. Awalnya, transmigrasi masyarakat Tionghoa ke Riau menjadi asal mula adanya budaya tersebut.

Seperti biasa, Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau kembali menggelar Festival Bakar Tongkang. Agenda tahunan tersebut berlangsung di Bagansiapi-api 17-19 Juni 2019.

Ritual Bakar Tongkang adalah sebuah ritual tahunan masyarakat di Bagansiapiapi yang telah terkenal di mancanegara dan masuk dalam kalender visit Indonesia.

Setiap tahun, festival ini mampu menyedot wisatawan dari negara Malaysia, Singapura, Thailand, Taiwan hingga Tiongkok Daratan.

Kini even tahunan ini gencar dipromosikan oleh pemerintah Kabupaten Rokan Hilir sebagai sumber pariwisata.

Dilansir dari Merdeka.com, Menteri Pariwisata Arief Yahya menjelaskan bahwa Festival Bakar Tongkang adalah acara tahunan yang sarat akan budaya Cina. Karena itu, kegiatan ini sangat berpotensi menarik wisman asal Tiongkok maupun warga keturunan yang sudah bermukim di Indonesia.

Dari tahun ke tahun, festival ini selalu meriah dan mendapat sambutan luar biasa dari warga setempat maupun pendatang.

"Yang menarik dari festival ini bukan hanya soal aksi bakar replika tongkang. Tetapi juga menyangkut asal-usul atau sejarah lahirnya Kabupaten Bagansiapi-api. Dengan kemasan yang menarik, atraksi ini pun menghadirkan sajian atau pertunjukan luar biasa, " katanya.

Moment ini dirayakan setiap tahun pada hari ke-16 bulan ke-5 menurut kalender Cina. Tradisi yang juga dikenal sebagai Go Gek Cap Lak ditandai dengan aksi membakar replika kapal tradisional Tiongkok sebagai puncak festival.

Menilik pada sejarah, bermula dari tuntutan kualitas hidup yang lebih baik lagi, sekelompok orang Tionghoa dari Provinsi Fujian, China merantau menyeberangi lautan dengan kapal kayu.

Dalam kebimbangan kehilangan arah, mereka berdoa ke Dewa Kie Ong Ya agar kiranya dapat diberikan penuntun arah menuju daratan.

Tak lama kemudian, pada keheningan malam tiba-tiba mereka melihat adanya cahaya yang samar-samar. Dengan berpikiran di mana ada api di situ ada daratan dan kehidupan, akhirnya mereka mengikuti arah cahaya tersebut, hingga tibalah mereka di daratan Selat Malaka.

Awalnya, ada 3 kapal tongkang dalam ekspedisi. Namun hanya satu kapal yang mencapai pantai Sumatra. Dipimpin oleh Ang Mie Kui, kapal berhasil tiba di pantai Riau karena mengikuti kunang-kunang yang oleh warga lokal dikenal sebagai 'siapi-api', ini juga yang menjadi dasar asal mula nama daerah tersebut.

Setiba di daratan pesisir itu, migran tersebut lantas memutuskan untuk menetap di sini dan bersumpah tidak akan kembali ke tanah air mereka. Para migran ini pun membakar tongkangnya.

Tradisi bakar tongkang diyakini sudah ada sejak tahun 1826. Festival ini berakar dalam sejarah ketika para imigran China pertama kali menginjakkan kaki di daerah yang sekarang dikenal sebagai Bagansiapi-api.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

PS
AI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini