Penyambung Nyawa Radio Antik

Penyambung Nyawa Radio Antik
info gambar utama

Di era 70an, radio menguasai media massa, hal tersebut berkenaan dengan terbatasnya pilihan media massa dimana hanya terdapat surat kabar, majalah, dan tabloid, radio, serta TV yang pada saat itu harganya masih mahal.

Jika berbicara era canggih seperti zaman sekarang, rasa-rasanya jika kita berbicara mengenai media massa, sudah jarang ditemukan radio menjadi salah satu dari daftar media massa yang digunakan sebagai sumber in­formasi, berita, edukasi (pen­didikan) atau sekedar hiburan. Telepon genggam sudah pasti akan menjadi penduduk daftar tersebut. Ditambah lagi dengan bermacam-macam fitur media sosial yang semakin berkembang, pesan dapat tersampaikan dalam hitungan detik. Semua serba instan, ah jangan harap lah radio masih dibutuhkan.

Namun kenyataannya, siaran radio masih tetap mengudara. Masih banyak terdapat saluran-saluran siaran radio, meskipun hanya sedikit yang memang menggunakan radio sebagai media informasi dan edukasi. Lebih banyak digunakan sebagai media hiburan.

Bentuknya pun kini telah berubah menjadi radio yang terdapat dalam fitur telepon genggam atau disediakan sebagai salah satu fitur yang ada di dalam mobil.

Di era dahulu, radio berbentuk tabung dan membutuhkan bantuan listrik ataupun baterai sebagai sumber daya. Ingat tokoh Mahar pada film Laskar Pelangi yang sering digambarkan membawa radio dan seringkali terlihat kesusahan mengisi daya radio karena menggunakan daya baterai? Begitulah kira-kira radio pada zaman dahulu. Itupun sudah jauh berkembang dari awal kemunculan radio di Indonesia

Pemeran Mahar dengan radio khasnya | Foto: Dok. Miles Film / CNN Indonesia
info gambar

Di saat semua orang beralih pada pilihan instan, berbeda dengan pria berumur 75 tahun asal Bandung ini. Ia masih setia dengan radio antik. Pria tersebut akrab disapa dengan sebutan Oo Kholid.

Hal tersebut bermula dari ketika Oo Kholid muda, ia memang senang mengkoleksi barang-barang lawas, termasuk radio tabung. Ia membeli radio pertamanya yang bermerk Philips produk asal Belanda yang memiliki pamor di kalangan masyarakat. Namun ternyata hanya namanya saja yang Philips. Bagian dalam radio itu, termasuk tabungnya, ternyata buatan lokal.

Radio antik Oo Kholid berbentuk jadul tapi powerful | Foto: CNN Indonesia/Huyogo Simbolon)
info gambar

Merasa tertipu, Oo pun mulai mengulik 'dalaman' radio. Dia bahkan sempat mengikuti kursus elektro dan radio pada 1960-an. Setelah dinyatakan lulus, beberapa tetangganya meminta bantuan memperbaiki radio. "Waktu itu belum ada bayarannya," ucap ayah delapan anak ini, dikutip dari CNN Indonesia.

Keluhan yang paling sering datang padanya terjadi karena adanya perubahan voltase. Masyarakat pun semakin lama tambah mempercayai kepiawaian Oo. Hingga akhirnya pada 1964 dia membuka praktek perbaikan radio di Jalan Industri Barat No.1, Ciroyom.

Pria berusia 75 tahun itu sudah tidak perlu diragukan lagi kepiawaiannya memperbaiki radio antik berbentuk tabung | Foto: Muklis Dinillah / detikcom
info gambar

Namun sayang, akibat kedatangannya radio transistor bawaan tentara Indonesia yang baru saja datang dari Kongo, membuat pamor radio tabung semakin meredup.

Oo pun akhirnya harusnya menutup praktek perbaikan radionya yang berada di Jalan Industri Barat dan memindahkannya ke rumahnya di Jalan Babakan Ciparay Situgunting Timur, RT 3 RW 8, Kecamatan Bojongloa Kaler, Kota Bandung.

Oo Kholid berpengalaman puluhan tahun 'mengobati' radio lawas. (Foto: Muklis Dinillah/detikcom)
Oo Kholid berpengalaman puluhan tahun 'mengobati' radio lawas | Foto: Muklis Dinillah / detikcom

Dengan maraknya trend barang-barang berbau vintage, Oo mengakui semakin banyak orang yang mencari radio vintage. Dengan kepiawaiannya dengan alat-alat radio, Oo menyulap radio vintage dengan fitur-fitur yang kekinian, seperti kemampuan untuk menerima data dari USB ataupun bluetooth.

Dari kepiawaiannya tersebut, Oo Kholid mendapat gelar 'Dokter' radio antik.


Sumber: CNN Indonesia | Detik.com |

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini